Menghapus Islamofobia oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan
PWMU.CO– Council on American-Islamic Relations (CAIR) merilis sikap politik masyarakat dan pemerintah AS yang anti Islam atau Islamofobia sepanjang tahun 2017-2020.
Arahannya adalah sudah saatnya Islamofobia dihapus. Kebijakan dan tindakan anti Islam bukan saja kontraproduktif tetapi juga manipulatif. Gerakan Islamofobia pun sebenarnya telah gagal untuk memberangus Islam.
Rilis terbaru CAIR bertema Islamophobia in the Mainstream itu mengangkat adanya indikasi 35 yayasan dan lembaga amal yang menyalurkan 106 juta dolar AS kepada 26 kelompok anti Islam.
Amerika mengungkap data ini menunjukkan kemajuan dengan kebijakan yang lebih bersahabat kepada Islam.
Setelah Presiden Joe Biden mencabut kebijakan anti Islam Trump dan mengesahkan No Ban Act atau UU anti diskriminasi agama maka DPR AS setuju RUU Anti Islamofobia usulan anggota Partai Demokrat Ilhan Omar untuk menjadi UU sebagai dasar pemberantasan Islamofobia di seluruh dunia.
Indonesia sebagai negara mayoritas muslim seyogyanya menyambut gembira upaya memberantas Islamofobia di seluruh dunia tersebut. Menyiapkan berbagai perangkat dan dana untuk menunjang program yang rasional dan sehat itu.
Indonesia semestinya menjadi garda terdepan bersama negara muslim lainnya. Negara RI akan lebih berwibawa dan dihormati.
Alifbata-nya adalah dengan memulai mengubah dan menghapus kebijakan dan tindakan yang berbau Islamofobia di dalam negeri sendiri. Masih banyak anasir Islamofobis di kalangan pejabat pemerintahan, partai politik, ataupun organisasi kemasyarakatan. Lucunya kalangan beragama juga ikut-ikutan menjadi Islamofobis.
Empat langkah memberantas Islamofobia di Indonesia
Pertama, mengubah pandangan dan sikap pemerintah dan berbagai elemen politik yang menjadikan Islam sebagai masalah bahkan musuh. Islam dan umat Islam sesungguhnya adalah potensi utama bagi kemajuan bangsa dan negara.
Kedua, hentikan stigmatisasi Islam dan umat. Misal stigma Islam radikal, intoleran, anti kebhinekaan dan sejenisnya. Memberi stigma buruk hanya membuat umat tidak nyaman dan akan memasang kuda-kuda. Pemerintah dipastikan tidak akan mendapat dukungan.
Ketiga, tidak mengarahkan narasi moderasi beragama kepada liberalisasi, sekularisasi, atau pengambangan keyakinan keagamaan (plotisma). Menunggangi moderasi untuk melumpuhkan Islam dan umatnya hanya menciptakan kegaduhan dan perlawanan.
Keempat, membuat perundang-undangan dengan substansi anti Islamofobia. Memberi sanksi atas sikap anti Islam baik yang dilakukan oleh umat lain maupun oleh umat Islam sendiri yang dangkal dalam pemahaman keagamaannya, termasuk para buzzer Istana yang gemar menista Islam dan menyakiti umat Islam.
Sikap Islamofobia bertentangan dengan Pancasila dan mengganggu kerukunan hidup beragama. Potensial untuk menjadi penoda agama dan lekat dengan kriminalisasi ulama.
Hapus Islamofobia dan jadikan negara Indonesia sebagai teladan bagi konsistensi sikap politik penguasa dalam melindungi Islam dan umat Islam dari berbagai serangan jahat atas keyakinan dan pelaksanaan ajaran. Merasakan nyaman dalam beribadah dan menjalankan syariah.
Amerika saja bisa. Indonesia bukanlah China. (*)
Bandung, 11 Januari 2022
Editor Sugeng Purwanto