Keluarga Samara dalam Teori Segitiga Cinta; laporan Kontributor PWMU.CO Gresik: Ian Ianah
PWMU.CO – Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik pertama kalinya menyelenggarakan Bimbingan Perkawinan bertema “Dengan Keluarga Sakinah Kita Wujudkan Generasi Islam yang Tangguh”.
Kegiatan itu terlaksana di Ruang Teater Lenon Machali Gedung Baru SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik, Ahad (12/12/2021). Program kerja Majelis Tabligh bersama majelis lainnya di PDA Gresik ini khusus menyasar pasangan suami istri (pasutri) muda dengan usia pernikahan 1-5 tahun.
Selain menghadirkan beberapa pemateri, panitia juga mendatangkan fasilitator dari Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur Umi Thohiroh SAg MH. Dia tak sekadar memberikan materi, tapi juga menggali dan mengeksplorasi keinginan, maksud, dan tujuan pernikahan. Secara interaktif, dia mengajak peserta memahami dinamika perkawinan.
Mengawali pemaparannya, Umi—sapaan akrabnya—melempar pertanyaan kepada para pasutri. ‘‘Yang usia perkawinannya belum satu tahun angkat tangan!” Beberapa pasangan yang usia pernikahannya kisaran dua sampai tujuh bulan mengangkat tangan.
Ternyata, ada pula pasutri dengan usia pernikahan dua sampai lima tahun yang ikut. Makbad Alfarisi SPdI—salah satu peserta yang mengaku baru punya dua anak—mengatakan, “(Usia pernikahan) saya sudah lima tahun empat bulan!”
Dalam kesempatan itu, Umi juga memaparkan, lima kesuksesan keluarga menurut Aisyiyah. Yaitu setiap kehidupan keluarga tercermin aspek keagamaan, adanya pendidikan yang optimal, ekonomi yang stabil, kesehatan yang memadai, dan hubungan harmonis antarkeluarga.
Empat Pilar Perkawinan
Awalnya, Umi menjelaskan empat pilar perkawinan. Pilar pertama, mitsaqan ghalidhan (janji suci) seperti dalam an-Nisa (21): “Dan bagimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan dari kamu).”
Ketika sudah mengucap ‘Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahri madzkuur wa radhiitu bihi wallahu waliyut taufiq‘, lanjutnya, maka seluruh malaikat di langit turun menyaksikan. “Bertranksaksi langsung dengan Allah bahwasanya akan memperlakukan istri saya dengan baik dan adil,” imbuh Umi.
Pilar kedua, zawaj (pasangan saling mengerti dan melengkapi). Sebab, suami dan istri punya kelemahan masing-masing. “Kelemahan istri akan ditutupi suami dan kelemahan suami akan ditutupi istri, saling menutupi rahasia!” tuturnya.
Dia ibaratkan sepatu kanan dan kiri. “Jika kanan keduanya akan tidak nyaman dipakai, jika sepasang akan nyaman dan berjalan dengan baik,” jelas Ketua PDA Sidoarjo itu.
Pilar ketiga, musyawarah bil makruf. Yaitu pergaulan yang baik, tidak saling menyakiti baik dengan ucapan atau perbuatan. “Suami menghormati istri dan istri menghargai suami. Sampai ke tempat yang paling privasi ketika mempergauli istri harus dengan baik!” tegasnya.
Pilar keempat, musyawarah. Apapun masalahnya, kata Umi, harus dimusyawarakan bersama untuk mencari solusi dan kebaikan bersama, serta meminimalkan konflik. Dia menekankan, pernikahan dan rumah tangga itu dinamis.
“Konflik itu faktornya banyak, penyebabnya juga banyak. Karena pernikahan bukan hanya menikahkan dua orang tapi menikahkan dua keluarga yang pasti akan ada konflik. Bagimana kita menghadapi dan akan mengelola konflik supaya menjadi dinamis,” terangnya.
Baca sambungan di halaman 2: Komponen Pernikahan