Penyusup Moderasi Beragama oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Sepertinya tak ada hubungan antara komunisme dengan moderasi beragama. Tapi tanpa batasan yang jelas pada konsepsi moderasi beragama maka para penumpang gelap akan mudah menunggangi. Bisa sekularisme, pragmatisme ataupun komunisme.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam acara Malam Peluncuran Moderasi Beragama menyatakan, tengah merancang kurikulum moderasi beragama untuk menghapus intoleransi. Menurutnya intoleransi adalah dosa nomor satu pendidikan kita. Nadiem bertekad untuk membasmi dosa ini.
Tekad Nadiem ini diarahkan awal pada elemen guru di sekolah. ”Makanya saya luar biasa senangnya dan mendukung 100 persen program modul-modul pembelajaran untuk guru-guru dalam moderasi beragama.”
Tentu sama saja arahnya agar guru-guru harus dibersihkan dulu dari mindset intoleransi dan kemudian, meminjam jargon komunis, ”menghafalkan kategori-kategori”.
Membangun toleransi bukanlah dengan mengubah pemaknaan agama dengan diksi atau terminologi baru. Semua agama dipastikan mengajarkan toleransi. Tolong sebut agama apa yang tidak mengajarkan. Apalagi Islam yang diduga menjadi sasaran Menteri Pendidikan dan Menteri Agama yang rajin berteriak soal moderasi beragama membasmi intoleransi.
Sejatinya dosa utama pendidikan kita adalah miskin pengetahuan dan pemahaman beragama. Minim waktu untuk penanaman nilai-nilai agama. Semakin dalam memahami agama dipastikan semakin toleran dalam beragama. Jadi prioritas sebenarnya bukan kurikulum moderasi beragama tetapi peningkatan intensitas belajar agama.
Menteri Pendidikan selayaknya selalu menghargai dan menjalankan agama serta meyakini pentingnya pelajaran agama di bangku sekolah. Tanpa dasar ini maka moderasi beragama untuk membasmi intoleransi akan bergeser menjadi penipisan keyakinan dan pelaksanaan keagamaan.
Di sinilah para penjahat yang memusuhi agama akan mengendap dan menyusup pada program penipisan paham keagamaan ini. Yang paling ringan adalah pragmatisme yakni sarwa kekinian, kenikmatan, dan keduniawian.
Penyusup itu mendengungkan, agama hanya penting untuk kehidupan nanti. Lalu sekularisme yang memisahkan agama dengan ekonomi, budaya, ataupun politik. Dan yang paling ekstrem adalah komunisme. Agama itu candu.
Mewaspadai pikiran komunisme dalam moderasi beragama disebabkan dua hal, yaitu :
Pertama, komunisme dikembangkan secara bertahap yaitu sebelum menghabisi agama diawali dengan penipisan pemahaman dan pelaksanaan.
Kedua, fitnah bagi kelompok agama oleh pendukung komunis adalah radikal dan intoleran bahkan teroris. Kamuflase atas dirinyalah yang sebenarnya radikal, intoleran, dan ahli dalam teror.
Mas Menteri Pendidikan dan Gus Menteri Agama harus waspada pada penyusupan pikiran komunis pada program moderasi beragama yang semakin saja digencarkan. Jangan terjebak pada stigmatisasi bahwa agama itu mendorong radikalisme dan intoleransi.
Itu adalah pikiran komunis. (*)
Bandung, 24 September 2021