PWMU.CO– Pesan Haedar Nashir disampaikan kepada Dai Agen Perdamaian yang digelar secara virtual oleh Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Sabtu (4/9/2021).
Pesan Haedar Nashir pertama, perkaya materi keislaman yang memuat dan membawa pesan Islam sebagai agama penyebar rahmat.
”Wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Ayat ini adalah ayat yang paling populer dan selalu menjadi pesan berbagai pergerakan Islam, dai, mubaligh dan tokoh Islam di manapun, baik di Indonesia maupun di belahan dunia Islam lainnya,” kata Haedar Nashir.
”Mari gelora Islam rahmatan lil alamin ini kita bumikan di negeri tercinta. Islam yang membawa damai, Islam yang membawa persaudaraan dan Islam yang menyatukan keragaman. Islam yang menebar segala kebaikan untuk kemajuan peradaban kaum muslim maupun bangsa dan kemanusiaan semesta,” ajaknya.
Ketika ada sebagian orang mengalami kecemasan, ada sebagian orang yang mempraktikkan Islam yang beraura pada kekerasan, eksklusif atau tertutup, dan tidak menghargai keragaman, yang sesungguhnya itu merupakan minoritas yang timbul dari berbagai sebab.
”Maka hadirnya program Dai Agen Perdamaian dengan keagamaan Islam rahmatan lil alamin sungguh tepat dan relevan dengan situasi yang diperlukan,” terangnya.
Kedua, sambungnya, para dai untuk mewujudkan Islam sebagai dinur rahman, Islam sebagai dinul ihsan, sebagai dinul tanwir dan Islam sebagai dienul hadharah. Diperlukan strategi dan cara berdakwah.
”Cara kita menyebarluaskan Islam dan cara mewujudkan Islam yang pangkalnya pada al-Quran surat an-Nahl ayat 125 yang selalu kita jadikan rujukan dalam cara kita berdakwah. Pemimpin yang mengajak kepada jalan Allah dengan cara hikmah. Perpaduan antara nash dan akal serta ilmu yang melahirkan hikmah atau kebijaksanaan dalam kita berdakwah sesuai dengan kondisi dan situasi yang kita hadapi,” paparnya.
Berdakwah, sambungnya, juga perlu dengan mauizhatul hasanah atau dengan cara edukasi yang baik. Kita akan menghadapi berbagai macam lapisan masyarakat.
”Kualitas keberagamaan, kondisi kehidupan, alam pikiran dan latar belakang yang berbeda, baik muslim maupun dalam masyarakat luas yang tidak bisa kita sama ratakan. Di situlah pentingnya dakwah yang mauidhatul hasanah,” terangnya.
Juga ketika kita berbeda pandangan dengan orang lain, pihak lain dan objek dakwah atau sasaran dakwah. Berbeda baik dalam pemikiran maupun dalam cara beragama dan cara hidup. Serta mungkin juga berbagai macam golongan dan orientasi kehidupan.
”Maka ketika kita harus berdialog atau berdiskusi, maka beradu argumentasilah dengan argumen-argumen yang terbaik. Bukan dengan cara menang-menangan. Dan agar kita punya argumentasi yang terbaik maka setiap dai memerlukan kualitas yang mumpuni,” ujar guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Ketiga, menurutnya, penguasaan ilmu pengetahuan dan metode-metode khusus dalam berdakwah. Lebih-lebih menyuarakan Islam damai, Islam pencerahan dan Islam berkemajuan.
”Dakwah tanpa ilmu tentu akan sempit dan tidak akan meluas, baik ilmu keagamaan secara khusus maupun ilmu-ilmu pengetahuan umum dalam berbagai bidang,” tegasnya.
Maka, ujarnya, para dai dalam menyebarluaskan Islam dan mendakwahkan Islam perlu dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani. Bayani yang menyangkut atau menyentuh aspek tekstual yaitu teks al-Quran dan hadits. Ilmu pengetahuan yang juga harus kaya dan interkoneksi dengan ayat, dengan hadis dan rujukan keilmuan lainnya agar tidak sempit teksnya.
”Juga burhani pendekatan ilmu pengetahuan dan konteks serta pemikiran. Kaya multiperspektif dan interkoneksi agar kita kita dalam berdakwah kaya dengan berbagai pemikiran dan khazanah keilmuan,” urainya.
“Juga menyangkut aspek irfani atau ihsan berdakwah. Hal itu menyangkut rasa, hati, menyangkut manusia yang bukan robot dan bukan tanpa rasa dan hati. Hatta terhadap mereka yang kita pandang salah sekalipun. Orang yang salah pun punya rasa dan hati serta dia adalah manusia. Beramar makruf nahi munkar pun perlu irfani agar dakwah sampai ke rasa, sampai ke hati mereka yang kita dakwahi,” imbuhnya.
Lebih-lebih kita para dai dan selaku muslim, sesempurna apapun maka kita juga punya kekurangan, tidak lepas dari kesalahan dan keliru.
”Maka tidak boleh merasa paling benar, paling suci, paling dekat dengan Allah lalu kita menjadi arogan dalam beramar makruh nahi munkar,” tuturnya.
Terakhir pesan Haedar Nashir keempat, tandas dia, dakwah dalam bentuk apapun dan membawa pesan apapun perlu amaliyah dan uswah hasanah. Islam hadir untuk diamalkan. Islam itu dinul amal dan KH Ahmad Dahlan memelopori Al-Maun untuk membuktikan bahwa Islam itu harus diamalkan dalam kehidupan.
”Amaliyah itulah yang melahirkan amal usaha di berbagai bidang kehidupan yang dilakukan oleh Muhammadiyah yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Meskipun gerak amal usahanya bidang pendidikan ekonomi, kesehatan dan sosial, tetapi semuanya lahir dari ruh Islam,” ungkapnya.
Lahir dari pemikiran Islam sehingga bukan wilayah yang sekuler dan terpisah dari diniyah atau dari dimensi keagamaan itu sendiri. Bahkan merupakan wujud dan aktualisasi dari Islam. Sehingga amaliyah itulah yang membedakan Muhammadiyah dari gerakan yang lain.
Seraya dengan itu, ajaknya, para dai dituntut menjadi uswah hasanah. Kita sebagai anggota, lebih-lebih sebagai kader, mubaligh dan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah di manapun berada harus menampilkan diri sebagai uswah hasanah.
“Sehebat-hebat teori dan penguasaan tentang Islam baik klasik maupun modern. Bahkan sehebat-hebat referensi dan rujukan kita tentang Islam, kunci yang paling nyata adalah apakah Islam itu kita wujudkan dalam praktek hidup nyata kita selaku muslim. Dalam wujud keteladanan atau uswah hasanah,” tegasnya.
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto