Dekat Kalangan Pergerakan
Sangat boleh jadi, figur dan aktivitas sang ayah sangat menginspirasi Pak Nas. Jika sang ayah aktif di Syarikat Islam, maka Pak Nas dekat dengan kalangan pergerakan Islam sejak saat bersekolah pada 1930-an di Yogyakarta dan terus berlanjut sampai masa yang panjang.
Tentang hal di atas, Mohammad Saleh Sitompul-Ketua Umum Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Kotamadya Tanjung Balai periode 1979–1971 punya catatan menarik. Bahwa, hubungan dan interaksi Pak Nas sangat akrab dengan pimpinan atau pengurus Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Al-Washliyah, Partai Syarikat Islam Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Seni Budaya Islam, dan organisasi Islam lainnya.
Lebih lanjut, urai Saleh Sitompul, hubungan kelurga Pak Nas dengan organisasi-organisasi Islam juga sangat dekat. Contoh, salah seorang sepupunya, Muhammad Radjab Nasution (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta) pernah menjabat Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB-HMI) periode 1951-1953 yang ketika itu Ketua Umum-nya adalah Dahlan Ranuwihardjo (https://www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2015/04/23/68682/jenderal-ah-nasution-dan-pelajar-islam-indonesia.html).
Jejak Karir
Pengalaman bekerja Pak Nas variatif. Mulai dari menjadi guru, tentara, sampai Ketua MPRS. Kurang lebih, berikut ini riwayat pekerjaan Pak Nas.
Pak Nas sebagai guru, pernah di Bengkulu (1938) dan di Palembang (1939-1940). Pernah pula sebagai pegawai Kotapraja Bandung (1943).
Di militer, Pak Nas Komandan Divisi III TKR/TRI Bandung (1945-1946), Komandan Divisi I Siliwangi Bandung (1946-1948), Wakil Panglima Besar / Kepala Staf Operasi MBAP Yogyakarta 1948, Panglima Komando Jawa (1948-1949). KSAD (1949-1952), dan KSAD (1955-1962).
Masih di militer. Pak Nas pernah sebagai Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959), Menteri Keamanan Nasional / Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (1959-1966), dan Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963 dan 1965).
Sarat Prestasi
Saat revolusi kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Pak Nas menarik pelajaran yang lain: Rakyat mendukung TNI. Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat.
Metode perang gerilya dengan leluasa dikembangkannya setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa pada masa Revolusi Kemerdekaan II (1948-1949). Hal lain, di tahun 1948 Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Posisi Pak Nas sebagai jenderal pemikir semakin menonjol. Beliau merumuskan konsep Dwi Fungsi ABRI (Ensiklopedi Muhammadiyah, 2015: 89).
Tentang berbagai gagasan dan konsep perang gerilyanya, Pak Nas menulis sebuah buku fenomenal yaitu Strategy of Guerrilla Warfare. Buku ini lalu diterjemahkan ke berbagai bahasa asing. Pun, menjadi buku wajib Akademi Militer di banyak negara termasuk di sekolah elit bagi militer dunia, West Point – Amerika Serikat.
Baca selanjutnya di halaman 3 Selalu Kritis