Antikorupsi dengan Bekerja Keras. Koran Tempo pagi ini, Rabu (1/9/2021) menyajikan Berita Utama Jejaring Dinasti Politik van Probolinggo. Isinya: KPK menangkap tangan Bupati Kabupaten Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin—Bupati Probolinggo 2003-2008 yang jadi anggota DPR RI dari Partai Nasdem—dalam perkara suap.
Suap ini duduga menjadi bagian dari dinasti politik Hasan Aminuddin untuk melanggengkan kekuasannya. Dinasti dibangun dengan memaksa birokrasi loyal dan meredam suara kritis dari masyarakat. Zulmi Noor Hasani, anaknya, tengah dipersiapkan melanjutkan dinasti politik van Probolinggo.
Gemas dengan kejadian itu, juga peristiwa korupsi sebelumnya, Mohammad Nurfatoni, GM CV Cakrawala yang juga mengabdi sebagai Pemimpin Redaksi PWMU.CO, membuat catatan berjudul Antikorupsi dengan Bekerja. Selamat menikmati! Redaksi
PWMU.CO – Pagi ini saya mengamati mesin-mesin cetak di pabrik percetakan Cakrawala—tempat saya mengabdi sejak 1996—sedang berputar berproduksi. Itu pertanda kerja keras dimulai. Riuh suara mesin yang abstrak itu seolah terdengar berkata, “Kerja keras … kerja keras …”
Kerja keras adalah logika akal sehat. Itu citra diri. Kami ingin dikenal dengan cucuran keringat, yang kadang bau tak sedap itu. Bagaimana kami bisa survive, bertahan dan kemudian tumbuh berkembang, jika tanpa kerja keras. Ini logika akal sehat.
Kami tidak ingin dikenang karena bau wangi pelicin atau segarnya fee
Kerja keras itu agar kami bisa menghasilkan sesuatu yang baik dan memuaskan. Itu yang dimaksud citra diri. Kami tidak ingin dikenang karena bau wangi pelicin atau segarnya fee. Kami hanya ingin dikenang dengan bau keringat.
Maka dengan kualitas pekerjaan dan layanan, kami memperkenalkan diri. Inilah bau keringat kami. Kami mencoba antikorupsi bukan dengan cara heroik berkoar-koar di mimbar TV, tapi dengan aksi diam-diam dalam kubangan kerja keras.
Rezeki Sebersih-bersihnya
Memang dengan mencoba sikap antikorupsi ini, kami tidak dengan cepat melesat maju. Kami tumbuh bertahap, melangkah step by step.
Dan semoga Allah mengampuni karena kami sadar masih ada kemungkinan noda-noda kotor yang terselip di antara hasil usaha kami. Tapi kami bangga dengan hasil keringat dan kerja keras seluruh komponen usaha. Semoga ini modal rezeki yang diberkahi.
Kadang kami sedih dan merasa terzalimi jika untuk survive kami harus kerja keras; tapi berita dan praktik korupsi merajalela. Kadang hati kecil manusiawi kami berucap, korupsi itu enteng banget kerjanya, tapi hasilnya melimpah-ruah.
Tapi kalau sedang sadar, malah kami bersyukur. Seorang guru berpesan, soal rezekii itu yang terpenting sebersih-bersihnya, “Jadi ukuran baiknya rezeki itu bukan sebanyak-banyaknya, tapi sebersih-bersihnya,” pesan guru kami, almarhum Muhammad Zuhri alias Pak Muh. (*)