Suka dan Duka
Pada 28 September 1945 Juanda memimpin para pemuda mengambil alih jawaban kereta api dari Jepang. Lalu, disusul pengambilalihan jawatan pertambangan, kotapraja, keresidenan, dan objek-objek militer di Gudang Utara Bandung.
Tentu, kehidupan seseorang tak akan bergerak linear. Suka dan duka akan datang silih berganti. Tercatat, di masa perjuangan, beberapa kali dia memimpin perundingan dengan Belanda. Di antaranya, dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB). Saat itu, dia bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan delegasi Indonesia.
Juanda, seperti banyak pejuang lainnya, pernah ditangkap musuh. Dia ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948.
Dalam menghadapi lika-liku perjuangan, Juanda mampu menghadapi semua tantangan itu. Dia berhasil mendapatkan jalan penyelesaian terbaik demi kepentingan bangsa dan negara.
Pejuang Maraton
Mengingat jalan panjang pengabdiannya kepada bangsa dan negaranya, maka kalangan pers menjuluki Juanda sebagai Menteri Maraton. Hal ini, karena sejak 1946 dia sudah mendapat aneka amanah jabatan yang tak pernah putus.
Lihatlah, Juanda pernah menjabat sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Setelah itu dia diangkat sebagai Menteri Perhubungan. Pernah pula menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Perhatikanlah, Juanda pernah menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan 1957-1959 serta Menteri Pertama pada masa demokrasi terpimpin 1959-1963. Singkat kisah, dari 1946 sampai meninggal tahun 1963, Juanda menjabat sekali sebagai Menteri Muda, 14 kali sebagai Menteri, dan sekali sebagai Perdana Menteri (Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri, Febriansyah, 2013: 84).
Pejuang dan tokoh nasional itu meninggal pada 7 November 1963 di Jakarta dalam usia 52 tahun. Tiga pekan setelahnya, atas pengabdiannya yang tanpa lelah, Ir. H. Djuanda Kartawidjaja dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 29 November 1963. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni