PWMU.CO– Manhaj Muhammadiyah menjadi kajian Sekolah Kader yang digelar Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Aisyiyah Gresik, Ahad (24/10/2021).
Ini pelaksanaan pekan kedua dengan tema Sekolah Kader Aisyiyah Wujudkan Kader Militan Harapan Aisyiyah dan Muhammadiyah. Materi disampaikan oleh Ustadzah Aisyatur Rosyidah SPdi.
Manhaj Muhammadiyah, kata Aisyatur Rosyidah, disusun tahun 1927 waktu Muktamar Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan. ”KH Mas Mansur yang menjabat Consul Muhammadiyah Daerah Surabaya mengusulkan agar dibentuk majelis yang bertugas khusus membahas masalah agama,” kata lulusan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2017.
Usulan disepakati, ujar dia, semula bernama Majelis Tasyri’ kemudian berubah menjadi Majelis Tarjih. Produk pertama yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih antara lain Tuntunan Aqaidul Iman, Tuntunan Shalat, dan beberapa masalah yang telah menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama-ulama, diluncurkan saat Congres Muhammadiyah ke-18 di Solo pada tahun 1929.
Aisyatur Rosyidah menerangkan, istilah dan dasar manhaj disebut al-Quran surat al-Maidah ayat 48. Ayat ini memerintahkan memutuskan perkara menurut kitab yang diturunkan Allah. Ada kata minhajaa yang artinya jalan terang.
”Tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang (minhaajaa).”
”Jadi Manhaj Tarjih Muhammadiyah pedoman beristimbath (mengambil keputusan hukum syara’) yang digunakan oleh para ulama Muhammadiyah. Tarjih bukan hanya diartikan menguatkan suatu dalil, tapi lekat dengan ijtihad, dan dilakukan oleh Muhammadiyah sebagai aktivitas untuk merespon adanya realitas sosial yang dilihat dari sudut pandang norma syariah,” jelasnya.
Komponen Manhaj Tarjih, dia menerangkan, di antaranya pertama, mempunyai wawasan 1. Bersifat tajdid, 2. Keagamaan , 3.Tidak berafiliasi terhadap madzhab, 4. Keterbukaan , dan tolerasi.
Berikutnya tentang sumber : 1. Sumber tekstualis/al-mashadir al-nashiyyah (al-Qur’an – Sunnah) dan 2. Sumber paratekstualis/al-mashadir al-tab’iyah (maslahah mursalah, istihsan, dll).
Komponen Manhaj berikutnya, Pendekatan : 1.Adalah pandangan teoritis untuk melakukan kajian terhadap permasalahan yang akan dibahas, 2. Pandangan teoritis ini diambil dari epistemologi keilmuan Islam (bayani, burhani, irfani).
”Bayani di sini artinya pengetahuan yang bertitik tolak pada nash. Yang termasuk ilmu nash antara lain ushul fiqh, fiqh, tafsir, hadits, tarikh, nahwu.
Pendekatan burhani merupakan pengetahuan yang bertitik tolak akal dan pengalaman. Di sini hukum sebab akibat adalah unsur penting dalam pendekatan burhani. Bila teradapat ayat yang bertentangan dengan akal maka dilakukan takwil.
Pendekatan irfani bertitik tolak pada qalbun. Pendekatan ini dikembangkan oleh ahli tasawuf. Pengetahuan dihadirkan seperti ilham namun tidak semua pengetahuan irfani diambil (yang penting adalah kesadaran nurani).
”Jadi Pendekatan bayani, burhani, irfani tidak hanya pada saat istimbath hukum semata, tetapi pada semua komponen kajian keislaman,” jelasnya.
Contoh kesadaran irfani, yaitu fatwa kurban saat pandemi diarahkan untuk membantu warga terdampak wabah Covid-19 daripada menyembelihk hewan kurban. Uang kurban bisa disumbangkan ke penderita Covid, atau yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Bisa dilihat di https://fatwatarjih.or.id/tuntunan-ibadah-kurban-di-masa-pandemi-covid-19/.
Penulis Lilik Isnawati Editor Sugeng Purwanto