PWMU.CO – SDMM Sosialisasi Sekolah Aman Bencana: Shalat Dulu atau Selamatkan Diri? “Lari!” teriak 18 siswa SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik ketika mendapat pertanyaan apa yang akan dilakukan ketika terjadi bencana.
Jawaban mereka spontan membuat undangan tertawa, termasuk Muhammad Agus Setiawan, Staf Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gresik yang memberikan materi Sosialisasi Sekolah Aman Bencana, Jumat (23/10/2021).
Dalam kegiatan yang diselenggarakan di Aula SDMM itu, ia menyampaikan bencana itu tidak bisa direncanakan, tidak bisa diduga, dan tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, sekolah hendaknya siaga kapan pun dengan standar-standar kesiapsiagaan yang memadai.
Dia menegaskan, sekolah harus menyusun rencana kontinjensi atau rekon sebagai salah satu upaya pencegahan bencana. Mengenali ancaman, mengurangi risiko, dan meningkatkan kapasitas.
Sembilan Potensi Bencana di Gresik
Pria yang akrab disapa Agus ini mengatakan, dari berbagai bencana, tidak semuanya berpotensi di Kabupaten Gresik. Ada banjir, tsunami, konflik, kebakaran gedung, kebakaran hutan, kecelakaan, banjir bandang, wabah penyakit, tanah longsor, gelombang tinggi, kekeringan, kegagalan teknologi, dan lain sebagainya.
“Di Kabupaten Gresik hanya ada sembilan ancaman bencana. Yaitu: banjir, kekeringan, gempa bumi, wabah penyakit, gagal teknologi, konflik, kebakaran gedung, kebakaran lahan, dan kecelakaan,” urainya.
Agus menuturkan untuk tsunami, masih dalam pengkajian karena hari Ahad (17/10/2021) sempat ada goncangan sedikit di Kecamatan Sidayu.
“Padahal yang dikhawatirkan adalah yang di Kecamatan Cerme. Ujung sesanya di Polsek Cerme. Sesa Sidayu dikabarkan sudah mati, tetapi ternyata aktif lebih awal dengan getaran 2,7 SR dengan kedalaman 10 meter. Oleh karena itu, kasus ini masih dalam tahap konsultasi dengan tim ahli dari ITS Surabaya,” terang dia.
Arti Bencana
Menyampaikan materi secara interaktif, Agus bertanya apa pengertian bencana pada siswa peserta sosialisasi yang hadir secara tatap muka dengan jumlah yang terbatas. Ada 18 peserta yang hadir. Mereka mewakili jenjang kelas III sampai enam. Masing-masing dua anak.
“Bencana itu ancaman, bisa banjir, oleh manusia,” kata Muhammad El Syirazi Ariansyah. Siswa kelas III Merkurius itu menjawab dengan lantang sembari menyebutkan beberapa bencana seperti gempa bumi, banjir, dan tsunami.
Agus melanjutkan penjelasannya dengan memberi candaan kalau di SDMM tidak ada bencana kekeringan karena sudah ada air PDAM. Hadirin menyambutnyadengan tawa.
Agus kemudian menanyakan pada peserta tentang apa contoh bencana kegagalan teknologi.
Para siswa serentak menjawab, “Mati lampu!” Dan hadirin—termasuk Ikatan Wali Murid (Ikwam) SDMM—pun tertawa riuh. “Oh iya, ya. Kalau mati lampu, handphone-nya ndak bisa nyala, jadi bencana di pembelajaran daring,” jawab Agus menahan tawa.
Risiko Bencana
Agus melanjutkan penjelasannya, bahwa bencana itu ada tiga yaitu bencana alam, nonalam, dan sosial. Dia lalu memberi ilustrasi tentang risiko bencana dengan contoh perilaku ‘Manajer Tikus’ yang memakai helm ketika dia memakan keju: agar kepalanya tidak terkena perangkap.
“Ini mununjukkan bahwa rumus umum bencana adalah besarnya risiko tergantung pada ancaman dan kerentanan serta kapasitas. Sebesar apapun ancaman dan kerentanannya, risikonya akan kecil jika kapasitasnya besar. Ancaman bencana bisa dikurangi dan bisa dihilangkan,” ungkapnya.
Alumnus SD Muhammadiyah Giri ini mencontohkan jenis kelamin. Ketika di suatu daerah banyak yang perempuan, maka tingkat kerentanan bencana terhadap jenis kelamin perempuan sangat tinggi.
Contoh lain yang terjadi di Tambak Beras, Gresik, tahun 2020. Ketika terjadi banjir, banyak orang yang kondisi kesehatannya tidak baik, misalnya banyak anak sakit, lansia, pascamelahirkan, dan anak difabel.
“Kemampuan atau capability sangat penting untuk potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga, dan masyarakat,” ujarnya.
Misalnya, lanjurt dia, ada keluarga tangguh bencana atau katana. Ada tas bencana atau tas siaga. Di dalamnya ada obat-obatan, fotokopi dokumen berharga seperti sertifikat tanah, akta lahir, kartu keluarga, biskuit atau makanan siap saji, air minum, dan satu stel pakaian bersih.
“Analisis risiko bencana itu kita bisa memperkirakan berapa kerugiannya, kebutuhan apa saja ketika terjadi bencana,” ucapnya.
Shalat Dulu atau Selematkan Diri?
Agus kemudian menerangkan tiga tahap analisis bencana, yaitu prabencana, saat bencana, dan pascabencana. Kegiatan prabencana meliputi kesiapsiagaan, mitigasi, dan pencegahan.
“Bencana itu tidak bisa kita tanggulangi sendiri, tetapi sinergi tiga sektor yaitu pemerintah, dunia industri, dan masyarakat sekitar,” ujarnya. Dia menambahkan, ada beberapa daerah yang menggunakan kearifan lokal sebagai alat peringatan dini seperti lonceng atau kentongan.
Madinah Ammara Nahiza Oemar, siswi kelas IV Anthurium, bertanya jika SDMM sudah menjadi Sekolah Aman Bencana, apakah ada kegiatan lanjutan untuk siswa atau tidak. Agus menyampaikan tetap ada kegiatan-kegiatan lanjutan untuk peningkatan kualitas siswa dan warga sekolah lainnya.
“Kalau kita tidak selamat, kita tidak bisa beribadah. Ketika ada guncangan, jangan lari. Kita diam dan mencari perlindungan, misal di bawah meja atau barang pelindung untuk melindungi kepala.”
Muhammad Agus Setiawan
Hal ini, menurutnya, karena simulasi harus responsif dan dilakukan periodik: tidak berhenti sampai di sosialisasi. “Rekon atau skenario harus diulang dan diperbaiki,” ujarnya.
Dia memberi contoh ketika sedang shalat terjadi gempa bumi, maka yang dilakukan adalah membatalkan shalat dulu karena keselamatan lebih penting.
“Kalau kita tidak selamat, kita tidak bisa beribadah. Ketika ada guncangan, jangan lari. Kita diam dan mencari perlindungan, misal di bawah meja atau barang pelindung untuk melindungi kepala,” pesannya.
Contohnya, lanjut dia, kalau di sekitar kita ada tas, kita bisa menggunakan tas atau sajadah untuk mengurangi benturan di kepala. Supaya kita aman dari jatuhan material yang jatuh atau longsor.
“Satu tangan membawa tas dan tangan lainnya melindungi tengkuk kepala. Baru kita tunggu sampai guncangan itu berhenti. Ketika berhenti, ada kesempatan untuk segera keluar ruangan dan cari tempat yang lapang untuk berlindung,” tegasnya.
Alumnus SMP Muhammadiyah Giri ini juga meminta untuk tidak berlindung di bawah pohon atau gedung. “Manfaatkan segitiga kehidupan. Maksudnya, setiap bangunan pasti ada rongga ketika roboh. Kita manfaatkan rongga itu untuk melindungi diri,” jelas Agus.
Respon Perserta
Di tengah penjelasnnya, beberapa peserta mengajukan pertanyaan. Pertama, Andi Ahmad Maulana, siswa kelas V. Dia bertanya tentang Duta Sekolah Aman Bencana. Pertanyaan ini disambut tepuk tangan narasumber karena belum ada sekolah yang mengampanyekan hal ini.
Kedua, pernyataan dan pertanyaan dari Shofan Hariyanto, guru SDMM yang turut membersamai kegiatan sebagai IT Support. “Kita hidup di negara yang unik. Kita hidup di negara jalur api atau ring of fire. Di bawah kita itu pegunungan api. Sejatinya kita itu berpijak pada lava yang sudah kering atau sudah beku. Sehingga mitigasi bencana di keluarga itu juga penting,” ujarnya.
Di rumah, dia melanjutkan, saya sediakan satu carier yang saya siapkan. Kalau terjadi bencana, ketika terpisah, maka cek poin adalah di kantor kelurahan atau kantor kecamatan atau di posko-posko bantuan.
Penanggung Jawab Laboratorium Komputer SDMM itu lalu meminta penjelasan narasumber terkait perlengkapan apa yang cocok di Gresik untuk dibawa di tas carier atau tas siaga di kondisi kota industri?
Agus menjawabnya, “Dimulai dari program katana di dalam desa tangguh bencana. Ini adalah salah satu bentuk peningkatan kapasitas yang dapat menurunkan risiko bencana. tas siaga beda tempat, beda karakter bencana, beda kebutuhan.”
Yang pasti air minum, makanan siap saji, obat, dokumen berharga, dan baju ganti satu stel.
Kota Gresik itu selain banjir, gempa bumi 80 persen. Kegagalan teknologi 90 persen. Berarti butuh masker yang ada lapisan kasanya, filternya harus ganti setiap berapa jam sekali. Goggle (kaca mata), sama kain atau waslap.
Waslap disiram air lalu ditutupkan ke hidung. Itu untuk mengambil oksigen. Gas beracun tidak menempel di tanah dalam jangka waktu beberapa jam dalam jarak satu meter. Kita bisa tiarap atau merunduk di tanah.”
Menuju Sekolah Ramah Anak
Turut memberikan sambutan di awal kegiatan, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan menengah (Dikdasmen) Pimpinan Ranting Muhammadiyah Perumahan Pongangan Indah Hon Jaelani.
Dia mengatakan SDMM sampai saat ini masih terus mengusung Sekolah Ramah Anak (SRA). Untuk itu banyak hal yang telah dilakukan, mulai awal merintis SRA sejak 2020.
“Guna peningkatan SRA itulah, SDMM menyelenggarakan Sosialisasi Sekolah Aman Bencana dengan BPBD Kabupaten Gresik,” ujarnya.
Hon menerangkan, guru, pegawai, dan orangtua SDMM telah mengikuti sosialisasi SRA yang diselenggarakan Aspirasi selaku Pokja SRA di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan Dinas KBPPPA Kabupaten Gresik. Penguatan SRA yang meliputi materi Disiplin Positif dan Konvensi Hak Anak juga telah diselenggarakan. Seluruh guru dan pegawai SDMM telah tersertifikasi KHA.
“Penerapan kelas tanpa hukuman melalui penyusunan komitmen dan konsekuensi logis juga berhasil dilakukan. Penandatanganan MoU dan video dukungan Deklarasi SRA dari Puskesmas Sukomulyo, Camat Manyar, Kapolsek Manyar, dan Danramil telah berlangsung sebelum kegiatan ini,” ungkapnya.
Menjaga Keseimbangan Alam
Sementara itu, Kepala SDMM Ria Pusvita Sari, mengajak siswa untuk menyambut bahagia Sekolah Aman Bencana di SDMM. Tidak lain karena ini merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan bencana di lingkungan sekolah.
“Di Kabupaten Gresik hanya ada sembilan ancaman bencana. Yaitu: banjir, kekeringan, gempa bumi, wabah penyakit, gagal teknologi, konflik, kebakaran gedung, kebakaran lahan, dan kecelakaan,” urainya.
Ria Pusvita Sari
Diharapkan sekolah bisa tahu bagaimana prinsip-prinsip Sekolah Aman Bencana sehingga bisa melindungi atau melakukan pencegahan lebih awal terhadap risiko bencana di sekolah.
“Kita sebagai khalifah diharapkan bisa menjalankan peran untuk siaga ketika bencana datang. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan menjaga keseimbangan alam. Kita berselaras dengan alam,” ujarnya.
Contoh, sambung dia, kita perlu memahami karakter atau sifat-sifat yang sudah diciptakan oleh Allah. Misal api sifatnya membakar, maka apa yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi api ketika terjadi kebakaran?
“Oh, disiram dengan air atau pasir. Begitu juga dengan karakter air atau yang lainnya,” ujarnya.
Ia juga mengucapkan terima kasih atas kehadiran Ikwam yang selalu mendukung program-program sekolah sehingga warga belajar terus bersemangat melakukan inovasi dan terobosan baru untuk memberikan layanan pendidikan ramah anak. (*)
Penulis Ria Eka Lestari Editor Mohammad Nurfatoni