PWMU.CO – Kesenjangan antar kelompok pendapatan juga semakin memprihatinkan. Bagaimana mungkin 50 orang terkaya di Indonesia kekayaannya mencapai Rp1.236 triliun atau 13persen PDB? Bagaimana rasa keadilan ekonomi jika 0,2 persen penduduk, menguasai 66 persen aset lahan nasional?
Data Konsorsium Pembaruan Agraria tahun 2015 menunjukkan, sekitar 35 persen daratan Indonesia dikuasai 1.194 pemegang kuasa pertambangan. 341 diantaraanya kontrak karya pertambangan, dan 257 lainnya kontrak pertambangan batubara.
Demikian salah satu hasil kajian “Economic Outlook” Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bertempat di Hotel Sari Pan Pacific (14/12), halaqah ini membahas proyeksi dan dinamika perekonomian Indonesia 2017. Tentu saja berbasis pada realitas yang terjadi selama 12 bulan terakhir di 2016.
(Baca juga: Umat Islam Akan ‘Habis’ jika Tak Bangkit di Bidang Ekonomi dan Kasus Sari Roti: Hilangnya Etika Bisnis dan Kejumudan Politik)
Dalam pandangan MEK PP Muhammadiyah, sebagaimana keterangan yang dirilis ke PWMU.CO, problem dan realitas perekonomian saat ini sungguh memprihatinkan. “Tren ketimpangan ekonomi masyarakat semakin akut sejak era reformasi,” jelas Ketua MEK PP Muhammadiyah, Moh. Nadjikh.
Kondisi ini bisa dilihat dari sektor pertanian dan kelautan sebagai basis ekonomi rakyat, yang peran sektoralnya terus menurun. Kontribusi di sektor pertanian pada PDB menurun dari 15,19 persen menjadi 14,43 persen. Bahkan peran sektor kelautan hanya 3%.
“Di sisi lain 38,07 juta orang atau 26,14 juta rumah tangga yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Ironisnya, impor produk pertanian terus melonjak dari US$3,34 miliar hingga hampir 5 kali lipat menjadi US$14,90 miliar,” tambah Nadjikh.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Ada Corporate Asing Ancam Akan Hancurkan Muhammadiyah dan Din Syamsuddin: Liberalisasi, Tantangan Muhammadiyah Hari Ini)
Singkatnya, beberapa tantangan atas kondisi perekonomian saat ini diantaranya terkait dengan kesenjangan ekonomi sektoral, spasial, maupun antar kelompok pendapatan.
“Mendorong pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dengan meningkatkan akses kelompok masyarakat terhadap berbagai sumber daya ekonomi produktif harus diupayakan lebih serius, tertata, dan berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini masih terpinggirkan,” jelas Nadjikh.
“Muhammadiyah hadir untuk bisa berperan aktif dalam mendorong perekonomian nasional yang lebih berkeadilan, meningkatkan daya saing sektor-sektor potensial yang belum digarap serius, seperti pertanian, perikanan, UMKM, dan industri kreatif. Kami akan berupaya, bagaimana agar keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia bisa lebih berdaya saing,” kata Nadjikh.
(Baca juga: Ternyata, Para Cukong yang Menguasai Indonesia dan Ketika NPWP Bermakna: Nomer Piro Wani Piro)
Pada sisi lain, MEK PP Muhammadiyah juga berpandangan bahwa indikator kinerja makro ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa perekonomian nasional belum tumbuh sesuai harapan. Dari target awal pertumbuhan yang ditetapkan 5,3 persen yang kemudian dilakukan koreksi menjadi 5,1persen.
“Hingga triwulan-3 2016, pertumbuhan ekonomi secara kumulatif 5,04 persen. Dalam konteks kawasan, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif masih bagus. Dari sisi inflasi juga relatif tetap terjaga di angka 3,5 persen,” jelas MEK PP Muhammadiyah dalam rilis yang dikirim ke PWMU.CO.
Selanjutnya halaman …2