PWMU.CO– Dapur umum daerah bencana kurang pemberitaan. Paling banyak disiarkan aksi heroik relawan saat mencari dan menolong korban. Padahal tanpa dukungan relawan yang berjibaku di dapur umum menyuplai makanan untuk pengungsi dan relawan bisa memicu uring-uringan dan protes keras.
Tim relawan pencarian, evakuasi, dan rekonstruksi sepertinya tampak dominan. Bersyukurlah masih ada yang peduli dengan urusan masak-memasak. Itulah yang dilakukan oleh relawan SMP Muhammadiyah 4 (Mudipat) Porong Sidoarjo yang terjun ke daerah bencana Semeru di Lumajang sebagai tukang masak.
Tim Mudipat Porong mengirim juru masak yang bertempat di dapur umum Pronojiwo di bawah koordinasi Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Jawa Timur.
Relawan Mudipat mengirimkan Zainul Fanani, wakil kepala sekolah bidang hubungan masyarakat (Humas) yang memiliki pengalaman penanganan kebencanaan di Jawa Timur dan luar Jawa Timur.
Juga Khusnul Abidin, Wakasek Kesiswaan yang juga Ketua MDMC Kabupaten Pasuruan. Keduanya didampingi para relawan dari MDMC, Dewan Sughli Hizbul Wathan Kwarda Sidoarjo, dan Dewan Sughli Kwarwil Jatim.
”Tanggung jawab kami adalah mengatur jalannya dapur umum agar bisa memenuhi suplai makanan bagi relawan dan pengungsi,” tutur Khusnul Abidin.
Bertempat di Posko Pelayanan Muhammadiyah Lumajang di Pronojiwo, dapur umum ini harus menjamin makan bagi relawan Muhammadiyah, anggota TNI, warga binaan yang berjumlah ratusan orang.
Tiap hari harus menyiapkan ratusan porsi untuk tiga kali makan pagi, siang dan malam. ”Malam hari harus disiapkan extra fooding untuk relawan yang membutuhkan energi tambahan. Seperti minuman hangat, kopi, dan camilan,” lanjut pria yang akrab dipanggil Ramanda Abidin.
Tim Mudipat dua kali diterjunkan ke daerah bencana. Pertama tanggal 6-10 Desember 2021 dan kedua tanggal 15-22 Desember 2021.
”Pada tugas pertama ketika kami turun sudah ada relawan yang menggantikan. Tapi setelah tim pengganti itu selesai, belum ada tim lain yang siap menggantikan. Maka kami dipanggil lagi,” ujar Abidin yang aktivis Hizbul Wathan.
Kerja Nonstop
Relawan dapur umum daerah bencana mulai memasak pukul 03.30 untuk sarapan. Setelah itu masak lagi untuk makan siang, berikutnya makan malam, dan menyiapkan camilan dan minuman. Belum lagi cuci piring dan peralatan masak.
Mereka kerja nonstop. ”Kerjanya mulai sebelum Subuh saat relawan masih tidur sampai para relawan tidur kembali,” seloroh Abidin. Bersyukur kalau ada relawan lain yang bersedia membantu.
Dia menceritakan, bahan makanan seperti beras, telur, kopi, gula sudah tersedia di posko, bantuan dari para donatur yang digalang Lazismu. Bumbu, sayuran dan lauk-pauk yang tidak tersedia harus membeli di Pasar Pronojiwo.
”Kesulitan tim dapur justru kekurangan personal. Tidak banyak relawan yang memiliki keahlian memasak. Akibatnya tak ada waktu istirahat sehingga ada yang sakit karena kecapaian,” cerita ayah Reza dan Rezi ini.
Menurut dia, kalau ada bencana banyak perhatian pada upaya pencarian dan evakuasi namun sangat jarang yang berminat menjadi relawan dapur. Masalah muncul ketika banyak relawan SAR berdatangan, maka relawan dapur bekerja keras menyiapkan makan untuk semuanya meskipun jumlah sedikit hanya sepuluh orang.
Makanan dan minuman disiapkan secara prasmanan. Jumlahnya kurang lebih 150 porsi. Sedangan relawan yang bertugas tidak satu lokasi dengan dapur umum dikirim nasi bungkus.
”Sekaligus juga untuk TNI sebanyak 45 bungkus. Ada lagi warga binaan Muhammadiyah yang terdampak sebanyak 25 orang,” ceritanya.
Tim relawan dapur harus berbagi tugas kerja agar tidak kelelahan. Truk masak disiapkan dari MDMC Yogyakarta, pengatur dapur dari MDMC Jawa Timur. Pernah datang juga anggota relawan dari Bali.
Resep Rahasia
Abidin menuturkan, menu masakan yang disajikan salah satunya aneka kreasi telur. Mulai telur dadar, telur Bali, telur rica-rica kemangi. Sesekali ada menu ikan terbang gladak perak. Juga ayam kemangi guguran Semeru. Tidak ketinggalan menu berbahan dasar Rendangmu, Kornetmu dan Gulaimu produk Lazismu.
“Semua masakan yang disajikan memakai bumbu rahasia. Saking rahasianya yang memasakpun bisa jadi tidak bisa mengulangi lagi masakannya,” seloroh Abidin sambil tertawa. “Ancen resep rahasia itu.”
Terkadang, sambung dia, juru masak memasak sesuai permintaan relawan. Seperti sayur bening, sayur asem dengan penyetan tempe rebus maupun telur rebus sambal tomat.
“Walaupun menu masakan survival tapi cita rasanya sangat disukai para relawan. Sampai para juru masak Mudipat ini harus dipanggil untuk beberapa gelombang,” ujarnya.
Mereka hanya istirahat 3 sampai 5 hari di rumah, kata dia, setelah itu kembali menempati posisinya di dapur umum daerah bencana Semeru karena masakannya dirindukan para relawan di Posko Pronojiwo. “Bahkan tidak sedikit relawan di bidang lain pingin belajar memasak khususnya porsi dapur umum. Untuk bisa di terapkan di daerahnya,” tandasnya. (*)
Penulis Ernam Editor Sugeng Purwanto