PWMU.CO – UMSurabaya siap menggelar MOX (Mastama, Ordix, dan Expo Kampus) pada tanggal 16-26 September 2021 dengan tema Belajar di Era Baru. Matsama adalah masa taaruf mahsiswa sedangkan ordix akronim orientasi pendidikan.
Wakil Kepala Badan Administrasi, Kemahasiswaan, dan Alumni (BAKAI) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Junaedi Feri Effendy mengatakan tagline itu bertujuan agar mahasiswa terus aktif belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
Sebab, menurutnya, proses pembelajaran harus terus bergerak dan beradaptasi karena kondisi belajar mengalami banyak perubahan di era pandemi Covid-19 ini.
“Mahasiswa harus siap dengan segala bentuk pembelajaran baru. Tidak bisa menyalahkan kondisi karena pandemi. Karena kondisi yang memaksa kita untuk terus beradaptasi dengan persoalan yang kita hadapi,” terangnya pada mahasiswa baru UMSurabaya dalam acara technical meeting (MOX) live melalui YouTube, Senin (13/9/2021).
Sinkornus dan Asinkronus
Untuk konsepnya, Junaidi melanjutkan, ada sinkronus dan asinkronus. Maksud dari sinkronus adalah antara pengajar dan pelajar terhubung dalam proses pembelajaran.
“Seperti saat ini, kita panitia di kampus sedangkan para mahasiswa baru di rumah masing-masing. Jadi meskipun jauh secara fisik, tapi hati kita dekat,” jelasnya.
Sedangkan asinkronus, sambung dia, adalah metode yang menuntut mahasiswa untuk berproses secara mandiri. Dosen akan meng-upload materi dalam bentuk video maupun karya-karya lain, kemudian mahasiswa bisa kapan saja dan di mana saja memahami video tersebut. “Artinya, mahasiswa sangat fleksibel untuk mendapatkan ilmu baru,” ujarnya.
Atasi 4 Masalah Belajar Daring
Junaedi memaparkan, ada empat persoalan aktual yang harus dihadapi saat ini, baik oleh pelajar maupun mahasiswa.
Pertama, pembelajaran jadi membosankan dan tidak menginspiratif.
“Kan kalau Zoom terus pasti membosankan. Dari pagi hingga sore di depan laptop terus. Ini menjadikan mahasiswa masih memiliki batasan ruang dalam pembelajaran,” ujarnya.
Kedua adalah asosial. Belajar di rumah terus membuat berkurangnya kepedulian terhadap sesama. “Bisa menghilangkan rasa empati terhadap orang lain,” terangnya.
Ketiga, tidak egaliter. “Karena itu nantinya akan ada satu proyek besar yang seluruh mahasiswa akan terus terlibat.
Dan yang terakhir adalah tidak adanya pemerataan akses.
“Karena empat faktor itulah kami membuat MOX ini mengutamakan keaktifan mahasiswa. Tidak melulu dihadapan layar terus. Kami memerdekakan mahasiswa dengan belajarnya,” kata Junaedi. (*)
Penulis Azmi Izuddin Editor Mohammad Nurfatoni