PWMU.CO – Cara memahami al-Quran di Tengah persoalan umat Muslim tentang akidah disampaikan Dosen Filologi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga Dr Menachem Ali, Ahad (19/12/21).
Dalam Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Candi di Masjid Al-Ikhlas Sesa Sidodadi Candi Sidoarjo dia mengatakan KH Ahmad Dahlan lahir sesuai dengan konteks zamannya karena penguasaan bahasa saat itu menjadi penting.
“Banyak buku yang dibaca oleh beliau dalam rangka memahami konteks kehidupan, bukan hanya tentang bahasa Arab, al-Quran, tetapi beliau memahami tentang ilmu yang lain,” ujarnya.
Di tengah persoalan umat Muslim tentang akidah akhir-akhir ini, Menachem menjelaskan pentingnya memahami kisah Maryam sebelum membahas tentang Isa Ibnu Maryam. Beliau mengawali dengan bertanya, “Apa ada nama perempuan selain Maryam pada surat di dalam al-Quran?” tanyanya.
Pahit dan Getir
Menachem menjelaskan arti Maryam sesungguhnya adalah pahit dan getir. Sejak lahir, hidup Maryam begitu getir karena harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan dititipkan kepada Nabi Zakaria.
Sementara itu, pada surat Al-Imran ayat 35, kisah Maryam adalah salah satu cerita tentang Bani Imran, yang memberikan pesan bahwa Allah SWT bukan tidak akan mengabulkan doa atau keinginan seseorang, tetapi Allah SWT hanya menunda sesaat saja.
“Istri Nabi Imran (Hanna) bernadzar kepada Allah bahwa apabila anaknya telah lahir, maka anaknya akan dijadikan pelayan Allah,” ujar dosen Unair tersebut. Namun yang lahir adalah anak perempuan (Maryam), dan sesugguhnya telah diberikan cucu laki-laki (Nabi Isa AS) dengan menunda satu generasi.”
Sayidah Maryam melahirkan Isa tanpa adanya suami. Maryam hanya sekadar ibu seorang Nabi. Hanya ibu dari seorang rasul. Hanya seorang ibu dari utusan Allah SWT. Namun, problem aqidah di tengah masyarakat adalah menganggap bahwa Maryam adalah bunda Allah.
“Selain itu, Nabi Isa AS mengatakan dirinya hanya Rasul Allah, tetapi akidah lain mengatakan Isa anak Allah. Sementara dalam surat al-Ikhlas jelas menegaskan bahwa Allah tidak beranak, dan tidak diperanakkan,” tuturnya.
Persoalan Akidah
Menachem menambahkan Persoalan saat ini adalah tentang aqidah. Kaum Nasrani tidak akan mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi, sehingga di gereja tidak pernah memasang (ada kata) selamat Maulid Nabi Muhammad SAW, melainkan masih terdapat kata (memasang) spanduk tentang ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri, selamat Idul Qurban, bahkan selamat menunaikan Ibadah Puasa.
“Istilah Natal berasal dari bahasa latin. Sementara di bahasa Arab dikenal dengan istilah Idul Milad (Maulid). Idul milad artinya selamat atas kelahiran anak Tuhan, sedangkan Maulid artinya selamat atas kelahiran utusan Tuhan.
Dengan demikian, lanjutnya, toleransi dalam konteks aqidah, tidak boleh mencampuradukkan karena perbandingan Natal adalah dengan Maulid, bukan dengan Idul Fitri, Idul Qurban, maupun Ibadah puasa.
“Tidak perlu mengikuti sesuatu apa yang kita tidak tahu agar aqidah senantiasa terjaga dengan baik,” pesannya. (*)
Penulis Mochammad Ilyas Junjunan. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.