Misionaris Butrus Bustani
Nasionalisme modern masuk ke Timur Tengah pada abad XIX ketika wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Khilafah Turki Usmani. Pada saat itu muncul para nasionalis yang ingin menjadikan Arabisme sebagai kekuatan yang menyatukan bangsa Arab dan melepaskannya dari kekuasaan Turki Usmani.
Banyak tokoh nasionalis yang lahir, seperti Butrus Bustani (1819-1883) dan Nashif Yaziji (1800-1871). Butrus Bustani adalah seorang misionaris Protestan dan nasionalis Arab yang berpengaruh di Lebanon dan Syria. Ia dikenal lewat majalah yang ia terbitkan. Namanya Nafir Suriya pada 1860an.
Butrus Bustani mempromosikan semboyan Hubbul Wathan minal Iman untuk membangkitkan nasionalisme Arab. Bersama Nashif Yaziji, Butrus Bustani berusaha menggelorakan nasionalisme melalui gerakan penulisan dan pendidikan.
Kegiatannya dalam dunia misionaris pun akhirnya ditinggalkan karena sibuk membangkitkan semangat nasionalisme Arab. Ia ingin mengembalikan kejayaan Arab masa lampau. Kegigihannya untuk membangkitkan kembali kejayaan Bahasa Arab juga diwujudkan dalam bentuk kerja sama dengan sahabatnya Nashif Yaziji untuk menerjemahan Bibel ke dalam Bahasa Arab.
Nashif Yaziji adalah seorang pemikir dan penulis Katholik, yang bersama Butrus Bustani menjadi tokoh utama dalam Gerakan Nahdlah (kebangkitan).
Semboyan “cinta tanah air” itu tidak hanya diartikan secara fisik, tempat tinggal. Tanah tempat tinggal yang dicintai mengandung nilai-nilai yang dicintai pula.
Bagi Butrus Bustani dan Nashif Yaziji, nilai-nilai itu bukan agama. Nilai-nilai itu adalah kebangsaan Arab dan kebudayaannya, termasuk bahasa. Orang-orang Arab harus memiliki kebanggaan sebagai Arab, dan bertanggung jawab untuk melepaskan diri dari kekuasaan bangsa lain. Apapun agamanya orang Arab harus memiliki kebangaan yang sama, yakni nasionalisme Arab.
Baca sambungan di halaman 3: Hubbul Wathan minal Iman Bukan Hadits