Pembacaan Puisi yang Bikin Haru
Selanjutnya, mengenakan setelan bernuansa merah marun, Ikaduri Fatmanawati naik ke panggung. Bunda Gempar Jagad Samudera kelas VI Himalaya itu membacakan puisi berjudul “Sang Pengabdi” karya Zaniza.
Aula berubah hening dalam sekejap. Alunan lagu lirih terdengar seiring pemutaran video yang menunjukkan gelak tawa anak-anak dan potret para guru Berlian School. Semua guru maupun Ikwam tampak serius memperhatikan pembacaan puisi Bunda Gempar—panggilan akrabnya—yang penuh penghayatan.
Di tengah membaca puisi, suaranya mulai terdengar parau. Bunda Gempar mengambil jeda beberapa detik, dia berusaha menguasai diri yang mulai terbawa suasana. Apalagi, iringan musik video yang tampil di layar proyektor mengalun merdu, selaras dengan tempo pembacaan puisinya.
Berselang beberapa detik, beberapa guru tampak menunduk. Ada pula yang memejamkan mata, tampak berusaha keras menahan tetes air mata. Selain itu, ada beberapa guru yang langsung mengelap air mata dengan kerudungnya.
Di ujung suasana haru itu, gemuruh tepuk tangan menggema usai Bunda Gempar membaca larik terakhir puisi hingga turun dari panggung. Kepada PWMU.CO, dia mengungkap itu penampilan perdananya membaca puisi. “Sebelumnya nggak pernah (ada pengalaman membaca puisi), dulu saya pendiam,” terangnya.
Sementara itu, bekas air mata masih terlihat di mata beberapa guru. “Teringat jejak perjuangan selama di Berlian School,” ujar Ika Methasari sambil tersenyum di balik maskernya.
Bersambung ke halaman 3: Puisi Bunda Gempar