Siti Wasilah, Kader Kintilan KH Ahmad Dahlan, oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku KH Ahmad Dahlan; Gelegak Dakwah sang Penggerak
PWMU.CO – Siti Wasilah, dalam sejarah Muhammadiyah, terbilang sebagai salah satu tokoh yang istimewa. Dia patut menjadi salah satu teladan. Dia potensial menjadi sumber inspirasi bagi kalangan yang luas, tak hanya di internal Muhammadiyah.
Adapun keteladanan dan inspirasi yang dimaksud terangkum di banyak aspek. Dalam hal apa sajakah kelebihan putri dari RH Ahyat itu?
Penuh Pesona
Untuk menyibak nilai lebih seorang Siti Wasilah, sebelumnya, ada baiknya kita bayangkan terkait situasi Indonesia dan lebih khusus Yogyakarta sebelum tahun 1923. Penyebutan “sebelum tahun 1923” penting, sebab Siti Wasilah termasuk murid pertama KH Ahmad Dahlan. Sementara, sang guru wafat pada 1923.
Tentu relatif mudah membayangkan keadaan serba sulit di tahun-tahun itu. Bahwa, hidup di bawah tekanan penjajah pasti berada bukan perkara yang nyaman. Akses ke bidang pendidikan dan ekonomi, misalnya, sangat terbatas. Pemikiran rata-rata orang, termasuk dalam hal keagamaan, masih “tradisional”.
Dari, kondisi umum seperti yang tergambar di atas maka Siti Wasilah, sekali lagi, tergolong istimewa. Hal ini, karena:
Pertama, Siti Wasilah seorang pembelajar yang bersemangat. Perhatikanlah, dia termasuk murid awal dari KH Ahmad Dahlan. Di titik ini, mudah kita simpulkan bahwa dia perempuan yang sadar akan nilai penting ilmu.
Kedua, Siti Wasilah beruntung karena memiliki orangtua yang tergolong maju pemikirannya. Cermatilah, bahwa Siti Wasilah belajar kepada Ahmad Dahlan tentu karena sang orangtua telah mengizinkannya. Sementara, pendidikan yang dikembangkan Ahmad Dahlan tergolong modern cara belajarnya. Bahkan, terkait dengan materi pelajaran agama yang disampaikan KH Ahmad Dahlan, ada dalam semangat pembaharuan. Artinya, dapat kita pastikan, bahwa orangtua Siti Wasilah tak berkeberatan saat sang anak belajar kepada Ahmad Dahlan yang menawarkan kemajuan.
Catatan Ajaran KH Ahmad Dahlan
Ketiga, Siti Wasilah seorang yang tekun dalam menjalani aktivitas yang diyakininya baik dan benar. Terkait ini ada contoh khusus, yaitu dia memiliki catatan lengkap atas ajaran sang guru, KH Ahmad Dahlan.
Catatan yang dimiliki Siti Wasilah itu sangat berguna ketika di kemudian hari Hajid-sang suami yang juga termasuk murid awal dan termuda dari Ahmad Dahlan-, menyusun buku berjudul ”Pelajaran KHA Dahlan: 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an”. Benar, catatan Siti Wasilah sangat bermanfaat dalam melengkapi buku yang saat itu sedang disusun oleh sang suami. Selanjutnya, buku tersebut bisa dibilang sebagai satu-satunya warisan intelektual Ahmad Dahlan yang terbilang lengkap.
Keempat, Siti Wasilah seorang aktivis dan organisatoris yang cakap. Hal ini tampak dalam struktur kepengurusan organisasi Siswa Praja Wanita yang pertama. Tercatat, ketuanya adalah Siti Wasilah. Sementara, Siti Umniyah menjabat sebagai Wakil Ketua. Belakangan, Siswa Praja Wanita berubah menjadi Nasyiatul Aisyiyah dan tetap memberi manfaat sampai kini.
Kelima, ini barangkali tergolong fenomenal, bahwa Siti Wasilah termasuk kader kintilan. Dalam berdakwah, sering KH Ahmad Dahlan mengajak Siti Wasilah. Di kesempatan itu, KH Ahmad Dahlan meminta Siti Wasilah naik panggung untuk membaca Al-Qur’an, sebelum sang guru menyampaikan ceramahnya. Demikian, kisah AR Fahruddin yang mengutip Kiai Sujak – yang juga termasuk murid awal KH Ahmad Dahlan.
Baca sambungan di halaman 2: Keluarga Aktivis