PWMU.CO – Moderat Beragama dalam Kisah Tiga Cincin. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Karakter Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Khozin MSi mengisahkannya dalam Kajian Lintas Generasi Seri 2, Ahad (12/9/21) pagi.
Di Workshop Penulisan Berita sebagai Sarana Dakwah yang digelar Program Pendidikan Ulama Tarjih (PPUT) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, hadir 70 peserta.
Mereka mengnghadirkan dua pemateri andal: Kepala Divisi PPUT UMM Agus Supriadi Lc MHI dan Pemimpin Redaksi PWMU.CO Drs Mohammad Nurfatoni.
Sampaikan Visi Misi Nonprovokasi
Dalam keynote speech pagi itu, Khozin menyampaikan, ada visi misi tertentu yang ingin penulis sampaikan dalam tulisannya. “Sejarawan kalau menulis punya misi tertentu, untuk menyampaikan bahkan membalikkan fakta-fakta sejarah,” ujarnya.
Karena, lanjutnya, sejarah juga dipengaruhi siapa penulisnya. Begitu juga ketika para peserta nantinya menulis untuk berdakwah—menyampaikan pesan atau risalah Islam untuk kepentingan kemanusiaan—tentu ada visi-misi yang diperjuangkan.
Khozin mengungkap, persyarikatan Muhammadiyah tidak menghendaki tulisan provokasi—berat sebelah, ke kiri atau kanan—di luar bingkai persyarikatan dan misi Islam.
Dia lantas mengingatkan makna penggalan surat al-Alaq ayat ke-5, Alladhi allama bil-qalam “Untuk mendapatkan pengetahuan bagi orang-orang biasa, dipandang tidak ada cara lain kecuali dengan membaca!” tegas dosen di Fakultas Agama Islam itu.
Mengingat, pengetahuan yang para ilmuwan kumpulkan secara perlahan, sedikit demi sedikit, ada dalam perpustakaan atau khazanah pengetahuan. “Karena itu, agar pikiran kita dibaca orang lain, maka kita harus menulis!” tuturnya.
“Tulisan bisa berupa berita atau apapun, yang penting kita berkarya melalui tulisan-tulisan kita,” ajak pria yang pernah menjabat Dekan periode 2005-2009 itu.
Ilmiah Akademik
Ada banyak bentuk tulisan. Misal, skripsi—tulisan deskriptif—yang termasuk tulisan ilmiah akademik, bersifat formal atau resmi. “Bagaimana seorang penulis skripsi, calon sarjana, menuliskan pikirannya, memotret realitas. Kemudian, dituangkan dalam bahasa tulis yang bersifat deskriptif,” ujarnya.
Contoh lainnya, tesis yang biasa mahasiswa S2 tulis. Tulisan ini lebih analitis. Khozin juga mencontohkan disertasi. “Tulisan akademik ini tidak sekadar deskriptif dan analitis, tapi sampai menuntut penemuan teori,” ungkap dia.
Baik skripsi, tesis, maupun disertasi, lanjut Khozin, kalau di luar negeri istilahnya hanya tesis. Dia menjelaskan, “Tesis itu pernyataan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.”
Kini, dia menerangkan, tulisan ilmiah itu orientasinya tidak sekadar ditulis lalu ditumpuk, melainkan diolah menjadi artikel yang bisa dipublikasikan di jurnal. Baik yang setingkat Sinta 1 seperti Scopus, Sinta 2 yang sudah terakreditasi, maupun Open Journal System. “Kalau sudah terpublikasi di Sinta 1 sampai 6, tulisannya dianggap sudah berbobot,” ujarnya.
Ilmiah Populer
Kedua, tulisan ilmiah populer. Jenis tulisan inilah yang menurutnya banyak ditulis oleh tokoh Muhammadiyah. “Karena memang ditulis dengan bahasa ringan, mudah dibaca, dan saya katakan ilmiah karena ada argumen yang beliau bagun,” ujarnya.
Menurutnya, sosok di lingkungan PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) Jatim yang biasa melahirkan tulisan ini yaitu Nur Cholis Huda. Khozin menyimpulkan setelah membaca buku Nur berjudul Anekdot Tokoh-Tokoh Muhammadiyah.
Dalam buku itu, Nur menjelaskan bagaimana para penganut agama itu harus mengembangkan sikap moderat dalam beragama. Salah satunya, dalam “Kisah Tiga cincin”.
Secara singkat, Khozin membagikan kisahnya. “Ada seorang bapak yang sudah tua mewasiatkan ke anaknya. Bapak itu hanya punya satu cincin pengasihan, siapa yang bisa mewarisi cincin itu, hidupnya akan dikasihi Tuhan dan sesama manusia,” tuturnya.
Karena anaknya ada tiga, bapak itu diam-diam menduplikasi cincin yang asli menjadi dua cincin lagi. Kemudian, masing-masing cincin diwariskan ke anak-anaknya, tapi mereka tidak tahu mana cincin yang asli.
Pesan Moderasi Beragama
Pesan yang ingin Nur sampaikan, ilustrasi cincin menunjukkan apakah agama itu sama benarnya? “Kalau ingin tahu kebenaran agama, buktikan bahwa masing-masing agama itu mewarisi rahmatan lil alamin ke kehidupan ini!” tegasnya.
Maksudnya, tidak boleh mengklaim kebenaran agama tanpa bisa membuktikan bahwa agama yang seseorang anut itu menjadi rahmat bagi alam semesta ini. Dengan memiliki cincin (agama) itu, lanjutnya, masing-masing harus bangga dengan cincinnya.
“Yang tidak boleh, menjelekkan atau memandang rendah cincin yang dipakai saudaranya! Masing-masing harus menghormati dan tidak boleh saling mengolok,” tuturnya.
Naratif di PWMU.CO
Jenis tulisan lainnya, naratif, menurutnya cocok dengan pelatihan penulisan berita di webinar itu. “Tulisan di PWMU.CO saya lihat banyak yang bersifat naratif,” ungkapnya.
Berdasarkan pengamatannya, tulisan naratif di portal berita tersebut berbekal kata kunci 5W1H dalam mengisahkan tokoh-toloh tertentu. Misal, tokoh Muhammadiyah yang banyak meninggal di masa pandemi ini.
“Tulisan naratif, tapi ada pesan di situ yang dibawakan agar para generasi Muhammadiyah itu bisa meneladani ketokohan (dan) perjuangan tokoh yang ditulis,” terangnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni