Ekspresi Cinta kepada Nabi oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Jarang sekali melihat cinta dari sisi ruhaniah. Kebanyakan manusia suka membayangkan fisik yang nyata, terlihat, teraba.
Sepertinya kemasan jauh lebih menarik daripada isi. Kita terpesona oleh rindang pohon, daripada buah dan kesejukannya. Dalam berdemokrasi, kita lebih asyik dengan pesta, kampanye, dan rame-ramenya daripada substansi integritas kandidat.
Dalam memilih pemimpin kita lebih mementingkan figur, wajah, gambar dan uangnya daripada amanah, kejujuran, kemampuan dan keahliannya. Ibarat cinta hal semacam itu sejenis cinta erotis, cinta rendahan yang hanya memikirkan kebutuhan sensualistik belaka daripada substansinya.
Bagaimana cinta dan rindu kita kepada Rasulullah saw? Apa yang dibayangkan umat Islam ketika mengungkapkan cinta rindunya kepada Baginda Nabi di setiap peringatan maulid?
Apakah membayangkan perawakannya sedang, tidak tinggi, tidak pendek. Wajahnya yang tampan, giginya rapi seperti deretan biji mentimun, lekuk bibirnya seperti huruf alif, hidung mancung bergaris simetris, alis mata hitam seperti semut hitam berarak, rambut tergerai sepundak, tegak tubuhnya, bidang dada, cara berjalannya yang lurus.
Ataukah kita membayangkan kemuliaan akhlaknya? Tutur katanya yang mencerdaskan dengan gaya bicara yang memukau, tidak pernah marah kecuali hanya mengeryitkan dahi hingga keningnya sedikit berkerut, tidak pernah tertawa ngakak selain hanya tersenyum, penuh perhatian dan kasih sayang, bahkan kepada tukang batu, pembantu rumah tangga dan wanita tua sekalipun, jujur tepercaya, adil, amanah serta berbagai perilaku mulia yang lain.
Ungkapan Cinta Sahabat
Ibnu Abbas ra meriwayatkan seorang pemuda diberi kesempatan untuk membalas perlakuan Nabi kepadanya. Ukasyah namanya. ”Ya Rasulullah, kau pernah memukulkan tongkatmu kepadaku ketika bermaksud meluruskan barisan. Kini aku ingin membalasnya,” kata Ukasyah.
”Balaslah sekarang juga,” jawab Nabi.
”Tidak, kecuali kau membuka bajumu, karena ketika kau memukulkan tongkatmu, aku juga dalam keadaan telanjang dada,” ujar Ukasyah.
Para sahabat Nabi menggerutu dan marah kepada Ukasyah yang dianggap kurang ajar. Mereka bermaksud menggantikan posisi Nabi, tetapi nabi menolaknya.
”Ini urusanku dengan dia dan dengan Allah. Biarlah aku yang menanggungnya,” sergah Nabi.
Setelah Nabi membuka baju, Ukasyah langsung menubruk dan memeluknya. ”Ya, Rasulullah, sejak dulu aku rindu menyentuh dan mencium tubuhmu tanpa terhalang kain, dan sekarang terpenuhi sudah,” kata Ukasyah sambil menangis.
Kisah Ukasyah menggambarkan betapa para sahabat sangat mencintai Nabi. Rasulullah adalah segala-galanya. Sahabat, junjungan, panutan, pemimpin agung dan teladan.
Umar bin Khaththab sempat kehilangan akal saat mendengar sang Nabi wafat. Dia berkeliling menghunus pedang mengancam setiap orang yang memberitakan kematian Nabi. ” Siapa yang mengatakan Nabi telah meninggal aku potong lehernya dengan pedangku ini!” teriaknya.
Umar baru sadar setelah Abu Bakar ra menenangkan. Memegang pundaknya dan mengatakan,”Wahai, Umar..siapa yang menyembah Muhammad sesungguhnya Muhammad telah mati. Tapi siapa yang menyembah Allah sesungguhnya Allah hidup dan tidak pernah mati.”
Lalu Abu Bakar membaca surat Ali Imron ayat 144
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ
Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.
Syair Shalawat
Ulama dan penyair menyalurkan ekspresi cinta kepada Nabi dengan menggubah syair shalawat berisi pujian. Ada banyak gubahan seperti Shalawat Barzanji, Diba’, Mulud, Fatih, Nariyah, Matsurah, Mukafaah, Ibrahimiyah, dan lain-lain.
Pembacaan shalawat ini menjadi tradisi turun temurun di masyarakat muslim dengan ritualnya. Allah memang memerintahkan bershalawat kepada Nabi sebagaimana Allah dan malaikat juga bershalawat (Al-Ahzab: 56).
Pertanyaannya bershalawat itu cukup mengucapkan Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad ataukah membaca syair shalawat selama berjam-jam itu?
Dalam tradisi membaca syair shalawat ini ada kepercayaan Nabi hadir dalam majelis itu sehingga untuk menghormatinya semua jamaah berdiri menyambutnya.
Tradisi seringkali kehilangan ruh maknanya. Padahal esensi tradisi pembacaan shalawat adalah ekspresi cinta kepada Nabi dengan mengikuti sunnah dan menjalankan ajarannya. Bukan ritual membaca shalawat yang dianggap sudah berpahala.
Cinta Sejati
Dalam surat Rum (30) ayat 7 Allah menjelaskan,
يَعْلَمُونَ ظَٰهِرًا مِّنَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ ٱلْءَاخِرَةِ هُمْ غَٰفِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
Sahabat Zaid bin Tsabit menceritakan apa yang disabdakan Rasulullah
مَنْكانتالدنياهَمَّهُفَرَّقاللهعليهأمرَهُوجَعَلَفَقْرَهُبينعينيهولميَأْتِهمنالدنياإلاماكُتِبَله، ومنكانت
جَمَعَاللهُلهأَمْرَهُوجَعَلَغِناهفيقَلْبِهوأَتَتْهُالدنياوهِيَراغِمَةٌالآخرةُنِيَّتَهُ
Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukupdi hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang akhirat niatnya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah. (Ibnu Majah hadits No 4105)
Sahabat Ibnu Mas’ud berkata, ”Kalian lebih banyak berpuasa, shalat, dan bersungguh-sungguh beribadah dibandingkan para sahabat Rasulullah saw tapi mereka lebih baik daripada kalian.
Ada yang bertanya: Kenapa, wahai Abu Abdurrahman?
Ibnu Mas’ud menjawab,”Karena mereka lebih zuhud dalam dunia dan lebih cinta kepada akhirat.”
Dalam momentum maulid Nabi ini ada baiknya kita ungkap ekspresi cinta kepada Nabi tidak sekadar mengikuti tradisi bershalawat tapi dengan meneladani sifat-sifat baik dan menjalankan sunnahnya. (*)
Editor Sugeng Purwanto