Setelah kembali Muslim, Ketua RW 06 Kelurahan Wonorejo itu mengaku mendapat ketenangan batin. Istrinya yang sejak kecil beragama Kristen, juga ikut masuk Islam. “Alhamdulillah, pada 2007, sebelum saya berangkat haji, istri saya memutuskan masuk Islam juga,” kisah dia sembari meneteskan air mata lantaran teringat perjuangan istrinya yang kini sudah wafat.
Ia pun tidak lupa meminta doa dari jamaah agar istrinya diberi tempat yang mulia di sisi-Nya. “Waktu saya mau berangkat haji, istri saya tidak mau mengantarkan, karena belum berhijab. Namun setelah saya pergi dari haji istri saya berhijab,” ungkap dia mengenai perjuangan istrinya dalam ber-Islam.
(Baca juga: Kisah Heroik Pendirian Masjid ‘Umar Farouq’ di Daerah Kristenisasi)
Mengenai alasan bergabung dengan Muhammadiyah, dia menjelaskan bahwa dirinya tertarik pada Ormas Islam bersimbol matahari ini karena banyak intelektualnya. “Saya bilang kepada Mas Arif AN–kini Sekretaris PDM Surabaya–saya sudah masuk Islam dan ingin mewakafkan jiwa saya kepada Muhammadiyah, tanpa ada yang menyuruh.”
Menyadari konsekuensi pindah agama, ia terus berusaha menjadi Muslim yang baik. Untuk menebus rasa bersalah mengenai masa lalunya sebagai pendiri gereja, saat menunaikan ibadah haji di tanah suci, ia memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar diberi kemampuan untuk bisa membangun masjid
(Baca juga: Kisah Pak AR Ajari Mahasiswa Cara Hadapi Kristenisasi dengan Jurus Cerdas).
“Saya naik menara dan berdoa, mudah-mudahan setelah pulang ke Indonesia nanti, bisa membangun masjid walaupun bukan dari uang pribadi saya,” tekadnya dalam doa.
Setelah pulang haji, rencana pembangunan masjid itu dimatangkan. Tidak mudah mewujudkan impiannya, karena banyak tantangan. Salah satunya datang dari seorang pengurus MUI Malang. “Pak Parno, beranikah Sampean membangun masjid di tengah-tengah wilayah ini, apalagi masjid Muhammadiyah?”
(Baca juga: Ceramah di Malaysia, Dai Ini Kisahkan Gagalnya Kristenisasi di Indonesia)
Dia meyakini, Allah tidak pernah ingkar janji. Siapa yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya pasti akan diberi jalan keluar. Terbukti, setelah membeli tanah yang sebagian dananya pinjam dari Panti Asuhan Gresikan, Surabaya, ayah tiga anak ini tidak pernah putus asa untuk mewujudkan mimpinya, walau tidak tahu dari mana dananya.
Tiba-tiba, ia dipertemukan dengan seorang dermawan, bernama Haji Ibrahim. Disampaikanlah niat mulia itu. “Terus beliau bilang, boleh saya minta proposalnya?,” ujar Suparno menirukan jawaban Ibrahim. Peristiwa itu terjadi pada 2009.
(Baca juga: Gara-Gara Tak Bisa Berjamaah Subuh, Yoyok Soedaryo Wakaf Masjid)
“Alhamdulillah, tidak lama kemudian Pak Ibrahim datang membawa uang tunai sebesar Rp 210 juta, disertai cek senilaiRp 2 miliar rupiah,” ujarnya gembira. “Akhirnya, saya kumpulkan panitia dan saya bilang: besok kita bangun masjid. Satu tahun kemudian, masjid ini berdiri megah,” tuturnya.
Setelah masjid berdiri, kami bersama pengurus yang lain terus berupaya memakmurkannya, dibantu beberapa pembina seperti Ustadz Khadim dari Sidoarjo, yang mengajar ngaji tanpa mau digaji. Juga Ustadz Hatta dari Krembangan, yang mengajarkan tata cara shalat.
“Dulu, warga masyarakat di sekitar masjid masih banyak yang fanatik buta, tidak mau shalat Jumat di sini gara-gara masjid Muhammadiyah. Namun sekarang sudah memahami, banyak yang shalat Jumat di sini,” kenang dia tentang dinamika yang dihadapi. Di setiap shalat lima waktu, juga dipenuhi jamaah dari masyarakat luas. (Nadjib Hamid)