PWMU.CO – Tak Berbuat Mubadzir, Bentuk Lain Syukur. Hal tersebut disampaikan oleh Ustadz Safri Husein, Pembimbing Asrama Pesantren SPEAM (Sekolah Pesantren Entrepreneur Al-Maun Muhammadiyah) pada Kajian Ahad Malam (17/10/21).
Menikmati makanan dan tidak berbuat mubadzir adalah bentuk syukur kita atas nikmat Allah.
Kajian Ahad Malam rutin yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PR-IPM) SPEAM Putra Bbidang Kajian Dakwah Islam (KDI). Pembicara dalam kajian pekanan ini adalah dari pimpinan, dewan guru, dan murabbi Pesantren SPEAM.
Urgensi Syukur
Safri menjelaskan perintah bersyukur adalah di antara perintah Allah kepada hamba-Nya atas nikmat yang telah diberikan. Dia menukil Surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’”
Cara Bersyukur atas Nikmat Allah
Bagaimana cara bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah? Safri menerangkan, di antaranya dengan mendirikan shalat dan berkurban. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam Aurat al-Kautsar ayat 1-2:
إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ
”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
Safri menjelaskan, shalat fardhu dan shalat-shalat sunah yang dilakukan setiap hari, berikut ibadah kurban yang dilakukan oleh umat Islam yang mampu adalah bentuk rasa syukur atas nikmat Allah yang sangat banyak.
Tidak hanya itu, bersyukur atas karunia Allah, menurut Safri juga bisa dipraktikkan dengan memakan makanan yang disediakan oleh pesantren dengan penuh kesadaran bahwa apa yang dimakan adalah pemberian dari Allah.
Selain itu Safri juga mengingatkan kepada santri agar tidak berbuat mubadzir dengan tidak menghabiskan makanan. “Karena masih banyak orang yang belum seberuntung kita, yang bisa makan tiga kali sehari,” ujarnya.
Sebaliknya, menurut Safri, ketika kita tidak bersyukur, maka yang terjadi adalah Allah akan murka dan mengadzab kita. Analoginya seperti orang yang makan di restoran tetapi tidak membayarnya dan langsung pergi.
“Maka penjual akan marah pada orang tersebut, dan bisa jadi atas perbuatannya, orang tersebut bisa dimasukkan ke penjara,” jelasnya.
Menurtunya, adzab Allah tidak selalu berupa adzab seperti yang telah ditimpakan kepada umat terdahulu. Adzab Allah bisa saja berupa nikmat yang terus-menerus diterima seseorang tanpa disertai dengan rasa syukur, sehingga orang tersebut tenggelam dalam kemaksiatan dan kekufuran.
“Itulah yang dalam bahasa agama disebut dengan istidraj,” ujarnya. (*)
Penulis Dadang Prabowo Editor Mohammad Nurfatoni