PWMU.CO – Saat Ustadz Wijayanto Hadir di Pengajian Orbit. Mengawali ceramahnya, Ustadz Wijayanto menyampaikan permohonan maaf. “Maaf kalau nanti agak tidak terlalu bersemangat banget karena ini ceramah daring yang ke-7 hari ini, sambung-menyambung sejak Subuh,” ujarnya.
Ustadz kondang itu akhirnya berkesempatan menjadi penceramah di Pengajian Orbit Virtual, Kamis (28/10/2021). Sebelumnya, dia memang sering tampak hadir menjadi Orbiters (jamaah Orbit).
Di pengajian online malam itu, ustadz yang dikenal punya gaya tausiah lucu tersebut memulai ceramah dengan beberapa lelucon yang menggelitik.
Silaturahmi ‘Kelon’
Kehadiran Zoom menurutnya membawa manfaat bagus. “Jauh di mana dekat di hati dengan Zoom ini, toh kita memandang langit yang sama, begitu kata Ran,” selorohnya.
Moderator Cici Tegal pun dia ajak bercanda. “Kita boleh physical distancing, Mbak Cici, asal tidak mengalami heart distancing!”
“Kalau bahasanya Bang Din, boleh kita mengalami physical distancing asal tidak mengalami spiritual distancing,” tambahnya. Yang dimaksud Ban Din adalah Pembina Yayasan Orbit Din Syamsuddin.
Ustadz Wijayanto menegaskan pertemuan Pengajian Orbit merupakan jalan silaturahmi, walaupun secara kelon. “Kelas online (maksudnya). Jangan kelon beneran,” celetuknya. Mendengar itu, Cici Tegal spontan tertawa.
Paling tidak, lanjutnya, dengan Zoom Meeting bisa mendapat manfaat dukungan sosial. Sebab, berdasarkan neurosains, dukungan sosial membantu melepaskan hormon oksitosin.
“Orang kalau nggak pernah bergaul, mengurung diri, kalau punya masalah mengurung di kamar mandi, punya masalah diam di kuburan, Orbit nggak pernah datang, WA group left, orang seperti itu sebentar lagi edan,” ungkapnya lucu tapi pesannya serius.
Orang-orang gila dimulai dari putusnya komunikasi. Maka dia menyarankan jangan pernah putus silaturahmi apapun keadaannya. “Karena itu saran Surgawi: tidak akan masuk surga kalau memutuskan hubungan silaturahmi,” terang Ustadz Wijayanto, mulai serius.
Kondisi Psikis Sembuhkan Fisik
Menurutnya, itu berawal dari depresi yang menimbulkan strain (ketegangan). “Orang yang nggak pernah silaturahmi itu ada strain,” ungkapnya.
Dia menambahkan, “Strain berkumpul jadi stres, stres berkumpul jadi stroke, stroke berkumpul jadi stop. Kalau sudah stop, lillahibil taufiq wal hidayah.”
Minimal, kata ustadz kelahiran Surakarta itu, mengikuti Pengajian Orbit dapat menurunkan tingkat kecemasan. “Membantu mempercepat proses penyembuhan kalau ada gangguan kesehatan,” ujarnya.
Dia lantas menerangkan hasil studi Ibnu Sina tentang psikosomatis. Hasil penelitian itu menunjukkan, “Kondisi psikis sangat berpengaruh pada penyembuhan fisik.”
Maka, ayah dari tiga anak itu mengungkap, kalau ke dokter dan dokternya ganteng-wangi, kadang obat belum dibeli kita sudah separuh penyembuhan.
“Begitu sebaliknya, sehebat apapun dokter, kalau layanannya jelek, orangnya kasar, jutek, bayarnya mahal, menunggunya lama; maka dikasih resep berkali-kali pun tidak sembuh-sembuh,” terangnya.
Ada seorang dokter di Jogja—tidak dia sebutkan jelas namanya—yang sangat laris. Bukan karena resep yang diberikan tapi karena orangnya good looking dan wangi. “Masyaallah pasiennya banyak sekali. Padahal dokter anak tapi yang datang mahmud abas,” kelakarnya.
Mahmud atas akronim dari mamah muda anaknya baru satu. “Sampai resep sudah diberikan, mamanya nggak keluar-keluar, lama banget kalau periksa,” ujarnya menjelaskan akibat ada kondisi psikis yang mempengaruhi.
Absen Orbit, Wajah ‘Bermutu’
Kalau nggak pernah ikut Orbit, kata Ustadz Wijayanto, nanti wajahnya bermutu—akronim bermuka tua. Selanjutnya, sang pembina Orbit Din Syamsuddin ikut menjadi sasaran lawakannya.
“Ada yang usia milenial tapi wajahnya kolonial, ada yang usianya masih di bawah saya tapi wajahnya lebih tua dari pada Bang Din,” candanya.
“Nah ini ada beberapa!” lanjutnya seakan menemukan beberapa wajah kolonial itu di antara peserta. “Satu, dua, tiga.”
Sebelum mulai benar-benar serius menyampaikan materi, dia melontarkan lelucon lagi, “Masih aktif kerja tapi wajah pensiunan, wajah MPP. MPP itu mati pelan-pelan.”
Dari segi ekonomi, e-commerce membuat suatu perubahan. “Sampai-sampai orang naik Gojek itu, karena kebiasaan kalah diantar suami pasti cium tangan. Diantar Gojek, turun langsung cium tangan padahal itu sopir Gojek.
Sindir Jamaah Orbit
Selanjutnya, saat tengah menyampaikan materi tausiahnya, tentang disrupsi dari teknologi, ustadz yang tampil rapi dengan kemeja batik dan kopiah hitamnya itu kembali menyelipkan canda.
Dari segi ekonomi, e-commerce membuat suatu perubahan. “Sampai-sampai orang naik Gojek itu, karena kebiasaan kalah diantar suami pasti cium tangan. Diantar Gojek, turun langsung cium tangan padahal itu sopir Gojek,” candanya.
Dari segi pendidikan pun menurutnya tak kalah luar biasa. Semua dosen mati gaya. Dia menyindir, “Saya kalau ngajar harus pakai dasi karena pascasarjana, tapi mahasiswa sekarang ‘pintar’. Persis jamaah Orbit!”
Mereka mematikan kamera saat bergabung kelas virtual. “Saya baru serius lima menit saja langsung … billahitaufiq wal hidayah, bismika Allahumma ahya wabismika amut, sudah sampai sidratul muntaha,” tambahnya.
Begitu diabsen, “Tolong hidupkan kamera, ternyata mahasiswa sekarang dia sambil pakai daster, sambil tiduran.”
Padahal, dosennya pakai dasi. “Sakitnya bukan di sini!” ujarnya sambil menunjuk hati. “Tapi di sini, tembus sampai belakang sini!” tuturnya sambil menunjuk punggung. (*)
Saat Ustadz Wijayanto Hadir di Pengajian Orbit, Ini Kejenakaannya: Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni