Tanwir di Tengah Wacana Penundaan Pemilu 2024, ditulis oleh Biyanto, Guru Besar UIN Sunan Ampel dan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
PWMU.CO – Pada Sabtu-Ahad (4-5/92021), Muhammadiyah mengagendakan penyelenggaraan Tanwir secara daring (virtual). Tanwir diikuti anggota pimpinan pusat, wilayah, dan delegasi Muhammadiyah Cabang Istimewa di berbagai negara.
Ini adalah penyelenggaraan Tanwir kedua di era pandemi Covid-19. Tanwir pertama dilaksanakan pada 19 Juli 2020. Salah satu keputusan pentingnya adalah penundaan Muktamar ke-48, yang—bersama muktamar ke-48 Aisyiyah–sedianya diselenggarakan pada Juli 2020 ditunda Juli 2022.
Keputusan penundaan muktamar dapat dipahami karena kondisi negeri tercinta sedang menghadapi darurat pandemi. Apalagi pada tahun pertama pandemi, semua pihak tampak masih gagap dan gugup dalam menanggulangi persebaran Covid-19 dengan semua dampak yang ditimbulkan.
Optimisme Hadapi Pandemi
Sementara pada tahun kedua pandemi ini, semua ikhtiar terbaik telah dilakukan. Meski harus diakui pemerintah terkadang masih mengalami kebimbangan memilih skala prioritas antara kesehatan atau ekonomi.
Namun demikian, akhir-akhir ini strategi penanggulangan pandemi telah menunjukkan banyak kemajuan. Salah satunya melalui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terbukti berdampak positif.
Program vaksinasi yang digelorakan pemerintah bersama berbagai elemen bangsa juga mendapat sambutan luar biasa. Melalui beberapa program pengendalian inilah semua pihak berharap pada saatnya negeri ini mencapai kekebalan masyarakat (herd community).
Setelah mengalami fase puncak persebaran kasus Covid-19 pada Juli lalu, saat ini kondisi pandemi terus menunjukkan tanda-tanda melandai. Karena itulah pada pelaksanaan Tanwir tahun kedua pandemi ini, Muhammadiyah mengajak seluruh elemen bangsa terus merawat optimisme dalam menghadai wabah Covid-19.
Ajakan ini terumuskan melalui tema Tanwir: Optimis Hadapi Covid-19 Menuju Sukses Muktamar Ke-48. Melalui tema ini, Muhammadiyah dan Aisyiyah juga sangat yakin mampu menyelenggarakan muktamar ke-48 di Surakarta, pada Juli 2022.
Optimisme Muhammadiyah tentu berdasarkan pada kajian ilmiah terhadap perkembangan pandemi Covid-19. Meski secara saintifik akhir musim pandemi sangat sulit diprediksi, namun pengendalian terhadap persebaran Covid-19 sejatinya dapat dilakukan dengan baik.
Kata kuncinya adalah budaya berdisiplin dalam menjalani aktivitas dengan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Karena itu, penting dipesan agar masyarakat tidak melonggarkan prokes dengan alasan pandemi sudah melandai. Jika pikiran ini berkembang, maka kasus baru Covid-19 akan kembali melonjak.
Bukan hanya prokes yang ketat, pelaksanaan muktamar ke-48 juga membutuhkan persiapan terkait hal-hal teknis. Tetapi sebagai organisasi berwajah modern dan selalu mengusung tagline “Islam Berkemajuan”, rasanya Muhammadiyah lebih dari mampu menyelenggarakan muktamar di tengah pandemi. Dengan dukungan sumberdaya yang memadai, Muhammadiyah dapat memanfaatkan teknologi pemilihan anggota pimpinan melalui model e-voting.
Strategi ini dapat dilakukan secara berjenjang mulai tingkat wilayah hingga pusat. Dengan cara ini, potensi kerumunan massa pada saat pelaksanaan muktamar dapat dihindari sejak dini. Dalam setiap perhelatan muktamar, Muhammadiyah juga sudah teruji. Hampir tidak pernah terjadi muktamar berlangsung gaduh.
Muktamar Muhammadiyah selalu berlangsung teduh. Syahwat politik anggota Muhammadiyah dalam pemilihan pimpinan nyaris tidak ada. Bahkan di kalangan aktivis Muhammadiyah berkembang pemikiran tidak boleh meminta-minta jabatan.
Landasan normatifnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW; “La tas’alil imarah (jangan meminta-minta jabatan).” Itu karena jabatan merupakan amanah. Apalagi untuk organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah.
Jika orang membayangkan memperoleh gaji atau fasilitas lain dengan menjadi pimpinan di Muhammadiyah, maka dia akan kecewa. Justru di Muhammadiyah ditekankan pentingnya mengabdi dan memberi. Itulah yang diajarkan para ideolog Muhammadiyah melalui prinsip: tangan di atas lebih baik dari tangah di bawah.
Kini nyaring terdengar di tengah-tengah masyarakat wacana menunda pemilu 2024. Caranya adalah memperpanjang jabatan presiden dan anggota legislatif hingga 2027
Budaya pemilihan anggota pimpinan di Muhammadiyah sejauh ini juga selalu dilakukan secara terhormat dan bermartabat. Hal itu merupakan modal berharga bagi Muhammadiyah.
Karena itulah seharusnya tidak ada yang perlu diragukan jika pemilihan anggota pimpinan Muhammadiyah dalam muktamar menggunakan model e-voting. Justru melalui cara ini Muhammadiyah dapat memberikan pembelajaran berharga terhadap proses-proses demokrasi di negeri ini yang masih menggunakan cara-cara manual.
Pesan Tanwir bagi Bangsa
Pelaksanaan muktamar Muhammadiyah di tengah pandemi juga dapat memberikan pesan penting pada pihak-pihak yang selama ini masih berhalusinasi untuk menunda pemilu 2024.
Harus diakui, kini nyaring terdengah di tengah-tengah masyarakat wacana menunda pemilu 2024. Caranya adalah memperpanjang jabatan presiden dan anggota legislatif hingga 2027. Alasannya adalah kondisi darurat akibat pandemi yang berkepanjangan.
Muhammadiyah sebagai bagian dari kekuatan civil society penting mengingatkan bahaya pikiran dan tindakan yang tidak sejalan dengan amanah konstitusi. Termasuk wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan anggota legislatif hingga 2027 tanpa melalui proses pemilu.
Pada konteks itulah, keyakinan Muhammadiyah dan Aisyiyah untuk menyelenggarakan muktamar ke-48 di tengah pandemi sangat penting diputuskan pada Tanwir kali ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni