Praksisme Sosial Lazismu oleh Andar Nubowo
PWMU.CO– Enam tahun, sejak pasca Muktamar 2015, saya menjadi bagian dari Lazismu, sebuah lembaga filantropi Islam di bawah Persyarikatan Muhammadiyah.
Selama itu pula saya menyaksikan perkembangan lembaga ini dari dekat (sangat dekat) dan dari jauh: sebagai Sekjen Lazismu Pusat, mendampingi Ketua Hilman Latief (Oktober 2015-April 2016); Direktur Utama (April 2016- 15 Januari 2018); dan wakil ketua dan anggota Badan Pengurus (sejak Januari 2018-sekarang). Sejak 2017 lalu, saya off board, tinggal di Singapura dan Prancis.
Dalam rentang itu pula, Lazismu saat ini dianggap tengah bertransformasi menjadi the leading Islamic philantrophy in Indonesia, even in Southeast Asia dengan berbagai program inovatif, liberatif, dan transformatif.
Salah satu yang membuat lembaga zakat infak dan sadaqah ini dinilai progresif adalah tafsir dan praksisme sosialnya yang mengacu pada —-selain fatwa, 17 tema SDG’s PBB dan 13 isu penting hasil Muktamar Muhammadiyah 45 di Makassar. Dari sana misalnya, Lazismu berpendapat bahwa zakat itu diberikan kepada yang membutuhkan (whoever in the need, not essentially and specifically Muslims) untuk antara lain program kemiskinan, perlindungan HAM, buruh migran dan perempuan, serta pemberantasan korupsi.
Kini, kiprah Lazismu semakin ditunggu umat, bangsa, dan kemanusiaan universal. Aksinya tidak terbatas di level nasional, tetapi juga di masyarakat global (Filipina, Myanmar, Bangladesh, Nepal, Palestina, Yaman, dan Somalia dan sebagainya).
Dengan kurang lebih 1000 kantor layanan dari Papua hingga Aceh, ribuan amil dan relawan, Lazismu membantu pengumpulan zakat, infaq dan sadaqah dan mendistribusikannya kepada para penerima. Dalam masa Covid-19, misalnya, Lazismu bersama majelis dan lembaga Muhammadiyah-Aisyiyah lainnya aktif mensupport MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center) menyalurkan dana senilai 1 trilyun lebih kepada masyarakat umum pada 2021 ini.
Di luar itu semuanya, tentu saja, sebagai sebuah institusi dan organisme yang dinamis, lembaga filantropi ini tampaknya masih perlu untuk terus melakukan otokritik atas kekurangan dan kelemahan, mengasah dan meningkatkan kapasitas kelembagaan, kecerdasan berinovasi, membangun jaringan, sinergi dan kolaborasi nasional dan global secara cerdas dan terbuka dengan institusi apapun.
Misi dan visi Lazismu perlu dipertajam di tengah tantangan zaman dan kemanusiaan yang semakin kompleks.
Lazismu adalah gagang bagi Trisula Baru Muhammadiyah bersama MDMC (lembaga kebencanaan), MPM (majelis pemberdayaan masyarakat) dan MPS (majelis pelayanan sosial) yang menjadi garda depan dalam aksi-aksi kemaslahatan umum (public good) dan praksisme sosial di Abad Kedua Muhammadiyah. Ia juga adalah ‘kumparan’ yang terus bergerak aktif-proaktif mengalirkan daya hidup bagi sekelilingnya.
Sukses!!
Editor Sugeng Purwanto