PWMU.CO – Siswa, Ortu, dan Guru SDMM Kompak Belajar Qiraah. SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik mengadakan ekstrakurikuler (ekskul) Bina Qiraah secara daring dengan pembina Muzayinul Amin.
Ekskul yang diadakan dua pekan sekali tiap Selasa ini diikuti oleh seluruh guru al-Quran Learning (QL) dan siswa perwakilan dari kelas I-VI. Bahkan, beberapa orangtua (ortu) yang mendampingi anaknya mengikuti kegiatan tersebut.
Pukul 12.30 WIB, Selasa (14/9/2021) Bina Qiraah dibuka dengan membaca surat al-Fatihah bersama-sama secara tartil dengan menggunakan lagu Hijaz. Ustadzah Dhika Rosiana sebagai pembawa acara memimpin bacaan tersebut dengan suara lantang dan bersemangat.
Beda Bacaan Tartil dengan Qiraah
Ustadz Muzayinul Amin menyampaikan materi tentang perbedaan bacaan tartildan qiraah. Ia mengatakan, para peserta Bina Qiraah akan belajar al-Quran dengan lagu yang dikenal dengan qiraah.
“Qiraah berbeda dengan tartil,” ujarnya.
Pembina Bina Qiraah itu lalu memaparkan perbedaan antara bacaan tartil dengan bacaan qiraah. Tartil dikenal juga dengan murattal. Sedangkan qiraah nama lainnya mujawwad. Keduanya memiliki perbedaan yang terletak pada tempo atau kecepatan bacaan.
Ia kemudian mencontohkan bahwa di awal pembukaan acara telah dibaca bersama-sama surat al-Fatihah dengan tartil. “Tartil adalah jenis seni bacaan dengan tempo yang relatif cepat. Berbeda dengan bacaan qiraah, dengan tempo yang lebih pelan atau lambat dari bacaan,” terang dia.
Ustadz Muzayin, sapaan karibnya, lalu memberikan contoh perbedaan bacaan taawudz dengan menggunakan tartil dan qiraah. Secara detail, ia menunjukkan letak tempo atau kecepatan antara bacaan tartil yang lebih cepat dibandingakn dengan bacaan qiraah yang lebih pelan dan pelan lagi.
Ia meminta kepada para siswa agar memperhatikan kecepatan tartil dibandingkan dengan qiraah yang nadanya semakin melambat. Di samping itu, ia juga menyebutkan perbedaan lain antara tartil dan qiraah, yakni cara membaca atau melafalkan ayat dari al-Quran.
Pentingnya Pernapasan
Dengan mencontohkan bacaan taawudz menggunakan tartil dan qiraah, dia menerangkan saat membaca dengan tartil, maka yang dipakai adalah suara luar atau suara yang biasa dipakai saat sedang berbicara. Sementara bacaan qiraah membutuhkan suara yang tekanannya dari dalam atau dengan nafas perut.
“Untuk bacaan qiraah, kita menggunakan tempo yang lebih lambat sehingga membutuhkan nafas yang lebih panjang pula.
Makanya sebelum saya sampaikan pelajaran qiraah, kita terlebih dahulu harus melatih pernapasan kita,” jelasnya. Menurutnya, latihan pernapasan itu fungsinya biar nanti ketika membaca qiraah nafasnya cukup sehingga tidak ngos-ngosan.
Ia menambahkan tempo cepat dalam bacaan tartil itu dimulai dari awal hingga akhir. Sedangkan tempo dalam qiraah diawali dengan tempo pelan diteruskan hingga akhir dengan tempo pelan juga.
Sebelum Ustadz Muzayin memulai materi bacaan selanjutnya, ia meminta kepada para peserta ekskul Bina Qiraah untuk praktik pernapasan. “Ambil napas, terus ditahan, lalu buang!” ins struksi dia dengan lima hitungan.
Setelah dia berulang-ulang mempraktikkan pernapasan, para peserta Bina Qiraah kemudian melanjutkan menyimak pelajaran, dimulai dengan membaca ta’awudz dan dilanjutkan ke bacaan basmalah.
Lalu membaca Surat al-Ghasiyah ayat 1, 2, dan ke-3 yang disambung dengan mengulanginya sebanyak tiga kali. Kemudain para siswa diminta untuk menirukan bersama-sama bacaan yang telah ia bacakan dengan lagu qiraah.
Dia sangat senang karena para siswa membaca dengan lantang. Apalagi para orangtua pendamping dan guru QL juga mengikuti bacaannya.
Berani Praktik Qiraah
Ustadz Muzayin memberikan nasihat agar peserta berani untuk praktik. Ia kemudian menunjuk siswa untuk praktik individu. Dimulai dari peserta kelas VI kemudian dilanjutkan kelas V, hingga turun ke kelas bawahnya, terakhir kelas I.
“Oke anak-anak, kita akan rileks. Nanti kita ambil napas dari hidung kemudian kita keluarkan dari mulut pelan-pelan seperti kita meniup atau seperti suara ban yang kempes,” ujarnya sambil menirukan suara ban kempes.
Ustadz Muzayin lalu mengajak peserta mengikuti cara latihan pernapasan. Ia menyuruh mereka agar mengambil napas, lalu menahannya dalam 10 detik. Kemudian, dia menginstruksikan agar membuang napas secara perlahan-lahan. Latihan pernapasan itu dipraktikan sebanyak tiga kali sebelum Ustadz Muzayin menunjuk siswa untuk membaca.
“Yang masih kuat nanti di rumah masing-masing dilanjutkan sekuatnya. Kuat 15 hitungan lanjut lagi. Kuat 20 hitungan lanjut lagi. Semakin banyak hitungannya berarti semakin panjang nafasnya. Jadi seperti itu dilatih terus biar nafasnya tambah panjang,” terangnya.
Ia menjelaskan jika latihan napas membantu agar tidak sampai mengambil napas di tengah-tengah bacaan. Selanjutnya, ia mengawali dengan membaca surat al-Ghasiyah ayat pertama dengan menggunakan lagu Bayati. Ia mengatakan bahwa memang biasanya lagu pertama dalam qiraah menggunakan lagu Bayati.
Lagu Bayati berasal dari kata bahasa Arab, baitun, yang artinya rumah. Ia menjelaskan mengapa dinamakan lagu Bayati yakni karena baitun merujuk ke makna rumah atau tempat kita memulai aktivitas, dan jika kita keluar rumah nanti akan kembali lagi ke rumah.
“Sama halnya dengan membaca qiraah diawali dengan lagu Bayati dan diakhiri dengan lagu Bayati juga. Kemudian di dalam lagu Bayati terdapat beberapa tingkatan. Tingkatan pertama adalah lagu Bayati rendah, tingkatan kedua lebih tinggi dan seterusnya lebih tinggi lagi,” terangnya
Bina Qiraah Diikuti Orangtua
Ustadz Muzayin meminta kepada siswa agar diam terlebih dahulu dan memperhatikan bacaan qiraah-nya. Lalu setelah ada komando dari dia agar siswa menirukan, maka mereka pun menirukan bacaan sang ustadz secara bersama-sama.
Dia membacakan ayat per ayat dari Surat al-Ghasiyah, ayat ke-1 sampai 3 sebanyak satu kali kemudian ditirukan oleh siswa. Lalu dia meminta kepada para guru QL agar mengatur para siswa untuk menirukan bacaan qiraah ustaznya. Dimulai dari perwakilan kelas VI, dilanjutkan kelas bawahnya hingga kelas I.
Kelas VI dipandu oleh Ustadzah Faslihah, kelas V dipandu oleh Ustadzah Khoiriyah, kelas IV dipandu oleh Ustadzah Imroatul Mufarohah, kelas III dipandu oleh Ustadzah Kamiliyah, kelas II dipandu oleh Ustadzah Ayu Triria Puspita Devi, dan kelas I dipandu oleh Ustadzah Dhika Rosiana. Dengan bantuan koordinasi dari guru QL, para siswa membaca dengan kompak dan semangat.
Ustadz Muzayin berterima kasih kepada para ustazah yang telah mengatur jalannya praktik. Ia memberi pujian kepada para siswa SDMM perwakilan dari kelas I sampai kelas VI yang bersemangat dan mampu mengikuti bacaan dengan baik.
“Alhamdulillah dan tadi sempat saya dengarkan ada wali muridnya yang ikut. Ustadzah-ustadzahnya juga ada yang ikut. Bagus sekali. Jadi semuanya biar bisa qiraah. Kita belajar bukan hanya untuk anak-anak saja karena belajar itu tanpa mengenal waktu ya,” ungkapnya.
Dia kemudian menceritakan mengenai para murid ngaji-nya di daerah Sidayu Gresik yang rata-rata telah mempunyai cucu tetapi masih bersemangat untuk belajar mengaji. Bahkan, ada muridnya yang membawa cucu ketika belajar mengaji. “Risikonya, terkadang harus berhenti sejenak jika sang cucu rewel atau menangis,” kisahnya.
Melalui cerita itu, ia ingin memberikan motivasi kepada para siswa SDMM agar bersemangat juga selama belajar qiraah. “Jadi, untuk para orangtua atau pendamping, papa-mamanya, ayah ibunya, ustazdah-ustadzahnya semangatlah, biar ndak anaknya saja yang diminta belajar qiraah tapi juga orangtuanya. Dan nantinya kalau anaknya ada yang lupa, ibunya atau ayahnya bisa mengingatkan,” ujarnya dengan tertawa kecil.
Ibarat Naik Tangga
Ustadz Muzayin mengatakan, dalam qiraah seharusnya diawali dengan nada rendah terlebih dahulu, bukan langsung ditinggikan karena belajar qiraah seperti naik anak tangga. Jadi, diawali dari nada rendah kemudian naik ke nada lebih tinggi, dan paling tinggi setelah itu turun dan diakhiri dengan nada rendah.
Dia menyampaikan, “Jadi nggak naik terus atau turun terus. Membaca qiraah seperti naik anak tangga. Jadi intinya ada naiknya ada turunnya juga.”
Setelah membaca taawudz, basmalah, dan surat al-Ghasiyah ayat ke-1 sampai 3, kemudian Ustadz Muzayin menambah dua ayat lagi untuk dibacakan. Ia lalu mengajak siswa agar membaca bersama-sama dengan hati-hati. Ia bahkan memberikan aba-aba nada tinggi dengan menaikkan tangannya ke atas dan aba-aba nada rendah dengan menurunkan tangannya ke bawah.
Ia meminta kepada para peserta ekskul untuk menyimak dengan teliti agar mampu menirukan nadanya dengan tepat. Selain itu, ia juga menyarankan kepada para peserta agar merekam bacaan ayat selanjutnya dengan handphone agar nantinya bisa didengarkan dan dipraktikkan di rumah setelah acara ekskul Bina Qiraah selesai.
Setelah dibacakan ayat tambahannya, yakni ayat ke-4 dan 5 surat al-Ghqsiyah sebanyak tiga kali oleh ustadznya, anak-anak kemudian menirukan secara kompak dan lantang. Ustadz Muzayin sangat mengapresiasi usaha anak-anak dan memberikan pujian bahwa bacaan anak-anak sudah bagus dan mendoakan agar bacaan qiraah para siswa dapat lebih baik lagi.
“Masyaallah suaranya bagus-bagus, oke saya cukupkan dan kembali ke ustadzah untuk penutupannya,” ujarnya.
Di akhir acara, Penanggung Jawab QL Ustadzah Khoiriyah mengucapkan hamdalah dan terima kasih kepada Ustadz Muzayin atas bimbingannya. Ia juga berpesan kepada anak-anak agar konsisten mengikuti ekskul Bina Qiraah.
Di samping itu, ia juga berharap semoga Allah memudahkan para peserta Bina Qiraah dalam memahaminya. “Ilmu yang didapat dapat meresap ke dalam hati dan tidak mudah hilang,” ujarnya. (*)
Siswa, Ortu, dan Guru SDMM Kompak Belajar Qiraah: Penulis Ayu Triria Puspita Devi Editor Mohammad Nurfatoni