Dapat dikatakan pula, lanjut Chandra bahwa ekspansi dakwah ‘Aisyiyah sebagai gerakan amar ma’ruf, nahi munkar dan tajdid pada waktu itu sudah masuk pada ranah yang lebih luas. Beberapa misi utama yang hendak dibangun ‘Aisyiyah pada waktu itu yaitu pertama membangun jejaring. ”Itu dilakukan guna silaturrahim antara organisasi-organisasi wanita di Indonesia,” terangnya.
Kedua, membahas bersama-sama secara luas harkat, martabat, hak dan kewajiban wanita sebagai pribadi, sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian ketiga, membahas segala bidang keperluan kehidupan manusia (sebagai hamba dan khalifah di bumi) ”Yang terakhir, keempat adalah membahas tentang pentingnya menjadi wanita yang berkemajuan,” paparnya.
(Baca: Ini Salah Satu Perbandingan Kartini dan Siti Walidah dan Aisyiyah Harus Jadi Kekuatan yang Mencerahkan Bangsa)
Candra mngungkapkan, sebagai peserta aktif dalam konggres tersebut, ‘Aisyiyah pada waktu itu menyampaikan enam usulan yang berkaitan dengan kepentingan keberdayaan perempuan. Pertama, mendirikan perikatan perempuan Indonesia yang sekarang dikenal dengan Kowani. Lalu kedua, membentuk Study Fonds untuk para gadis kalangan dhu’afa, dan ketiga adalah mencegah perkawinan anak-anak, serta keempat adalah usulan kepada Pemerintah Belanda untuk tunjangan janda dan anak yatim
”Sementara usulan kelima dan keenam adalah memperbanyak sekolah putri dan mengirim mosi kepada Rad Agama (Pengadilan Agama) agar perceraian disertai dengan surat dan sesuai ajaran Islam,” ungkapnya.
Chandra menegaskan kembali bahwa momentum konggres wanita inilah yang selanjutnya menjadi landasan yuridis dan filosofis penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu pada konggres ke III di Bandung 1938.
(Baca juga: Aisyiyah Perkuat Peran Pendampingan Perempuan dengan Paralegal)
Lanjut Candra, ini adalah tonggak sejarah kebangkitan wanita Indonesia yang selanjutnya dengan Kepres (Keputusan Presiden) Republik Indonesia No 316 tertanggal 16 Desember 1950, pemerintah menyatakan tanggal 22 Desember adalah hari ibu dan ditetapkan sebagai hari besar nasional .
”Inilah fakta sejarah bahwa ‘Aisyiyah mempelopori tonggak ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Selanjutnya semua organisasi wanita, lembaga dan instansi pemerintah selalu memperingatinya setiap tahun. Semoga kita para kader dan aktifis ‘Aisyiyah dapat mengisi peringatan-peringatan hari ibu dengan kegiatan yang menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemajuan kaum wanita” harapnya.
Kepada para wanita, PWA Jatim mengucapkan selamat Hari Ibu. Hari kebangkitan wanita Indonesia. ”Semoga menjadi ibu-ibu yang istiqamah pada harkat -martabatnya, dan menjadi para ibu yang berkemajuan. Allahu a’lam bish-shawab,” pungkasnya. (aan)