Paradoks Cinta dan Benci dalam Tinjauan Neurosains, laporan kontributor PWMU.CO Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Paradoks cinta dan benci diungkap dr Aisah Dahlan CHt CMNLP dalam Pengajian Virtual Orbit bertema “Benci dan Rindu, Tinjauan Neurosains”, Kamis (16/12/21) malam.
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dia menerangkan benci berarti sangat tidak suka terhadap sesuatu, baik orang, peristiwa, maupun lainnya. Kebencian, lanjutnya, melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, hal, barang, atau fenomena.
Kebencian, kata dr Aisah Dahlan, merupakan emosi yang sangat kuat, sama kuatnya dengan cinta. “Benci dan cinta punya kekuatan yang sama,” ujarnya di hadapan para Orbiters—jamaah Orbit—dalam Zoom.
Ilmuwan David R Hawkins MD PhD merangkum jenis emosi dengan berbagai frekuensi. Aisah Dahlan mengungkap, “Ternyata terbagi dua, mulai dari courage sampe enlightenment disebut power. Mulai dari pride sampai shame disebut force.”
Cinta termasuk power (kekuatan), sedangkan benci—rangkaian anger (marah)—termasuk force (memaksa). Level emosi ini sering naik turun. Dia menyimpulkan, “Sama-sama punya kekuatan, yang satu power, yang satu force!”
Baca sambungan di halaman 2: The Partnership Paradox