Gerkatin Protes
Beberapa saat kemudian, perwakilan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Stefanus maju ke panggung. “Ibu mohon maaf, saya mau berbicara dengan ibu sebelumnya. Ibu saya harap sudah mengetahui tentang CRPD,” ungkapnya dengan berbahasa isyarat.
CRPD yang dia maksud adalah Convention on the Rights of Persons with Disabilities atau Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. “Bahwasanya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar tapi tidak untuk kemudian dipaksa bicara,” jelas Stefan—panggilan akrabnya.
“Saya ingin menyampaikan bahwasanya bahasa isyarat itu penting bagi kami. Bahasa isyarat itu adalah seperti harta bagi kami, mungkin seperti alat bantu dengar. Kalau alat bantu dengar itu bisa mendengarkan suara, tapi kalau suaranya tidak jelas itu tidak akan bisa terdengar juga,” terang Stefan.
Merespon protes Stefan, Risma mengakui dan menyayangi alasannya memaksa mereka berbicara. “Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat, tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi,” terangnya. Stefan pun mengangguk-angguk mendengar penjelasan Risma.
“Stefan, ibu tidak mengurangi bahasa isyarat. Tapi Stefan, kamu tahu Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita. Yang ingin ibu ajarkan kepada Kalian, terutama anak-anak yang dia menggunakan alat bantu dengar, sebetulnya tidak mesti dia bisu,” ujar Risma.
Berdasarkan tayangan di kanal YouTube Kemensos RI, (klik dan tonton di sini) kegiatan itu digelar di Gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial RI. Kegiatan juga dimeriahkan dengan penyaluran bantuan Atensi disabilitas dan anak yatim piatu, lelang karya anak dengan disabilitas, dan penampilan anak dengan disabilitas.
Baca sambungan di halaman 3: Protes dari Anak Tulis Gresik