PWMU.CO – Ilmu hati menjadi bahasan diskusi guru di SD Muhammadiyah 1 Giri (SD Muri) Kebomas Gresik, Kamis (7/10/2021) pukul 12.45.
Diskusi dengan narasumber Agung Priyanto HS, Penyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK) Kemendikbud.
Kedatangan Agung Priyanto ini mendadak. Dia diantar Ketua UPT Resource Center (RC ) Gresik, yang sekarang beralih nama UPT Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Inik Hikmatin SPd MPdI.
Tujuannya memberi motivasi guru-guru di SD Muhammadiyah 1 Giri yang diberikan amanah untuk mendampingi anak kebutuhan khusus sebanyak 19 siswa.
Inik Hikmatin menceritakan, acara ini terjadi tanpa jadwal. ”Sudah rencana Allah bisa bertemu hari ini,” katanya. Padahal SD Muri sebelumnya mengundang ketua UPT Resort Center ini untuk mengisi rapat rutin Rabu, 27 September 2021. Tapi batal. Diundur 6 Oktober juga tidak bisa.
Kedatangan Agung Priyanto ke Gresik dari Jakarta pukul 12.00 untuk supervisi kegiatan Resort Center. Lantas mampir ke SD Muri yang kebetulan pas ada pertemuan.
Inik menceritakan, pengalamannya dalam memberikan layanan kepada siswa inklusi harus dengan ilmu hati dan ikhlas. Paling penting juga sapaan dari semua guru.
Dalam tanya jawab, seorang guru menanyakan cara menangani anak yang sulit dalam pembelajaran. Inik menyampaikan, ”Kita jangan merasa sulit, nanti tambah sulit dan disulitkan oleh Allah. Kita harus berbicara gampang dan ikhlas dengan ilmu langit,” ujar Inik.
Karena semua masalah itu, sambung dia, menjadi tantangan. Itu ilmu dari Allah. Dicari solusinya, sesuai kebutuhan yang ada. Begitu juga bagaimana memahami kehidupan dengan ikhlas mencari ridho Allah.
Perlakuan Normal
Sementara Agung Priyanto menyampaikan ilmu hati. Yaitu menganggap semua anak itu normal, tapi takarannya berbeda. Mempunyai sisi yang berbeda.
Agung sendiri seorang disabilitas. Dia menyampaikan sesuai perjalanan dan apa yang dirasakan dalam kehidupannya.
Dia menceritakan, orangtuanya memperlakukan dia seperti anak normal. Waktu itu sempat muncul dalam pikirannya bahwa orangtuanya tidak sayang padanya. Setelah dewasa, baru memahami arti didikan orangtuanya untuk membuatnya mandiri.
”Pendidikan yang ditanamkan orangtua adalah untuk kebaikan kita. Itu membekas pada kita. Maka sebagai orangtua, tanamkan hal yang baik pada anak kita,” kata Agung.
”Kita harus memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang inklusi. Orang itu menilai karena tidak tahu. Begitu juga timbulnya bullying juga karena mereka tidak paham pendidikan inklusi,” ujar Agung.
Pertanyaan disampaikan guru Nur Aini. ”Sebagai disabilitas, bagaimana perasaan dan sikap Pak Agung ketika SD ketika dibuli?”
”Saya dingklang sejak TK. Waktu SD kenyang dengan bully-an. Saya juga tidak diterima. Jika diolok, saya ajak gelut. Bapak dan ibu saya bukannya memisah biar tidak ketemu lawan gelut, tapi malah menyatukan saya dengan teman saya itu. Orang mengolok itu karena tidak tau. Jadi mencari sahabat, dan pengertian dengan hati,” tuturnya. (*)
Penulis Riza Agustina WS Editor Sugeng Purwanto