Opini oleh Husnun N Djuraid, wartawan senior, mubaligh Muhammadiyah Malang.
PWMU.CO – Menjelang hari raya kaum Nasrani, muncul kontroversi di kalangan umat Islam, perlu tidaknya mengucapkan selamat untuk kelahiran manusia yang dianggap sebagai Tuhan tersebut. Kontroversi itu terjadi di kalangan internal umat Islam, sementara umat Nasrani tidak pernah memermasalahkan.
Sebagian menyebutkan bahwa ucapan itu tidak boleh, tapi ada juga yang menganggap boleh. Yang melarang menganggap bahwa ucapan tersebut sebagai pengakuan adanya Tuhan selain Allah, maka dihukumi syirik. Tapi ada juga yang mengatakan boleh, karena Nabi Isa AS sendiri menyampaikan salam kesejahteraan pada saat dia dilahirkan, saat dia mati, dan saat dibangkitkan nanti.
(Baca juga: KOKAM Tidak Jaga Gereja: Selain Tidak Ada Ancaman Keamanan, juga Hindari Sikap Toleransi Seakan-akan)
Benarkah ? Mari kita lihat dalil yang digunakan untuk membolehkan ucapan selamat tersebut yakni pada surat Maryam ayat 33. ‘’Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Dalam ayat ini Nabi Isa AS menjelaskan tentang ucapan selamat atas kelahiran, saat dia mati, dan saat dia dibangkitkan. Tapi seharusnya tidak hanya mengutip ayat tersebut, tapi harus dilihat ayat-ayat sebelumnya tentang Maryam, ibunda Nabi Isa AS yang dimulai dari ayat 23 surat yang sama. Dalam ayat tersebut dikisahkan Maryam yang baru saja melahirkan anaknya datang menemui kaumnya. Sebelumnya, dia banyak menghabiskan waktunya untuk mengasingkan diri sampai dia hamil.
Saat menemui kaumnya sambil menggendong bayinya, Maryam mendapat celaan dan hinaan dari kaumnya. ‘’Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan perbuatan yang sangat munkar.’’ (ayat 27). Mereka melanjutkan, bahwa Maryam yang mereka sebut sebagai saudara Harun itu, ayahnya tidak pernah melakukan perbuatan yang jahat dan ibunya juga bukan seorang pezina.
(Baca juga: Pakai Atribut Non-Muslim Jelang Natal, Begini Fatwa MUI)
Dihujat seperti itu, Maryam hanya diam dan menunjuk kepada orok yang masih merah. Mereka mengatakan, bagaimana mungkin berbicara dengan bayi yang masih ada dalam gendongan. Maka atas kehendak Allah–inilah salah satu mukjizat Nabi Isa–bayi dalam gendongan itu pun berbicara. ‘’Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan menjadikan aku seorang nabi.’’ Isa melanjutkan, Dia memerintahkan aku untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat selama aku hidup.
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Isa menyatakan dirinya sebagai hamba Allah. yang diberi Al kitab, diutus sebagai nabi, diperintahkan untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat. Sama sekali Isa AS tidak pernah menyatakan dirinya sebagai Tuhan, apalagi memerintahkan kepada umatnya untuk menjadikan Tuhan dan kemudian menyembahnya. Agama nabi Isa adalah agama Tauhid yang hanya menjadikan Allah sebagai Tuhan, bukan yang lain, apalagi dirinya sendiri.
Kembali ke ayat 33 surat Maryam, ucapan selamat sejahtera itu disampaikan kepada abdullah (hamba Allah) yang bernama Isa AS, bukan kepada orang yang dianggap sebagai Tuhan selain Allah. Umat nabi Isa telah menyelewengkan ajarannya, bahkan menganggap Isa sebagai Tuhan. Ayat tersebut tidak cocok dijadikan landasan untuk mengucapkan selamat sejahtera atas kelahiran Nabi Isa AS dalam konteks kekinian, ketika beliau sudah dianggap sebagai Tuhan.
Selamat sejahtera atas kelahiran Nabi Isa AS, hamba Allah yang diberi Al Kitab, diutus sebagai Nabi yang mengerjakan salat dan menunaikan zakat. (*)