PWMU.CO – Pesan untuk Kader Ulama Tarjih, Menulis Tak Sesulit Berkhutbah (menurut KBBI, yang benar khotbah). Demikian Pemimpin Redaksi PWMU.CO Drs Mohammad Nurfatoni menerangkannya di Workshop Penulisan Berita sebagai Sarana Dakwah, Ahad (12/9/21) pagi.
Ada 70 peserta hadir di Kajian Lintas Generasi Seri 2 yang digelar Program Pendidikan Ulama Tarjih (PPUT) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Sebelumnya, peserta yang terdiri dari mahasiswa dan alumni PPUT UMM itu menyimak suguhan materi Kepala Divisi PPUT UMM Agus Supriadi Lc MHI.
Pengaderan Ulama
Di hadapan para kader ulama dari Program Pendidikan Ulama Tarjih (PPUT) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, Fatoni mengaku bangga hadir di antara mereka. “Saya sangat bangga karena PPUT UMM ini bagian dari proses pengaderan ulama,” ucapnya.
Mengingat, lanjutnya, Muhammadiyah sedikit kekurangan ulama dibandingkan organisasi Islam lainnya. “Banyak sekolah yang ingin punya pesantren tapi kesulitan mendapat pengasuh,” ungkap ayah dari lima anak itu.
Fatoni lantas meluruskan tugas penting ulama masa kini. “Tugas ulama masa kini tidak hanya berceramah atau membina melalui lisan, tetapi ulama yang paripurna itu adalah mereka yang bicara, ceramah, atau khotbahnya bagus; tetapi juga tulisan-tulisannya bagus,” terangnya.
Menurutnya, Buya Hamka adalah contoh ulama yang mampu berceramah secara lisan maupun tulisan dengan sama-sama baiknya. Demikian pula harapan Fatoni terhadap ulama tarjih UMM yang dia nilai relevan dengan tujuan penyelenggaraan workshop ini. “Mengasuh umat dengan nasihat lisan, tapi juga mampu memberikan dakwah secara tulisan,” tutur dia.
Menulis Tak Sesulit Berkhutbah
Fatoni yakin para peserta telah belajar dan mampu berkhutbah dengan baik. “Saya membayangkan para peserta nantinya banyak berkhotbah,” ungkapnya.
Dalam webinar via Zoom Meeting itu, dia menegaskan, menulis tak sesulit berkhotbah. Inilah yang menginspirasi Fatoni membuat judul materinya.
Karena, lanjutnya, dalam berkhotbah ada syarat dan rukunnya. “Nggak boleh hilang, kalau hilang nanti nggak sah khutbahnya!” tegas Penulis Buletin Hanif sejak tahun 1997 itu.
Berbeda dengan menulis. Meski ada syaratnya, jika penulis tidak mengikutinya, maka tidak ‘batal’. “Kurang akurat saja (tulisannya),” ujarnya.
Maka dia berharap, selain menulis berita, nantinya ulama PUTM UMM juga bisa menulis fikih atau hukum-hukum Islam. Tujuannya, agar hukum-hukum Islam yang Muhammadiyah tulis tidak ‘tenggelam di dasar Google’. Bahkan, saat mencari surat al-Quran, maka yang muncul pertama adalah detik.com dan kumparan.com.
Fatoni menduga penyebabnya, “Karena ulama-ulama Muhammadiyah enggan menulis di internet.” Kalaupun ditulis, lanjutnya, tidak memperhatikan kaidah SEO (search engine optimization atau optimisasi mesin pencari).
Alasan Menulis
Pertama, Fatoni menegaskan, tulisan bisa menjangkau pembaca di area yang lebih luas. “PWMU.CO tidak hanya dibaca di Indonesia, di luar negeri juga!” ungkap penulis buku Tuhan yang Terpenjara itu.
Jika khotbah disampaikan secara lisan hanya menjangkau ratusan orang yang hadir, Fatoni menerangkan, jangkauannya bisa lebih dari itu jika disampaikan lewat tulisan. Misalnya, tulisan Nadjib Hamid yang viral kini telah dibaca ratusan ribu pembaca PWMU.CO.
Kedua, jejak tulisan “abadi”. Maksudnya, ketika tulisan itu dicari pembaca, bisa dibaca lagi. Begitupula ketika ada yang memviralkan tautannya, bisa dibaca lagi. “Tulisan-tulisan lama PWMU.CO itu akan muncul lagi kalau ada momen,” terangnya.
Contohnya, ketika sekarang erat dengan momentum PKI, jika ada orang yang mencari di Google tentang PKI, tulisan-tulisan PKI akan muncul lagi.
Semua Bisa Tembus PWMU.CO
Sebelumnya, ketika mengenalkan profil PWMU.CO, Fatoni menyatakan semua bisa menulis (mengirim tulisan) di portal berita yang dia pimpin itu. “Menembus PWMU.CO mudah, karena semua bisa menulis untuk PWMU.CO,” ungkapnya.
Tapi, imbuhnya, tulisan yang masuk di meja redaksi itu tidak mudah untuk segera diunggah. Harus melalui proses penyuntingan. Sebab, berita yang sudah PWMU.CO unggah harus memenuhi standar jurnalistik. Selain itu, tulisannya harus enak dibaca dan menginspirasi.
Dia menegaskan, PWMU.CO berbeda dengan portal berita sejenis yang begitu menerima naskah langsung mengunggahnya. “Tanpa banyak editan, bahkan tidak ada editing sama sekali,” terangnya.
Belajar Metode Stabilo
Justru dari proses pembelajaran hasil editing dengan ‘Metode Stabilo’ ini, kata Fatoni, bisa lahir jurnalis-jurnalis hebat. “Tulisan sebelum diedit dibandingkan (dengan) tulisan setelah editing, nanti perubahannya diberi warna,” tuturnya.
Dia mengisahkan, kalau zaman dulu, kontributor ngeprint (mencetak) tulisan yang sudah PWMU.CO muat, lalu menstabiloi. “Kalau sekarang, digital, diberi blok-blok warna,” jelas Fatoni.
Fatoni pun menekankan, proses itulah yang akan mengasah kontributor. “Karena setiap menulis ada perubahan, dipelajari, nanti di tulisan selanjutnya (kesalahan) tidak boleh diulang, nanti akan lahir penulis hebat dari PWMU.CO,” ungkapnya.
“Yang kalau kita lepas, dia liputan berita itu sudah setara dengan Kompas (dan) Tempo,” lanjut pria kelahiran Lamongan itu.
Ketika meliput sebuah acara, para kontributor bisa melahirkan lebih dari tiga tulisan berita. Dia mencontohkan, dari liputan Pengajian Orbit Virtual (9/9/21) yang diselenggarakann Din Syamsuddin, telah terbit lima berita. Dua berita di antaranya viral dengan pembaca lebih dari 5 ribu orang. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah