Sumur Mencari Timba, Pengaderan ala KH Ahmad Dahlan, ditulis oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah.
PWMU.CO – Jelas, KH Ahmad Dahlan pemimpin sukses sekaligus pengader yang berhasil. Muhammadiyah yang didirikannya di salah sebuah kampung di Yogyakarta, Kauman, kini punya amal usaha yang luar biasa dan mendunia.
Seratus sembilan tahun kemudian, pada 2021, amal usaha yang dimiliki Muhammadiyah berkembang pesat: Terdapat ribuan sekolah (PAUD-TK serta pendidikan dasar dan menengah), ratusan perguruan tinggi, ratusan rumah sakit, dan ratusan klinik. Itu, belum termasuk panti asuhan dan lainnya.
Berkah: Terus Bertambah
Angka detil jumlah amal usaha Muhammadiyah, seperti apa? Mari cermati paparan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir saat menyambut di acara milad Muhammadiyah. Kata beliau, Muhammadiyah telah memiliki 163 Universitas, 23 ribu PAUD dan TK, 348 pondok pesantren, 117 rumah sakit, 600 klinik, serta ribuan pendidikan dasar dan menengah.
“Dengan jumlah amal usaha seperti itu, yang bergerak di berbagai bidang terutama pendidikan dan kesehatan, menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di dunia dan bukan hanya di Indonesia, kata Haedar Nashir, seperti dikutip gema.uhamka.ac.id.
Lalu, bagaimana dengan jumlah panti asuhan milik Muhammadiyah? Berikut data pada 2020. Amal usaha pelayanan sosial, Muhammadiyah memiliki 318 panti asuhan, 54 panti jompo, dan 82 rehabilitasi cacat. Baca berita Jawa Pos ini.
Tentu saja, aset dari berbagai amal usaha Muhammdiyah seperti yang tergambar di atas pasti akan terus bertambah. Para pelanjut perjuangan Ahmad Dahlan akan terus mengembangkannya.
Hasilkan Penerus
Terang, KH Ahmad Dahlan seorang pengkader yang baik. Bahwa, untuk mengembangkan dan mengelola aset yang tak sedikit seperti tergambar di atas, dibutuhkan sangat banyak kader yang bekerja dengan spirit ketika dahulu Ahmad Dahlan mendirikan serta mengembangbakan Muhammadiyah: “Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah dan jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah”.
Banyak kader Ahmad Dahlan yang prestasi dakwahnya tergolong fenomenal. Di titik ini, sebagai pemimpin, Ahmad Dahlan berhasil. Hal ini, karena di antara ciri pemimpin yang berhasil adalah kesuksesannya dalam melahirkan kader-kader yang berprestasi cemerlang, bahkan jika bisa melewati prestasi dari si pemimpin itu sendiri.
Lihatlah, Muhammadiyah yang didirikan Ahmad Dahlan pada 1912, bukan saja masih tegak berdiri, bahkan terus berkembang. Sentuhan dakwah kader Muhammadiyah, bahkan sampai ke mancanegara.
Lewat Pengajian
Selanjutnya, menarik jika kita ajukan tanya: bagaimana dulu Ahmad Dahlan melakukan pengaderan?
Kaderisasi lewat pengajian. Metode kaderisasi ini jelas nonformal. Bahwa, sebelum Muhammadiyah berdiri, Ahmad Dahlan menyelenggarakan pengajian. Agar terkoordinasi dengan baik, “organisasi pengajian” itu diberi nama Fathul Asrar wa Miftahus Sa’adah (FAMS).
Siapa saja peserta pengajian itu, yang di kemudian hari disebut sebagai santri awal Ahmad Dahlan? Mereka, antara lain adalah Abdul Hamid BKN, Sujak, Mochhtar, Wasool Jakfar, dan Hajid.
Terkait metode pengajian yang dikembangkan Ahmad Dahlan di awal-awal, ada yang menarik. Saat mengawali pengajian itu, modelnya belum pernah ada yang melakukan sebelumnya yaitu sang kiai justru yang mendatangi santri.
Atas hal di atas, Kuntowijoyo mengumpamakan apa yang dikerjakan Ahmad Dahlan itu ibarat ‘sumur mencari timba’. Hal menarik lainnya, selain Fathul Asrar wa Miftahus Sa’adah, Ahmad Dahlan juga membuat dan memimpin grup pengajian lain seperti Qismul Arqa’, Wal ‘Ashri, Wal Fajri, Adz Dzakirin, Adz Dzakirat, pengajian malam Selasa, pengajian malam Jum’at, Maghribi School, hingga Sapa Tresna.
Dari beberapa pengajian itu, ada pengajian untuk orang-orang tua, untuk ibu-ibu, atau untuk angkatan muda. Khusus untuk kaum perempuan, praktik pengajian seperti ini belum pernah ada sebelumnya.
Isi semua pengajian itu adalah untuk menyampaikan hal-hal mendasar dalam Islam terutama meluruskan aqidah. Juga, disampaikan cara melakukan ibadah yang pokok, tentang akhlak, dan terkait muamalah. Kesemuanya, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dari forum pengajian itu lahirlah tokoh-tokoh bernama Syuja’, Sangidu, Fachrodin, dan Hadjid. Di kalangan perempuan muncul Siti Munjiyah, Siti Hayinah, Siti Umniyah, Siti Badilah, Siti Bariyah. Baca suaramuhammadiyah.id ini!
Di belakang hari, para kader Ahmad Dahlan istikamah meneruskan cara Ahmad Dahlan dalam melakukan kaderisasi yaitu lewat pengajian. Bahkan, pengajian-pengajian di pelosok-pelosok desa dengan sabar mereka datangi. Terkait ini, sekadar menyebut nama kader Ahmad Dahlan yang rajin memberi pengajian sampai di tingkat ranting adalah KH AR Fahruddin dan KH Ahmad Azhar Basyir.
Pendekatan Pribadi dan Kelompok
Kaderisasi cara lain, untuk membimbing para pemuda supaya gemar beramal kebaikan dan berani menjadi kader umat serta terhindar dari berbagai bentuk kenakalan, Ahmad Dahlan mendekati mereka. Kepada para pemuda yang akan didakwahinya, Ahmad Dahlan punya metode.
Mula-mula, Ahmad Dahlan mengikuti keinginan mereka seperti—misalnya—pergi berpiknik. Kepada yang gemar main musik, diajaklah mereka untuk bermain musik. Kemudian, sedikit demi sedikit mereka dididik.
Cara yang dipakai Ahmad Dahlan waktu itu berupa pembinaan secara langsung. Beliau membimbing dan sekaligus melibatkan anak-anak muda dalam berbagai aktivitas Muhammadiyah. Hasilnya, di kemudian hari, para pemuda itu menjelma menjadi pribadi yang shalih dan menjadi pemimpin yang baik.
Termasuk dalam motode di atas, yaitu lewat kepanduan. Berdasarkan usulan Ahmad Dahlan, dibentuklah Hizbul Wathan. Inilah wadah perkaderan Muhammadiyah dalam pendidikan nonformal yaitu melalui gerakan pemuda dan kepanduan. Hasilnya, banyak lahir pemimpin dari sini, antara lain seperti Jenderal Sudirman.
Model Formal
Untuk menyiapkan kader secara formal, pada 1918 Ahmad Dahlan mendirikan Standar School Muhammadiyah di Suronatan Yogyakarta. Tujuannya, mencetak intelektual muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat. Di samping berfungsi secara umum sebagai tempat pendidikan, juga diarahkan secara khusus untuk kepentingan perkaderan di internal Muhammadiyah.
Model formal terus berlanjut. Pada 1920 didirikan Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta dan diikuti pula di beberapa wilayah lain (Tim MPK PP Muhammadiyah, 2008: h. 18).
Teruslah Mengader!
Alhasil, model pembinaan kader cara Ahmad Dahlan berbuah manis. Dari anak-anak muda yang dikadernya, lahir tokoh-tokoh yang pada masanya menjadi pemimpin dan tokoh masyarakat seperti Fahrodin dan Hadjid. Bahkan, sebagian menjadi Ketua Pimpinan PusatMuhammadiyah seperti Ahmad Badawi dan Mas Mansur.
Terasakan, bahwa terbentuknya anggota Muhammadiyah yang tangguh sebagai subjek dakwah sesungguhnya memang sedari awal sudah disiapkan secara khusus oleh Ahmad Dahlan. Maka, tugas kita melanjutkannya.
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang berusaha memurnikan ajaran Islam sesuai al-Qur-an dan hadits. Gerakannya, dalam bingkai amar makruf dan nahi mungkar. Untuk itu, butuh kader yang banyak dan berkualifikasi tangguh serta tahan uji. Maka, kaderisasi-yang pokok-pokoknya telah diberi contoh oleh KH Ahmad Dahlan-merupakan program dan kegiatan yang tidak akan pernah kunjung selesai.
Berbuatlah untuk Islam. Jika memilih Muhammadiyah sebagai jalan dakwah, maka sadarilah bahwa kaderisasi adalah hal penting. Mari, kita aktif beramal shalih tanpa henti sedemikian rupa pepatah yang khas yang hidup di internal Muhammadiyah ini tetap terjaga. Bahwa, “Sebelum patah telah tumbuh, sebelum hilang telah berganti”. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Artikel Sumur Mencari Timba, Pengaderan ala KH Ahmad Dahlan ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 50 Tahun XXV, 1 Oktober 2021/25 Safar 1443.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.
Discussion about this post