Garuda Menghadapi Ajal oleh M Rizal Fadillah, Analis Politik dan Kebangsaan
PWMU.CO– Bukan hanya sedih tetapi perih mendengar berita maskapai Garuda sedang menjerit berguling-guling menjelang ajal.
Sampai segininya pemerintah mengalami kegagalan. Maskapai penerbangan negara tidak bisa ditolong. Sense of crisis rendah. Semua dihitung dagang yang menganggap bahwa rugi itu biasa. Tak ada rasa nasionalisme yang terguncang padahal Garuda yang tidak terbang sama saja dengan nyungsep-nya citra Indonesia.
Ada suara kegelisahan dari seorang ibu, istri pilot maskapai Garuda yang baru dipensiunkan. Memiliki anak yang menjadi pilot maskapai ini dan satunya menjadi pramugari pula.
Keluhan atas penggajian yang sudah byar pet. Satu bulan on dan sebulan kemudian off. Siaran resmi Garuda menyatakan pendapatan pegawai dipotong 30 hingga 50 persen. ”GA dikelola secara ugal-ugalan sejak awal, tidak masuk akal utang hingga 70 triliun,” keluhnya.
Masalah utama Garuda adalah salah urus (mismanagement), kemandirian yang terganggu, serta menjadi perusahaan perahan dari banyak kepentingan.
Sebagaimana BUMN lain, Garuda pun menjadi perusahaan yang tak luput dari budaya bagi-bagi kue politik. Komisaris dan direksi yang terkendali dan profesionalisme yang terkendala.
Pemerintah harus terbuka bagi pembenahan mendasar. DPR dituntut lantang dan cermat dalam pengawasan dan penyelamatan. Tidak terjebak oleh budaya bagi-bagi kue yang dapat menyebabkan anggota menjadi kelu untuk bersuara. Bungkam seribu bahasa.
Dahulu mantan Menko dan pakar ekonomi Rizal Ramli pernah menyelamatkan maskapai ini dari kebangkrutan. Kini terberitakan dia siap untuk membantu kembali dengan imbalan bukan jabatan atau uang tetapi perubahan politik dalam sistem pemilihan presiden.
Presidential Treshold 0 % yang patut untuk didalami dan didiskusikan dengan para pengambil keputusan politik di negeri yang terasa semakin awut-awutan ini.
Situasi gawat perusahaan penerbangan ini bersama 11 maskapai yang telah tewas mendahuluinya haruslah menjadi perhatian utama. Bukan saja memilukan dan memalukan tetapi juga membahayakan kelangsungan perjalanan bangsa.
Presiden mesti bertanggung jawab penuh. Bila pilot pesawat terpaksa harus grounded akibat kegawatan ini, maka demi solidaritas sang pilot Indonesia juga harus ikut grounded.
Garuda yang dahulu mantap menjadi pilihan spesial penumpang untuk malang melintang terbang ke berbagai belahan dunia maupun domestik, kini terancam kehilangan melintangnya dengan meninggalkan sisa malangnya.
Garuda yang malang. (*)
Bandung, 28 Oktober 2021