PWMU. CO– Cerai dan pernikahan dini menjadi topik bahasan Sosialisasi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang diadakan Majelis Hukum dan HAM PDA Gresik, Ahad (10/10/2021).
Webinar via Zoom ini diikuti oleh 136 peserta terdiri dari anggota Majelis Hukum dan HAM, Biro Informasi Konsultasi Keluarga Sakinah Aisiyah (BIKKSA) PDA Gresik, dan seluruh relawan BIKKSA se-Kabupaten Gresik.
Hadir sebagai narasumber Ketua Pengadilan Agama Gresik Dr Sugiri Permana MH dan Dodi Jaya Wardana SH dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik.
Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik Idha Rahayuningsing MPsi memberi sambutan iftitah. Ketua Majelis Hukum dan HAM Nur Hidayati SH MPd sebagai moderator seminar.
Dalam paparannya Sugiri menyampaikan tentang isi UU Perkawinan, data pernikahan dini di Gresik, upaya penurunan pernikahan dini, dan konseling pernikahan muda.
Dia menjelaskan angka gugatan cerai di Pengadilan Agama Gresik mencapai 2.431 berkas tahun 2020. Tahun 2021 yang belum habis ini sudah ada 1.277 berkas.
”Kenapa kita berupaya menurunkan jumlah pernikahan dini? Karena pernikahan dini salah satu penyebab perceraian di Kabupaten Gresik,” ujarnya. ”Kematangan untuk menikah dimulai dari kematangan usia,” tambahnya.
Fakta di lapangan jumlah pernikahan dini di Gresik terus naik. Tahun 2018 sebanyak 79 pasang, tahun 2019 ada 100 pasang, tahun 2020 naik drastis 317 pasang. Tahun 2021 sudah berlangsung 244 pasang.
Pembicara Dodik Jaya Wardana menjelaskan hal senada. Perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak.
UU No.16/2019 tentang Perkawinan, kata dia, menetapkan disebut usia dewasa laki-laki dan perempuan dalam perkawinan telah berusia 19 tahun. Sedangkan BKKBN batasan usia dewasa itu laki-laki 25 tahun, perempuan 21 tahun.
Menurut Dodik, dampak dari perkawinan di bawah umur di antaranya dampak biologis, psikologis, sosial, perilaku seksual yang menyimpang (pedofilia ).
Peserta relawan BIKKS , Dewi dari PCA Gresik menanyakan, kalau suami istri sering ribut, untuk mencari penyelesaian sebaiknya langsung ke Pengadilan Agama?
Sugiri menjawab, jika istri langsung ke Pengadilan Agama maka harus mengajukan gugatan cerai. Baru dimediasi. ”Kalau penyelesaian masaah rumah tangga itu pengajuannya ke BP4,” kata Sugiri. BP4 adalah Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.
Dia mengingatkan hak istri yang harus diterima, hak anak dan kewajiban suamj ketika telah bercerai. Dikatakan, akibat perceraian orangtua, anak yang menjadi korban. ”Laki-laki bisa cari istri lagi, yang perempuan juga bisa nikah lagi,” ujarnya .
Penulis Riza Agustina WS Editor Sugeng Purwanto