Menjawab “Perlukah Tuhan Dibela?”, kolom oleh M. Anwar Djaelani penulis buku antara lain Jejak Kisah Pengukir Sejarah
Pelaku penistaan agama seperti tak pernah habis. Misal, seperti apa yang telah dilakukan Muhammad Kece.
Dia menjadi tersangka kasus penistaan agama. Ucapan dia di akun YouTube-nya dinilai telah menistakan agama. Lewat video, Kece menistakan agama Islam antara lain dengan menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai pengikut jin, menyelewengkan ucapan salam dan mengubah kata ‘Allah’ menjadi ‘Yesus’ Baca: Tentang Muhammad Kece, Terjerat Kasus Penistaan Agama hingga Dianiaya di Rutan”
Dua Model
Di setiap ada kasus penistaan agama Islam, kaum Muslimin akan sigap membela agamanya dengan berbagai ekspresi. Misalnya, bahwa atas ketersinggungan mereka terkait penghinaan itu ada yang mengungkapkan perasaannya lewat tulisan di media atau ada pula yang membuat laporan Polisi.
Selanjutnya, dalam kaitan kasus penistaan agama, kadang ada rangkaian kejadian yang terbilang aneh. Bahwa, di saat ada umat dari agama yang dinista membela agamanya, ada pihak yang berkomentar dengan nada mempertanyakan: Perlukah Tuhan dan agama dibela?
Sebagai contoh, cermatilah tulisan seorang guru besar di salah satu universitas terkemuka pada November 2016. Judulnya: “Mungkinkah Menistakan Agama?” Selanjutnya, inilah paragrap pertama tulisannya: Demonstrasi dalam rangka membela Tuhan makin banyak. Hal ini membuat saya bertanya, “Mungkinkah membela agama?” Pertanyaan selanjutnya, “Sebegitu lemahkah Tuhan dan Agama sehingga memerlukan pembelaan dari umatnya?”
Sangat Penting
Perlukah Tuhan dan agama dibela? Untuk itu, cermatilah ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?’ Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: ‘Kamilah penolong-penolong agama Allah’.” (ash-Shaff 14). Tampak bahwa Allah perlu dibela dengan cara membela agama-Nya.
Berikutnya, mari cermati kisah di zaman Nabi SAW ini. Dari Ali bin Abi Thalib RA: “Bahwa ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi Saw. Maka (oleh karena perbuatannya tersebut), wanita itu dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah SAW menghalalkan darahnya” (HR Abu Dawud).
Pembelaan yang Berdasar
Sila simak dua kisah pembelaan kepada agama di negeri kita. Perhatikanlah, di Sumatera. Meski sempat berniat mundur karena uzur lantaran faktor usia, ghirah Imam Bonjol (1772-1864) kembali menyala saat dilihatnya masjid dinistakan penjajah dengan menjadikannya sebagai kandang kuda. Dia-pun lalu bergerak, turun lagi ke medan juang membela agama.
Kemudian, bacalah sejarah “Ketika 1918, Kasus Penistaan Agama, HOS Cokroaminoto Pun Bentuk Pasukan 35.000 Orang”. Bahwa, pada awal Januari 1918, surat kabar “Djawi Hisworo” menurunkan artikel yang berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. Artikel yang ditulis Djojodikoro itu berjudul “Pertjakapan antara Martho dan Djojo”. Di dalamnya ada kalimat: “Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem AVH, minoem Opium, dan kadang soeka mengisep Opium.” Kalimat itu jelas menuduh Nabi Muhammad Saw sebagai pemabuk dan suka mengonsumsi opium (candu).
Artikel tersebut lalu mendapat reaksi umat Islam. HOS Tjokroaminoto kemudian membentuk organisasi “Tentara Kanjeng Nabi Muhammad” (TKNM). Setelah dibentuk, TKNM menyeru kepada masyarakat Indonesia untuk menghadiri perkumpulan besar di Kebun Raya Surabaya pada 6 Februari 1918. Perkumpulan ini diadakan sebagai bentuk pernyataan sikap kaum Muslim terhadap penghinaan Nabi SAW.
Berapa umat Islam dalam aksi tersebut? Diperkirakan sekitar 35.000 orang! Ini luar biasa, sebab dengan hanya bermodalkan pesan lisan dan media selebaran kertas, bisa mengumpulkan massa sebanyak itu.
Sila cermati! Itu terjadi pada 1918, sebuah zaman yang belum ada media semisal televisi dan media sosial semacam WhatsApp (WA). Bahwa bisa menghimpun tiga puluh lima ribu orang, hal ini jelas dapat menunjukkan tentang tingginya kesadaran umat Islam dalam membela agamanya.
Apa tuntutan mereka? Hanya satu, yaitu mendesak pemerintah Hindia Belanda dan Sunan Surakarta untuk segera mengadili Djojodikoro dan Martodarsono (pemilik suratkabar) atas kasus penistaan Nabi SAW itu.
Jadi, Tuhan memang harus kita bela dengan cara membela agama-Nya! Simaklah ayat ini: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Muhammad 7). (*)
Artikel ni adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 49 Tahun XXV, 24 September 2021/18 Safar 1443.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.
Discussion about this post