Pamer Buku Nikah Sejenis oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Di medsos beredar video pasangan sejenis pamer buku nikah yang menandai bahwa mereka melangsungkan perkawinan resmi di Indonesia. Lengkap dengan foto pasangan sesama jenis laki-laki.
Bila benar, tentu mengejutkan dan hal ini jelas merupakan perbuatan yang menantang hukum. Perlu untuk dilakukan pengusutan lebih lanjut.
Ada tiga hal penting mengapa video pamer buku nikah sejenis itu mesti diusut dan pelaporan kepada polisi menjadi suatu keniscayaan.
Pertama, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memaknai perkawinan sejenis sebagai bukan ”perkawinan”. Pasal 1 UU Perkawinan menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Ikatan selain antara pria dan wanita bukanlah ”perkawinan” menurut undang-undang. Tidak dapat dicatat dan diterbitkan buku nikah.
Kedua, perlu diselidiki kemungkinan bahwa dua buah buku nikah yang dipertontonkan oleh pasangan sejenis tersebut adalah palsu. Kepolisian patut menyelidiki dan menyidik kedua pria ”suami istri” tersebut. Terbuka kemungkinan untuk menjerat KUA yang terlibat kalau benar berita itu.
Ketiga, kedua pria ”suami istri” dalam video tersebut bila mempertontonkan buku nikah palsu, maka keduanya dinilai telah melakukan kebohongan (hoaks). Hal ini melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 11 tahun 2008 tahun tentang ITE dan juga pasal 45A ayat (1) UU No 19 tahun 2016.
Rasanya semakin aneh saja perilaku warga negara di negara Pancasila ini. Bisa-bisanya perbuatan yang jelas-jelas dilarang agama secara demonstratif dipublikasikan dengan nyaman dan tanpa rasa salah. Dengan buku nikah segala.
Hal seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan apalagi sampai dilegalisasi.
Hukum harus bertindak untuk mencegah pembentukan kultur menyimpang dari kaum pengundang azab. Sanksi harus diberikan sebagai pelajaran dan efek jera baik bagi yang bersangkutan maupun pasangan lainnya.
LGBT adalah kejahatan. Tidak boleh ada kekosongan hukum untuk menjerat perilaku menyimpang yang merusak adab dan martabat kemanusiaan serta mengganggu ketentraman bersama.
Ketika asas Ketuhanan Yang Mahaesa dipinggirkan dan dikecilkan maka manusia cenderung semakin biadab. Berbuat semaunya dengan menyiasati etika ataupun aturan hukum.
Tantangan pasangan sejenis berbuku nikah harus dijawab tegas dengan mengusut dan mematikan langkah. Perbuatan keji dari manusia-manusia yang berperilaku hewani.
Bahkan mereka lebih rendah dari hewan karena hewan masih mampu berpikir sehat dengan mencari pasangan dari lawan jenis yang berbeda. Jantan dan betina! (*)
Bandung, 2 Januari 2022
Editor Sugeng Purwanto