Dialog menghadirkan dua narasumber yang concern tentang perkembangan dunia media. Dosen FISIP UNAIR Nisa Kurnia SSos M MedKom mengupas tentang perempuan dalam media. Nisa menjelaskan bahwa masyarakat saat ini, terutama generasi muda, sudah dibiasakan melihat (media). Sehingga mindset atau paradigma mereka adalah dari apa yang mereka lihat (di media).
Dalam risetnya, Nisa menemukan data menarik bahwa gaya hidup–dan bahkan orientasi generasi hari ini–sudah dikonsep layaknya apa yang ditampilkan oleh media. Sehingga seringkali apa yang ditampilkan oleh media lebih dipercaya dibandingkan apa yang sebenarnya ada. “Sementara media hari ini kacamatanya sangat ‘laki-laki’,” kata dia.
(Baca juga: Tak Henti Beri Suluhan untuk Tangkal Kenakalan Remaja di (Eks) Lokalisasi dan Kirab Ramadhan Meriahkan Kampung Eks-Lokalisasi Prostitusi)
Sementara pembicara kedua Radius Setiyawan MA banyak mengupas tentang perilaku seksual generasi milenial, yaitu generasi usia 21-35 tahun yang sarat dengan hadirnya teknologi informasi. Dari hasil riset kecilnya, dosen UMSurabaya itu menemukan bahwa generasi milenia seolah menegosiasi ketentuan agama yang bernama ‘dosa’.
“Saat agama melarang melihat, bersentuhan, maupun berhubungan dengan lawan jenis adalah dosa. Namun hal tersebut jika dilakukan via media ‘campfrog’ misalnya, bagi responden, dosanya dianggap kecil. Menurut Radius, ini tantangan agama dalam merespon teknologi yang sangat cepat perkembangannya.
(Baca juga: Ajakan ‘Om Tobat Om’ Mengemuka pada Pengajian Pencerah di Surabaya dan Sukses Tutup Lokalisasi, Walikota Kediri Sabet Top Leader Awards 2016)
Radius melanjutkan, jika hasrat seksual individu mampu dibendung dengan media maka prostitusi online bisa ditekan. “Setting atau tampilan media juga perlu diarahkan secara positif untuk segala usia masyarakat,” ujarnya.
Nisa dan Radius sepakat jika masyarakat sudah melek media, maka angka prostitusi online bisa ditekan. (Arik)