Taawud Muhammadiyah bukan sekadar lips service–hanya berkoar dalam bentuk wacana semata tetapi sudah masuk pada tataran praksis amar makruf nahi munkar dan mengedepankan akhlakul karimah. Maka Muhammadiyah pun hampir tidak terpancing dengan suara–suara yang senang memojokkannya. Muhammadiyah tetap bisa bersikap dengan bijak. Sebab semua itu diperuntukkan bagi kepentingan yang lebih besar.
Yang paling hangat kasus penistaan agama yang telah menyeret gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahatja Purnama alias Ahok, yang telah membuat Muhammadiyah mengambil ‘garis bijak’ dalam menentukan haluan organisasi terkait masalah itu. Kedewasaan Muhammadiyah dalam bersikap dalam riak-riak kebangsaan ini lahir dari para pribadi pilihan yang secara kolektif menjadi nahkoda Persyarikatan yang kita cintai ini.
(Baca juga: Kasus Sari Roti: Hilangnya Etika Bisnis dan Kejumudan Politik)
Biarpun kuatnya daya tarik penggoda yang merusak nalar kesadaran dan menumbuhkan ego sok benar sebagian warga Muhammadiyah dengan mengubah kearifan Buya Syafii Maarif dengan kebencian. Masih teringat dibenak kita, betapa banyak orang yang tak mampu mengendalikan diri saat itu.
Tapi, lagi-lagi, karena konsistensi Muhammadiyah, tantangan itu bisa segera dihempaskan dengan berbagai amalan-amalan shaleh yang berjalan sistematis, mulai Ranting hingga Pimpinan Pusat. Semangat yang kuat untuk ber-jihad fisabilillah warga Muhammadiyah tumbuh bukan sekedar emosional dalam bingkai taklid kontemporer. Tetapi dengan keteguhan idiologi, rasionalitas organisasional, serta strategi yang elegan.
Terhadap beberapa kejadian yang merupakan imbas dari persoalan di atas, Muhammadiyah juga tidak tinggal diam. Segenap potensi yang dimiliki Persyarikatan dikerahkan untuk memberikan support sebagai bagian ummatan wahidah, yang merupakan kekuatan inti NKRI.
(Baca juga: Setelah Ahok Tersangka: antara Lega dan Khawatir)
Meski demikian, tidak menjadikan Muhammadiyah menjadi jumawa dan berkeinginan mengatur dan menguasai segalanya. Muhammadiyah tidak ingin menguasai panggung. Tapi tetap bisa sebagai pengendali gerakan jamaahnya. Semangat ini telah menggerakkan rasa dan karsa warga Persyarikatan tetap dalam gerakan yang berkoridor rasional dan penuh keadaban. Berbagai jurus penggoda untuk membelokkan pada hal-hal yang berlawanan dengan norma agama tetap saja mental dan tidak mengena sama sekali.
Yang lebih luar biasa, ketika PP Muhammdiyah selalu mengambil peran aktif secara dalam setiap persoalan bangsa. Pimpinan Wilayah Muhammdiyah Jawa Timur pun melakukan perimbangan melalui rangkaian konsolidasi organisasi ke daerah-daerah. Kemudian disikapi sangat positif oleh Pimpinan Daerah hingga Pimpinan Ranting melalui gerakan taawun secara massif.
(Baca juga: Mencetak Generasi Hebat Penguasa Masa Depan)
Ujian dari Allah yang bertubi melalui beragam bencana alam menjadi kesempatan emas bagi segenap kader Persyarikatan untuk semakin berlomba menggalang dana melalui Lazismunya. Begitu juga MDMC-nya yang sudah mendapat kepercayaan hingga manca negara. Dengan sigap selalu menjadi yang tercepat dan terdepan dalam memberikan pertolongan.
Kegigihan semua pimpinan Muhammadiyah di setiap jenjang telah mampu menggerakkan anggota dan simpatisan. Meminjam istilah Ustadz Bayhaqi El Kadmi–salah satu Kyai Muda NU–bahkan setan pun butuh liburan, karena sekian lama tak mampu menarik Muhammadiyah dalam jebakannya. Wallahu alam bissawab. (*)