Gila Bola, Pandu HW dan HWFC oleh Ernam, Pandu Hizbul Wathan Jawa Timur.
PWMU.CO – Terus terang saya bukan penggila bola. Juga bukan pendukung fanatik sebuah klub sepak bola. Saya lebih suka nonton film atau komedi. Sekali lagi menonton bola berlama-lama tak betah. Bahkan untuk ajang sekelas Piala Dunia seperti tahun 2018 lalu. Juga Piala Eropa yang baru saja berlalu.
Baru ketika ada MU, Madura United, saya jadi pendukung setianya. Saya tak pernah malu, walau MU kalah melulu. Kesetiaan ini tetap terjaga. Bahkan ketika Barcelona lawan Real Madrid sedang berlaga, jiwaku tetap menduga. Pasti MU pemenangnya.
Harap maklum kalau gilaku ini sampai level tiga. MU berasal dari tanah tumpah darah. Sebangsa tanah dan sebangsa darah. Tak pernah bisa berpindah, apalagi berpisah.
Ketika MU kalah dengan Persebaya di ajang Piala Menpora sebelum wabah aku tetap bahagia. Persebaya juara satu, MU juara dua.
Kecintaan pada bola suatu ketika melonjak tajam. Gara-gara Liga Hizbul Wathan digelar Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Saya datang menonton. Di pinggir lapangan UMM, berteriak-teriak, bertepuk tangan, menendang, untuk mendukung tim kebanggaan. PSHW Sidoarjo.
Sebenarnya pertandingan berlangsung seru dan imbang. PSHW Sidoarjo juga bisa menggempur UMM United habis-habisan. Bahkan hampir saja menang, andai tak ada perubahan.
Kualitas pemain, oke. Official, oke. Hanya satu yang kalah. Supporter. Ya supporter.
PSHW Sidoarjo tak memiliki supporter. Aku dan teman-teman yang datang berseragam HW jumlahnya tak sampai sepuluh orang. Tak ada suara tambur, yel-yel, dan penyemangat lewat nyanyian.
Sementara UMM United justru membawa supporter lengkap dan terlatih. Mereka memukul drum, meneriakkan yel-yel dan bernyanyi. Membuat para pemain bersemangat dan nyaris tanpa grogi. Akhirnya menangpun diraih.
Aku jadi teringat saat masih menjadi mahasiswa di UMM. Saat itu digelar Liga Mahasiswa Malang. Pertandingan final antara UMM dan ITN. Di lapangan UMM.
UMM didukung para penonton yang mayoritas mahasiswa UMM. Tapi mereka bukan supporter terlatih. Tak ada yel, tak ada tabuhan drum, apalagi nyanyian. Sedang ITN justru tak membawa penonton.
Mereka cukup menyewa satu tim Aremania. Sebutan supporter Arema. Merekalah yang meneriakkan yel-yel, menyanyikan lagu-lagu Ayooo ITN diiringi dentuman drum. UMM akhirnya harus kalah. Tak berkutik di bawah dentuman drum.
HWFC dan HW
Semangat mendukung tim sepak bola tambah membara saat muncul HWFC di Liga 2 PSSI. Ini dakwah Persyarikatan di lapangan hijau.
Warga Persyarikatan antusias. Termasuk pemilik nama Hizbul Wathan. Yaitu kepanduan Hizbul Wathan. Meski HWFC tak ada hubungan dengan pandu HW. Di grup-grup HW muncul keinginan untuk mendukung. Setidaknya menjadi supporter. Dalam setiap pertandingan hadir menggelorakan kekuatan.
Jika HWFC merangkul HW, ini bisa menjadi potensi luar biasa. Bagi HW, bernyanyi, tepuk tangan, yel-yel, drumband, bukan hal baru. Sejak berdiri di tahun 1918, belajar HW ya nyanyi, tepuk tangan, dan menabuh genderang.
Tak perlu membentuk dari awal, HW sudah ada di tiap daerah. Ada Dewan Sughli di tiap daerah yang berusia muda, energik, tak kenal lelah. Pasukan berani mati walau takut lapar.
Soal loyalitas jangan ditanya. HW selalu siap melaksanakan perintah tanpa membantah. Biasa bekerja dalam satu komando, tak bertiga atau mendua.
Seragam HW sudah punya. Atribut lengkap dengan bendera dan umbul-umbul juga selalu ada. Tak perlu biaya aneka rupa untuk mendandani HW. Semua atribut sudah ada.
HW juga islami. Shalat terjaga, akhlak mulia. Mereka biasa kegiatan di alam bebas. Sudah paham fikih jamak shalat. Ini akan jadi supporter teladan. Sebelum pertandingan berlangsung supporter HW siap shalat mengumandangkan adzan.
Tentu ini hanya peluang. Perlu ditangkap agar tidak hilang. HWFC dan HW bergandengan tangan. Saat pertandingan berlangsung, HW akan membakar semangat, melecut mengagetkan lawan.
Ya ini juga sebuah usulan. Semoga diperhatikan dan dilaksanakan. Untuk HWFC jaya dan selalu jadi idaman. HWFC jaya, Muhammadiyah maju. HW Yes, yakin esok sukses!
Editor Sugeng Purwanto