Jenazah Telanjur Dikuburkan ala Covid-19, Din Syamsuddin Minta Keluarga Ikhlas. Dalam Pengajian Virtual Orbit itu, sang pembina mengatakannya, Kamis (9/9/21).
Di tengah sesi diskusi, salah satu pertanyaan datang dari Mardliyah, peserta asal Semarang. Dia menanyakan, “Bagaimana jika keluarga mengotot untuk memindahkan jenazah yang sudah telanjur dikuburkan di kuburan Covid-19 ke pemakaman umum?”
Telanjur Dikuburkan Covid-19?
Mardliyah sering menemui jenazah yang belum diketahui hasilnya positif atau negatif Covid-19, tapi ketika meninggal dikuburkan di kuburan Covid-19. Setelah dikuburkan, ternyata hasilnya keluar negatif. Padahal, sebelum dimakamkan dengan protokol Covid-19 itu sudah ada persetujuan keluarga.
Mama Dedeh menjawab, dalam ilmu fikih, kalau ada orang yang meninggal dunia, ada kewajiban bagi orang yang hidup. Kata dia, ini sesuai firman Allah, “Aku melihat keturunan Adam, walaupun meninggal, di antara cara memuliakan Allah ada empat kewajiban: memandikan, mengafankan, menyalatkan, dan menguburkan.”
Kemudian, dengan iringan tawa khasnya, dia mempersilakan Din Syamsuddin melengkapi jawabannya.
Din Syamsuddin membenarkan jawaban seniornya di IAIN Jakarta (sekarang UIN Jakarta) itu. Din lalu mengajak untuk mengikhlaskan orang-orang terdekat yang telah dipanggil pulang Allah SWT. “Yang paling penting, kita iringi dengan doa, insyaallah akan menuju ke jannah-Nya,” imbaunya.
Dia juga mengingatkan hadits tentang seseorang yang menderita sakit akan diampuni segala dosa-dosanya. “Maka Allah akan mengampuni segala keburukan-keburukannya, dosa-dosanya, seperti sebuah pohon menggugurkan daun-daunnya,” terangnya.
Siapkan New Normal
Menanggapi harapan Mama Dedeh, jangan sampai corona merayakan ulang tahunnya yang ke-2, Din Syamsuddin mengajak bersikap optimis dalam menghadapi musibah yang berkepanjangan. Sekaligus menyiapkan diri untuk menghadapi kematian.
Bagi yang ditakdirkan dengan kesehatan dan keafiatan, meski dia menyadari di antara mereka banyak yang bergelar lulusan Covid (LC), Din Syamsuddin mengajak untuk menyiapkan new normal life.
“New normal life bukan kembali ke masa sebelum Covid, tidak! Ke sebuah kehidupan baru, yang tadi mama Dedeh sebutkan hayatan thayyibatan,” terang Din. “Sambil kita perbaiki apa-apa yang telah kita lakukan pada masa lampau,” tuturnya.
Pengajian rutin komunitas lintas karya tersebut dihadiri berbagai pekerja seni atau artis, baik pemain sinetron, penyanyi, pelawak; jurnalis, profesional, pemimpin ormas Islam dan wanita, dan politisi berbagai partai politik. “Pesertanya seIndonesia dan juga dari mancanegara,” ujar Din Syamsuddin dalam sambutannya.
Dua Jenis Nafsu
Sebelumnya, di ruang Zoom itu, Pendakwah bernama lengkap Dedeh Rosidah Syarifudin atau yang lebih dikenal dengan Mama Dedeh juga menjawab pertanyaan salah satu peserta.
Moderator Fetty Fajrianti membacakan pertanyaan tentang cara menangani orang yang mudah tersulut emosinya sebagai imbas pandemi Covid-19. Sehingga, dia menjauh dari kebiasaan beribadah yang selama ini rutin dilaksanakan.
Mama Dedeh menerangkan, emosi adalah hawa nafsu. “Allah ciptakan malaikat dengan akal tanpa nafsu. Allah ciptakan manusia dengan akal dan nafsu,” ucap dia.
Perempuan kelahiran Ciamis, 5 Agustus 1951 itu lantas mengingatkan penggalan firman Allah SWT dalam QS Yusuf ayat 53:
اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ
“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong manusia berbuat jahat, kecuali nafsu yang mendatangkan rahmat dari Allah,” jelas Mama Dedeh.
Perempuan berusia 70 tahun itu menerangkan, melalui ayat ini, Allah menunjukkan nafsu terbagi dua. Pertama, nafsu amarah yang menjauhkan manusia dari Allah SWT. “Selalu mengajak manusia berbuat jahat, didorong setan,” terangnya. Kedua, lanjutnya, nafsu yang mendapat rahmat Allah SWT.
Cara Tangani Emosi
Untuk mendapatkan jawaban cara menangani emosi yang mudah tersulut, Mama Dedeh mengajak peserta melihat QS Ali Imran ayat 191: رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ
Artinya, tidaklah Allah menciptakan sia-sia. Termasuk, Mama Dedeh mencontohkan, bagaimana Allah menciptakan binatang yang jalannya merangkak, sehingga antara kepala tempat otak dan kemaluan tempat nafsu posisinya setara.
Sedangkan, manusia jalannya tegak berdiri, sehingga posisinya lebih tinggi kepala daripada kemaluannya. “Artinya apa, kalau kalian merasa manusia, setiap ada masalah, setiap menghadapi hidup, pakai akal sehat, pakai otak, jangan pakai nafsu!” tuturnya.
Dia menekankan, jika manusia mengedepankan nafsu, maka dia jauh dari ketakwaan. Ini sebagaimana dalam QS Ali Imran ayat 184: “Kendalikan hawa nafsu, maafkan kesalahan orang, berbuat baik kepada orang yang sudah dimaafkan,” ungkapnya.
Dia menyatakan, “Orang yang kuat bukan orang yang bisa membanting lawannya, tapi orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunya dengan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.”
Cara mengendalikannya, pertama, mengucap taawudz dan basmalah. Selain itu, Mama Dedeh menyarankan berwudhu. “Karena nafsu di hati hanya bisa padam dengan air,” ujar Lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Jika masih belum reda emosinya, dia menganjurkan sebagaimana anjuran Rasul untuk mengerjakan shalat 2 rakaat. Cara lainnya, kata Mama Dedeh, adalah mengubah posisi. “Kalau sedang berdiri, duduk. Kalau duduk masih marah, dia berbaring,” imbaunya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni