DN Aidit Bekas Santri yang Jadi Gembong PKI, ditulis oleh Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur; penulis buku-buku inspiratif.
PWMU.CO – September merupakan bulan hitam bagi Indonesia. Dua kali PKI menikam dari belakang. Pemberontakan Madiun September 1948. Lalu diulang lagi September 1965 lewat G30S. Tulisan ini untuk mengingat September Hitam itu.
Masih ingat nama DN Aidit? Setelah pemberontakan G30S/PKI gagal, masyarakat antikomunis nggeruduk rumah dinas DN Aidit, tokoh tertinggi PKI, di Jl. Pegangsaan Barat 4 Menteng Jakarta. Tapi orangnya sudah melarikan diri dan bersembunyi, entah di mana. Dari rumah itu Prof Salim Said, seorang wartawan yunior saat itu, mendapatkan pita rekaman
“Saya menduga rekaman itu berisi dokumen politik penting. Ketika rekaman itu kami putar, ternyata isinya pengajian Islam yang dimulai dari pembacaan ayat suci al-Quran. Di kemudian hari saya mendapat informasi, pada masa kecil di kampungnya Aidit beberapa kali menamatkan kita suci al-Quran. Konon juga dikenal di lingkungannya sebagai pembaca al-Quran yang fasih,” tulis Salim dalam bukunya Gestapu 65, PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto.
Bahkan Aidit karena punya suara yang keras dan lantang sering menjadi muadzin. Saat itu belum banyak pengeras suara. Juga karena ngajinya bagus dan suara jelas maka sering diminta menjadi qari’ dalam pengajian.
Bagaimana seorang yang tekun mengaji, muadzin, seorang qari’ bisa menjadi orang pertama dalam Partai Komunis Indonesia? Otak G30S/PKI yang dahsyat itu?
Masa Kecil Aidit
Menururt Wikipedia, masa kecilnya tumbuh dalam keluarga yang sangat religius. Nama aslinya Ahmad Aidit. Orang sekitar memanggilnya Amak. Setiap hari setelah pulang sekolah, Amak dan adik-adiknya belajar mengaji diasuh Abdurrahim, pamannya. Orang-orang sekampung mengenal Ahmad sebagai anak yang alim, rajin ke masjid dan pandai mengaji.
Ayahnya, Abdullah Aidit berasal dari Minangkabau lalu hijrah ke Belitung. Abdullah aktif dalam kegiatan Islam, dihormati masyarakat Belitung. Pelopor pendidikan. Dia salah seorang pendiri sekolah Nurul Islam di Belitung yang berpaham Muhammadiyah.
Aidit semakin dekat Bung Karno. Dia diangkat menjadi Menteri Koordinator dan Wakil Ketua MPRS. Dia juga berhasil mendorong Bung Karno membubarkan Masyumi dan PSI. Kedudukan PKI semakin kokoh ketika Bung Karno mencetuskan Nasakom
Ahmad Aidit lahir di Belitung 30 Juli 1923. Ayah dan ibunya sangat religius dan dihormati masyarakat Belitung. Ahmad Aidit kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dagang di Jakarta. Dari situ dia mengenal politik. Dia belajar teori Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda yang di belakang hari berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Tampaknya pendidikan agama Aidit waktu kecil belum cukup kuat melawan komunisme yang dianggap lebih progresif.
Lewat aktivitasnya dia mengenal tokoh-tokoh utama Indonesia seperti Bung Karno, Bung Hatta, Chairul Saleh, Adam Malik, Moh. Yamin dan tokoh lainnya. Kecakapan dan kecerdasan Aidit membuat Bung Hatta berharap banyak kepadanya. Dia menjadi orang kesayangan Hatta. Namun ketika Hatta tahu garis politik Aidit maka keduanya berpisah jalan.
Pergaulan Aidit terus meluas. Dia lalu membuang nama Ahmad. Mungkin merasa tidak nyaman. Lalu diubah menjadi Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit. Dia berusaha membangun kembali komunis setelah terpuruk akibat pemberontakan Madiun September 1948.
Dibuatnya organisasi sayap. Ada Pemuda Rakyat untuk pemuda, Gerwani untuk ibu-ibu. BTI untuk petani. Lekra untuk seniman. Dia juga mendukung Marhenisme untuk mengambil hati Bung Karno. Dia berkunjung ke Uni Soviet dan RRT demi kemajuan komunis. Akhirnya komunis di Indonesia menjadi tiga besar di dunia setelah Uni Soviet dan RRT. Dalam pemilu tahun 1955 PKI berhasil menjadi partai empat besar, setelah PNI, Masyumi, dan NU.
Aidit semakin dekat Bung Karno. Dia diangkat menjadi Menteri Koordinator dan Wakil Ketua MPRS. Dia juga berhasil mendorong Bung Karno membubarkan Masyumi dan PSI. Kedudukan PKI semakin kokoh ketika Bung Karno mencetuskan Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis) sebagai tiang utama pembangunan Indonesia yang revolusioner.
Tetapi DN Aidit belum puas dengan apa yang dicapai. Keinginannya adalah berkuasa dan mengganti Pancasila dengan paham komunis. Apalagi menurut dia,Bung Karno mulai sakit-sakitan. Jika Bung Karno meninggal maka tempat bersandar tidak ada. Maka berkuasa harus dipercepat. Aidit lebih cenderung pada cara Mao Zedung dari RRT yaitu merebut kekuasaan. Bila perlu dengan kekerasan, seperti yang dilakukan di RRT. Kelompok antikomunis paling kuat kini tinggal angkatan bersenjata, terutama Angkatan Darat.
Maka dalam pemberontakan G30S/PKI enam jenderal utama Angkatan Darat dan seorang perwira diculik. Lalu dibunuh secara keji dengan alasan mereka ini akan menggulingkan Bung Karno lewat gerakan Dewan Jenderal. Hanya Jenderal Nasution yang lolos. Tetapi anaknya, Ade Irma Suryani Nasution mati tertembak oleh para penculik. Pak Harto tidak menjadi target karena saat itu sebagai jenderal yang mungkin ketokohannya dianggap belum menonjol.
Namun dalam waktu singkat, tidak sampai dua hari, atas komando Soeharto tempat-tempat vital seperti RRI, PLN, dan Bandara Halim Perdana Kusuma yang dikuasai pemberontak berhasil direbut kembali oleh Angkatan Darat terutama lewat pasukan RPKAD atau sekarang disebut Kopassus. Sejak itu pemberontakan telah digagalkan. Para tokoh pelakunya diburu. Tentu saja DN Aidit menjadi salah satu target utama.
Kematian Tragis Bekas Santri
Kolonel Yasir Hadibroto saat itu berada di Sumatera Utara untuk operasi ganyang Malaysia. Setelah terjadi G30S/PKI dia dan pasukannya dipanggil ke Jakarta. Langsung menghadap Pangkostrad Mayjen Soeharto. Mendapat tugas baru.
“Kolonel Yasir, di mana kamu dulu ketika terjadi pemberontakan Madiun tahun 1948?” tanya Suharto.
“Saya waktu itu baru dihijrahkan dari Jawa Barat. Kompi saya lalu mendapat tugas menghadapi tiga batalyon komunis di daerah Wonosobo Pak,” jawab Yasir.
“Nah, yang memberontak sekarang adalah anak-anak PKI Madiun dulu. Sekarang bereskan itu semua. DN Aidit ada di Jawa Tengah. Bawa pasukanmu ke sana.”
“Siap, Kerjakan!” jawab Yasir, seperti dia kisahkan kepada Kompas, 5 Oktober 1980.
Aidit pergi ke Yogyakarta. Mula-mula tidak untuk melarikan diri tetapi melakukan konsolidasi partai. Aidit lalu pergi ke Semarang, Boyolali, Blitar, dan Surakarta. Dia juga berkeliling Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun akhirnya Aidit tidak bisa berbuat banyak setelah RPKAD mengobrak-abrik semua kekuatan PKI.
Yasir tidak tahu Aidit di mana bersembunyi. Ada dugaan di daerah Surakarta karena wali kotanya adalah kader utama PKI. Tapi di mana dia bersembunyi? Kolonel Yasir lalu melibatkan Sri Harto, seorang intel AD yang diselundupkan ke PKI. Sri Harto bahkan ikut ditahan. Lalu dilepas dari tahanan untuk melacak keberadaan Aidit. Sri Harto berkawan baik dengan banyak kader PKI. Sri Harto telah berhasil mendekati pengawal Aidit, mendapat informasi dan kepercayaan dari mereka.
Dalam pengakuan kepada Kompas, 29 September 1985, Sri Harto tahu informasi tempat Aidit dari Siswadi, Ketua Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) Surakarta. Malah Siswadi minta tolong kepada Sri Harto untuk dicarikan rumah tempat persembunyian Aidit. Kesempatan itu dipergunakan Sri Harto melapor dan merencanakan penyergapan. Kolonel Yasir lalu melakukan strategi pengelabuan agar para penjaga Aidit berkurang kewaspadaannya.
Kolonel Yasir mengadakan sebuah apel yang bisa disaksikan masyarakat umum. Yasir menyatakan bahwa Kota Surakarta kini aman. Para prajurit diperbolehkan cuti sepekan. Sementara itu Sri Harto semakin dipercaya membantu persembunyian Aidit. Akhirnya Sri Harto yang dipercaya membawa Aidit pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tentu saja keberadaan Aidit selalu bisa diketahui Yasir lewat Sri Harto.
Penangkapan Aidit telah ditetapkan. Sri Harto membawa Aidit bersembunyi di rumah Kasim, seorang kader PKI. Lokasinya di belakang Stasiun Solo Balapan. Pukul 19.00 dilakukan penyergapan. Tetapi anehnya Aidit tidak ditemukan di rumah Kasim. Padahal Sri Harto sendiri yang membawa Aidit ke rumah itu. Akhirnya Kasim dipanggil. Dari interogasi, Kasim mengatakan bahwa Aidit bersembunyi dalam almari. Tertutup pakaian dan ada pintu rahasia. Dengan keterangan Kasim akhirnya Aidit dapat ditangkap pada 22 November 1965.
Ketika ditangkap Aidit sempat menggertak: “Kamu tahu yang kamu hadapi ini Menko dan Wakil Ketua MPRS!”. Sejenak pasukan itu tertegun. Tetapi segera tenang lalu Aidit tetap ditangkap. Kepada Yasir, Aidit minta dipertemukan dengan Bung Karno untuk mengambil keputusan. Tetapi tidak dikabulkan. Yasir berpendapat kalau diserahkan Bung Karno maka urusannya jadi berubah.
Setelah ditangkap dengan diborgol Aidit dibawa ke Boyolali, 23 November 1965. Yasir kemudian membelokkan mobilnya ke markas Batalyon 444. Lalu bertanya kepada Mayor Trisno, komandan Batalyon, apakah ada sumur di tempat itu. Trisno menunjuk sumur tua di belakang markas. Di tepi sumur itu Aidit diberi kesempatan untuk menyampaikan kata terakhir.
Namun Aidit menggunakan kesempatan itu berpidato berapi-api. Seruan terus menghidupkan PKI. Pasukan emosi dan tidak sabar. Untuk menghentikan pidato Aidit maka beberapa peluru menembus tubuhnya. Aidit meninggal. Diduga mayatnya dimasukkan ke dalam sumur tua itu. Setelah ditimbuni tanah lalu ditutup dengan pohon pisang dan lainnya. Sampai sekarang tidak diketahui di mana persisnya kubur Aidit.
Ketika Kolonel Yasir bertemu Soeharto dan melaporkan bahwa Aidit sudah dibereskan seperti yang diperintahkan, Pak Harto hanya tersenyum.
Aidit menjadi komunis setelah di Jakarta. Pergaulan dan lingkungan bisa sangat menentukan langkah dan pilihan hidup kita.
Nur Cholis Huda
Pelajaran
Pelajaran apa yang bisa diambil dari kehidupan Aidit? Seorang santri yang dimasa kecilnya tekun mengaji bisa menjadi tokoh utama komunis. Aidit menjadi komunis setelah di Jakarta. Pergaulan dan lingkungan bisa sangat menentukan langkah dan pilihan hidup kita.
Hidup memang menghadapi banyak persimpangan jalan. Ingat pesan al-Quran al-An’am 153: Waanna hadza siraati mustaqiman fattabiuhu (inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah).
Nabi ketika membaca kalimat ini membuat satu garis lurus. Lalu membaca lanjutan ayat: wa la tattabius subula fatafaraqa bikum an sabilihi (dan jangan ikuti banyak jalan ini. Kamu bisa berpisah dengan jalan Tuhanmu). Membaca ayat itu Nabi membuat coretan banyak di kiri kanan dari jalan lurus itu. Ini menggambarkan demikian banyak cabang jalan yang menyesatkan kita dari jalan lurus itu.
Aidit melangkah tidak di jalan lurus tetapi belok ke cabang jalan di kiri kanan jalan lurus. Maka dia berpisah jauh dari jalan Tuhan.
Itulah sebabnya setiap shalat kita mohon ditunjukkan jalan yang lurus. Ihdinas shirathal mustaqim. Tunjukkanlah hamba jalan yang lurus. Bukan jalan cabang kiri kanan yang membuat orang tersesat. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni