PWMU.CO – Siapa sangka, di balik megahnya Masjid Latifah Zaid Al Isa Muhammadiyah di Dusun Parengan, Desa Sambangrejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan–yang baru saja diresmikan 24 Desember 2016—tersimpan sejumlah kepiluan dan peristiwa dramatis. [Berita peresmian: Masjid Latifah Zaid yang Dibangun di Atas Tanah Wakaf Anggota TNI Itu Diresmikan]
Ternyata, pendirian masjid yang dibangun di atas tanah wakaf Jumajak–seorang TNI AD anggota Kodim 0812/Lamongan berpangkat Kopral Kepala yang bertugas di Koramil Bluluk–itu mendapat tantangan keras dari pihak-pihak yang berbeda paham dengan Muhammadiyah. Berbagai upaya dilakukan untuk menggagalkan pembangunan masjid yang sebagian besar dananya diupayakan oleh Yayasan Bina Muwahhidin Surabaya.
Cibiran dari ‘kelompok tertentu’ dimulai sejak tersebarnya ikrar wakaf Jumajak, yang juga Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sambangrejo. “Saya orang pertama yang akan menantang berdirinya masjid Muhammadiyah di desa ini,” begitu ucapan salah satu tokoh desa di hadapan anggotanya. [Berita ikrar wakaf: Tentara Ini Jadi Ketua Ranting Muhammadiyah dan Wakafkan Rumah-Tanahnya untuk Dakwah]
Tapi ancaman itu tak membuat surut langkah warga Muhammadiyah. Tiga serangkai tokoh Muhammadiyah Desa Sambangrejo yaitu Jumajak, Hartin, dan Suciono, terus melakukan konsolidasi. Mereka juga harus meredam amarah warga Muhammadiyah karena cibiran itu.
Jelang Ramadhan 1437, dimulailah proses pengukuran, pembersihan, dan pembongkaran separuh rumah Jumajak dengan alat berat bego. Tapi di tengah-tengah proses itu tersebar isu bahwa Jumajak mendapat untung besar dengan pembangunan masjid. “Tidak jelas siapa yang menebar fitnah tersebut,” cerita Jumajak kepada pwmu.co, Senin (26/12). [Beratnya tantangan pendirian masjid Muhammadiyah di Kecamatan Modo Lamongan bisa baca: Dirobohkannya Masjid Kami, Sebuah Kisah Nyata Intoleransi Mayoritas pada Minoritas]
“Tapi kami sengaja tidak menanggapi atau merespon dengan emosi. Karena khawatir akan mengganggu pembangunan masjid. Sebab hal itulah yang mereka harapkan,” kisah Jumajak.
Jumajak bersama istri dan 3 anaknya di hari-hari itu diliputi kegelisahan. Tak jarang air mata Jumajak tumpah tanpa dia sadari. “Mungkinkah ini cara Allah untuk mengukur keteguhan berdakwah? Wallahu alam,” keluh dia. Tapi gayung bersambut. Keluarga tetap bertekad meneruskan pembangunan masjid. Bersambung ke halaman 2 …