Kisah Beragam Cara Menjadi Muhammadiyah, kolom oleh Biyanto Guru Besar UIN Sunan Ampel; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
PWMU.CO – Banyak jalan untuk menjadi (becoming) Muhammadiyah. Di antara buku yang membahas beragam kisah mengenai proses menjadi Muhammadiyah dapat dibaca dalam Becoming Muhammadiyah (Mizan, 2016).
Buku setebal 337 halaman ini berisi tentang autobiografi aktivis gerakan Islam berkemajuan yang berdiaspora di berbagai daerah dengan latar belakang sosial berbeda-beda. Pada awalnya, buku ini dirancang menjadi salah satu kado Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar, 3-7 Agustus 2015 silam. Tetapi karena ada keterlambatan beberapa tulisan, akhirnya buku ini baru terbit pada 2016.
Seakan terinspirasi buku ini, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur melalui majalah Matan yang terbit setiap bulan juga menyediakan halaman khusus berisi pengalaman sejumlah anggota pimpinan persyarikatan menjadi aktivis Muhammadiyah.
Beragam pengalaman menjadi aktivis muhammadiyah dikisahkan dan ditulis sendiri masing-masing anggota pimpinan. Hal itu dimaksudkan agar pembaca memahami perkenalan awal penulisnya dengan ide-ide pembaruan hingga menjadi anggota pimpinan Muhammadiyah. Dengan begitu, ada hal-hal yang diharapkan menjadi inspirasi bagi warga persyarikatan.
Bermula dari Kekaguman
Seseorang bisa menjadi Muhammadiyah dengan sebab-sebab yang tampak sederhana. Lihat saja pengalaman Aspari, kepala stasiun kereta api Sumberpucung, Malang. Sebelum pada akhirnya jatuh hati pada Muhammadiyah, Aspari merupakan pengagum tulen KH Ahmad Dahlan.
Sebagai pedagang batik, Kiai Dahlan memang sering singgah di Sumberpucung dan Kepanjen untuk menemui pedagang batik yang menjadi mitra dagangnya. Apalagi di dua daerah itu tersedia jalur kereta api Yogyakarta-Surabaya.
Sebagai abdi negara, Aspari terkesan dengan perilaku Kiai Dahlan yang rendah hati dan sederhana. Secara diam-diam, Aspari datang ke Yogyakarta untuk melihat keseharian Kiai Dahlan.
Tatkala bertamu di rumah Kiai Dahlan, dia mendapat perlakuan yang sangat baik. Tatkala masuk waktu Dhuhur, dia diajak shalat berjamaah. Secara jujur dia mengatakan pakaiannya kotor. Kiai Dahlan pun memberikan pakaian pada Aspari untuk shalat.
Pakaian pemberian Kiai Dahlan kemudian dibawa pulang ke Sumberpucung. Ternyata peristiwa itu membawa kesan mendalam bagi Aspari. Dia pun bertekad mendirikan Muhammadiyah di daerahnya. Hingga pada 1922, Muhammadiyah berdiri di Sumberpucung. Aspari merupakan salah satu tokoh penting kelahiran Muhammadiyah di daerah ini.
Terpikat Dakwah Islam Berkemajuan
Figur Kiai Dahlan juga menjadi perhatian tokoh-tokoh nasional. Di antaranya adalah Sukarno dan Ruslan Abdulgani (Cak Rus). Dua tokoh ini menjadi Muhammadiyah karena terpikat paham Islam berkemajuan yang didakwahkan Kiai Dahlan.
Sejak mengikuti pengajian Kiai Dahlan di Masjid Plampitan Surabaya, Sukarno merasa sejalan dengan paham agama yang diajarkan pendiri dan ideolog Muhammadiyah ini. Sukarno juga menentang kekolotan, kejumudan, takhayul, dan kemusyrikan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sukarno pun menjadi Muhammadiyah. Sepanjang hayatnya, Sukarno juga sangat dekat dengan Muhammadiyah.
Saat pengasingannya dipindah dari Pulau Ende, Nusa Tenggara Timur, ke Bengkulu, Sukarno resmi menjadi anggota Muhammadiyah pada 1938. Saat Ketua Muhammadiyah Bengkulu, Hasan Din, memintanya menjadi guru sekolah Muhammadiyah, Sukarno menerima dengan senang hati.
Sukarno pun diangkat menjadi ketua Bagian Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu. Putri Hasan Din, yakni Fatmawati, merupakan salah satu murid yang diajar Sukarno. Fatmawati kemudian dinikahi Sukarno.
Interaksi Sukarno dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah tetap terjaga hingga dia wafat. Begitu cintanya pada Muhammadiyah, Sukarno berpesan agar jika wafat, jenazahnya ditutup dengan bendera Muhammadiyah.
Kisah Ruslan Abdulgani
Sementara itu, Cak Rus lebih dikenal sebagai tokoh politik, nasionalis, pejuang, dan pelaku perjuangan heroik dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Tokoh multitalenta ini merupakan arek Surabaya asli.
Yang belum banyak diketahui publik, Cak Rus sejatinya bagian dari keluarga besar Muhammadiyah. Dalam suatu kesempatan, Cak Rus mengatakan bahwa di dalam hidupnya pengaruh Muhammadiyah sangat kuat. Latar belakang keluarganya juga Muhammadiyah. Hanya saja, Cak Rus mengaku belum pernah memiliki kartu anggota Muhammadiyah.
Cak Rus tetap menjadi Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. Bahkan Cak Rus mengatakan akan sangat senang jika ada orang yang memberikan testimoni mengenai ke-Muhammadiyahan-nya.
Perkenalan Cak Rus dengan Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari dakwah Kyai Dahlan di Surabaya, khususnya di Masjid Plampitan. Kebetulan masjid ini berada di dekat rumah Cak Rus. Menurut testimoni Cak Rus, di masjid itulah pada 1920-an, tokoh-tokoh penting sekelas Kiai Dahlan, Sukarno, Cokroaminoto, dan Mas Mansur, sering bertabligh. Bahkan tidak jarang mereka bertemu di Masjid Plampitan untuk mendiskusikan berbagai persoalan bangsa dan umat Islam.
Testimoni Cak Rus tertuang dalam tulisan bertanggal 9 Mei 1991 yang masih terpampang di Masjid Plampitan. Dalam pandangan Cak Rus, dakwah Kiai Dahlan berbeda dengan ulama pada masanya. Para kiai masa itu umumnya berdakwah dengan menekankan hafalan ayat al-Quran. Yang terpenting untuk dihafal tentu surat Yasin. Itu karena surat Yasin selalu dibaca dalam acara-acara keagamaan yang diselenggarakan masyarakat. Dalam dakwahnya, para kiai juga mengajarkan ilmu kanuragan seperti cara menghilang dan ilmu kesaktian lainnya.
Sementara dakwah Kiai Dahlan lebih mengedepankan penggunaan akal pikiran dalam memahami Islam. Kiai Dahlan juga mengajak ulama berijtihad, memberantas takhayul, bid’ah, dan khurafat.
Menurut Cak Rus, Kiai Dahlan tergolong ulama yang berani berdakwah. Cak Rus mencontohkan, pada saat para kiai masih berkeyaninan bahwa khotbah Jumat harus disampaikan dalam bahasa Arab, Kiai Dahlan berkhutbah dengan bahasa Indonesia, bahkan bahasa Jawa.
Cak Rus juga mengagumi dakwah Kiai Dahlan yang menekankan prinsip beramal (a faith with action). Semboyan Muhammadiyah, berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat), begitu mempengaruhi perjalanan hidup Cak Rus.
Tertarik Ajaran Welas Asih
Ada juga pengakuan menarik tokoh Muhammadiyah dari kalangan profesional, yakni Dokter Sutomo. Saat meresmikan rumah sakit Muhammadiyah Surabaya pada 1924, Dokter Sutomo menyampaikan pidato yang menggugah empati hadirin.
Dokter Sutomo yang saat itu menjadi penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang kesehatan menyatakan alasannya tertarik menjadi anggota organisasi yang didirikan Kiai Dahlan. Dokter Sutomo menyatakan tertarik dengan ajaran kewelasasihan atau kedermawanan yang dipraktekkan Kiai Dahlan. Melalui majelis Penolong Kesejahteraan Oemum (PKO), Kiai Dahlan membidani kelahiran rumah sakit dan panti yatim piatu untuk menolong masyarakat miskin.
Saat menyampaikan pidato peresmian rumah sakit itulah Dokter Sutomo mengajak hadirin yang sebagian dari nonik-nonik Belanda untuk menyumbang. Ajakan Dokter Sutomo ternyata mampu menggerakkan hati nonik-nonik Belanda untuk menyumbang.
Secara spontan mereka melepaskan kalung, cincin, dan gelang, untuk didonasikan ke rumah sakit Muhammadiyah yang berada di Jalan KH Mas Mansur. Pengakuan pahlawan nasional yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit pemerintah provinsi Jawa Timur penting dikemukakan untuk menunjukkan alasan menjadi Muhammadiyah.
Penutup
Testimoni Aspari, Sukarno, Cak Rus, dan Dokter Sutomo sekadar contoh perjalanan seseorang menjadi (becoming) Muhammadiyah. Pengalaman mereka bisa menjadi pelajaran berharga, terutama bagi aktivis Muhammadiyah.
Jika pada awal perkembangannya Muhammadiyah sukses memikat elemen masyarakat dari berbagai latar belakang sosial, maka pada abad kedua seharusnya organisasi ini juga menjadi rumah besar tempat berhimpunnya beragam kelompok dan mazhab pemikiran.
Dengan begitu, Muhammadiyah akan menjadi tenda kultural alias rumah kebudayaan sebagaimana pernah dikemukakan Moeslim Abdurrahman (2003). Penting disadari bahwa menjadi Muhammadiyah, sebagaimana juga menjadi Muslim, merupakan sebuah pergumulan yang tidak pernah selesai. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni