PWMU.CO – MI Muhammadiyah 2 Karangrejo, Manyar, Gresik (Mimdaka) meluncurkan buku karya siswa: Bait-Bait Rindu Mimdaka, Kamis (16/9/21).
Kepala Mimdaka Tineke Wulandari ST, menyampaikan buku karya siswa ini adalah wujud dari kerinduan mereka kepada sekolah di saat pandemi melanda. “Ungkapan kerinduan siswa Mimdaka akan sekolah, guru, dan teman-teman di sekolah,’’ ujarnya.
Cara Terbaik Mengatasi Rindu
Ike—sapaan akrab kepala Mimdaka ini—menjelaskan generasi Mimdaka telah menemukan cara terbaik untuk mengatasi rindu. “Yaitu dengan menuangkan perasaan dan ungkapan hatinya berupa tulisan yang terkumpul dari beberapa siswa yang menyetorkan tulisan,’’ tuturnya.
Dari naskah-naskah yang terkumpul, lanjutnya, kemudian diedit oleh tim editor Mimdaka. ‘’Antara lain Yana Firna Aisiyah, Hamdan Akhsani, dan Yuni Niami Asyhari, kemudian dibawa ke penerbit, diajukan ISBN-nya, dan akhirnya selesai dengan cepat,’’ ungkapnya.
Wanita kelahiran Sidoarjo ini mengungkapkan buku setebal 99 halaman yang ditulis oleh 44 penulis cilik generasi Mimdaka ini adalah produk literasi karya siswa selama pandemi. “Yang mana anak-anak terpaksa harus belajar dari rumah, karena pandemi,’’ katanya.
”Semua berkat kerja sama orangtua yang mendampingi anak-anak belajar dari rumah. Juga energi positif dari ustadz-ustsdzah Mimdaka yang selalu memberi semangat untuk anak-anak Mimdaka,’’ ungkapnya.
Bagi Ike buku Bait-Bait Rindu Mimdaka adalah sejarah bagi Mimdaka, karena ini adalah buku pertama yang dihasilkan oleh siswa Mimdaka. “Semoga karya ini menjadi inspirasi dan bisa memotivasi bagi anak-anak yang lain untuk bisa tumbuh karya-karya yang berikutnya,’’ ujarnya.
Aku Rindu Mimdakaku
Salah satu penulis buku Bait-Bait Rindu Mimdaka, Pramesheila Rengganis Putri Diony menceritakan isi tulisannya yang berjudul “Aku Rindu, Mimdakaku”. Dalam goresan penanya itu, dia menggungkapkan kesedihannya akan musibah ini. “Aku sedih harus berpisah dengan teman-teman dan guru,’’ ungkapnya.
Dia sedih adanya pandemi waktu belajarnya pun agak tertunda. “Aku harus menunggu mamaku sampai datang di sore hari untuk mendampingi belajar, belum lagi adikku yang kelas I di Mimdaka juga harus belajar, handphone-nya bergantian,’’ tuturnya sedih.
Shesil, panggilan akrabnya, menyampaikan kerinduannya akan kegiatan estrakurikuler, Tapak Suci, olahraga, membaca di perpustakaan, dan lain sebagainya. “Dalam karya itu aku juga selalu berdoa agar pandemi cepat berlalu,’’ harapnya.
Bakatku Terasah di Mimdaka
Penulis lainnya adalah Mutiara Iffana Azumi. Siswi yang kini duduk di kelas VI itu menceritakan kesedihannya karena hampir satu tahun tidak bertemu teman-temannya. “Aku selalu bertanya kepada Mamaku, kapan aku kembali sekolah lagi,’’ ucapnya.
Tetapi, cerita dai, mamanya selalu mengatakan dia belum boleh kesekolah karena pandemi masih melanda. “Aku sangat rindu kegiatan-kegiatan di sekolah dan yang kusuka saat ekstrakurikuler cooking (memasak),’’ tuturnya.
Rara, panggilan akrabnya, mengungkapkan rasa syukurnya yang dituangkan dalam tulisannya. “Aku bersyukur bersekolah di Mimdaka, saat pandemi walaupun hanya belajar di rumah tetapi aku juga berprestasi, antara lain bidang Tapak Suci, fotogenik dan videografi di tingkat nasional,” ungkapnya riang.
Mimdaka Idolaku
Rikhadatul Aisyah juga merupakan salah satu penulis buku Bait-Bait Rindu Mimdaka. Dalam karyanya dia menceritakan tentang kecintaannya pada Mimdaka. “Aku sangat mengidolakan sekolahku karena merupakan salah satu sekolah yang mencetak denerasi qurani,’’ ungkapnya.
Dia menjelaskan, selama bersekolah di Mimdaka dai bertambah pandai membaca al-Quran. “Namun kesedihanku datang saat aku sudah tidak bisa lagi berangkat ke sekolah karena pandemi,’’ ujar Aisy, panggilannya.
Dia merindukan suasana perpustakaan, pojok baca, riunya saat di kantin, dan tempat favorit lainnya. “Aku rindu pertengkaran-pertengkaran kecil dengan temanku di sekolah hanya karena berebut buku cerita,’’ ungkapnya malu-malu.
“Tetapi aku bersyukur selama pandemi mama selalu membimbing untuk selalu belajar. Dan akhirnya banyak prestasi yang aku raih, baik tingkat daerah maupun nasional,’’ katanya. (*)
Penulis Musyrifah Editor Mohammad Nurfatoni