PWMU.CO – Din Syamsuddin: Dunia Pendidikan Nasional Kehilangan Prof Suyatno. Tak disangka, Prof KH M Din Syamsuddin MA PhD hadir pada Pengajian Takziah Virtual “Mengenang Alm Prof Dr H Suyatno MPd”, Senin (11/10/21) malam.
Dalam kesempatan itu, Din Syamsuddin memohon maaf tidak bisa ikut menyalatkan secara langsung karena dirinya sedang karantina usai melewati penerbangan dari Zurich. Dia baru saja menghadiri konferensi di Jerman dan tiba di Jakarta. “Saya mendapat informasi, sahabat baik kita, tokoh Muhammadiyah telah dipanggil Allah SWT,” ujarnya.
Kehilangan Dunia Pendidikan Nasional
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu menyatakan, kepergian almarhum Prof Suyatno tidak hanya kehilangan bagi Uhamka, UM Bandung, dan Muhammadiyah secara keseluruhan. Tapi juga kehilangan bagi dunia pendidikan nasional Indonesia.
“Karena saya tahu pasti, beliau adalah seseorang yang cukup aktif di organisasi pendidikan tinggi Indonesia. Beliau juga memiliki pergaulan yang sangat luas, terutama di kalangan para pimpinan perguruan tinggi swasta,” ungkapnya.
Din Syamsuddin pun memberi kesaksian, beliau orang yang selalu dicari oleh perguruan tinggi Muhammadiyah dari daerah-daerah yang ingin mengurus sesuatu di kementerian di pusat, paling tidak untuk periode tertentu. Menurutnya, banyak kebaikan almarhum yang masih bisa kita ungkap dan kita memang dianjurkan untuk mengungkap kebaikan-kebaikan dari orang-orang yang telah wafat di antara kita.
“Saya setuju dengan semua yang telah diungkapkan sejak bapak ketua umum (Haedar Nashir) tadi hingga terakhir bapak menteri menko ( Muhadjir Effendy). Semoga semua itu telah menjadi amal jariyah yang akan diganjari oleh Allah SWT dengan jannatun naim,” ujarnya.
Konsistensi Aktivis Sejati
Din Syamsuddin menyatakan telah mengenal almarhum sejak menjadi aktivis IMM, sebagai kader muda Muhammadiyah di IKIP Muhammadiyah Jakarta waktu itu. Bersama Anwar Abbas, semacam diterjunkan PP Muhammadiyah kantor Jakarta untuk membina IMM di IKIP Muhammadiyah 1982-1986.
“Walaupun Prof Suyatno belakangan aktif menjadi mahasiswa di IKIP Muhammadiyah, tapi saya mengetahui beliau adalah seorang aktivis sejati. Aktif seaktif-aktifnya!” tegasnya.
Din menambahkan, “Keaktifan beliau di Persyarikatan Muhammadiyah sangat konsisten hingga mendapat amanat sebagai rektor Muhammadiyah pada periode penting, hingga terjadi transformasi IKIP Muhammadiyah menjadi Uhamka.”
Menurutnya, kepemimpinan Prof Suyatno bersama kawan-kawan lain di Uhamka sangat signifikan. Menjadikan universitas Muhammadiyah—eks IKIP Muhammadiyah—mengalami perkembangan yang sangat cepat. “Baik pada infrastruktur fisik maupun akademik, terutama membuka program-program pascasarjana dan prodi-prodi penting,” terangnya.
Kematian sebagai Pelajaran
Karena begitu banyak orang-orang di antara kita, termasuk tokoh Muhammadiyah yang wafat beberapa tahun ini—baik karena Covid-19 maupun tidak—maka Din Syamsuddin mengajak untuk yakini sabda Rasulullah SAW:
“Tidaklah seorang Muslim yang ditimpa keburukan berupa penyakit dan semacamnya, kecuali Allah telah menggugurkan segala dosa-dosanya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.”
Din berharap, “Semoga kita semua, khususnya keluarga, mengikhlaskan kepergiannya. Kita yakini, ajal takdir Allah SWT.”
Yang paling penting, kata dia, Wakafa bil mauti wa idzo. Cukuplah kematian itu sebagai nasihat atau pelajaran. “Marilah kita ambil pelajaran!”
Dia mengingatkan, almarhum dan orang-orang terdekat di antara kita, para tokoh Muhammadiyah, umat Islam, dan bangsa yang sudah dipanggil Allah SWT itu telah menyelesaikan masalah kehidupannya dengan sang pencipta. Mereka telah selesai kontrak kehidupannya dengan pencipta.
“Lantas sebenarnya yang masih bermasalah adalah kita. Kita mendaftar kebaikan orang-orang yang telah wafat di antara kita untuk kita ikuti, lebih penting lagi, kita menyiapkan diri bahwa kematian suatu kepastian dan kita menjemput maut secara hakiki,” tambahnya.
Din meluruskan, itu bukan semata-mata dengan menunjukkan sikap batin siap mati sekarang, tapi bagaimana kita mengisi sisa kehidupan ini dengan amal perbuatan yang bermanfaat dan membawa maslahat. Bagi warga besar Muhammadiyah, menurutnya, yang lebih penting adalah bagaimana kita melahirkan kader-kader baru.
“Dengan kebaikan dari Prof Suyatno maka kewajiban kita, terutama Uhamka, untuk melahirkan Suyatno-Suyatno lain. Untuk melahirkan tokoh Muhammadiyah lain dalam fase kehidupan ini yang penuh tantangan,” tuturnya.
Selain itu, Muhammadiyah harus terus mengukuhkan eksistensinya, memberi manfaat, dan mencerahkan kehidupan berbangsa Indonesia, khususnya pada masa pascapandemi yang akan datang ini. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni