Pentingnya Waktu
Prof Hamid menyatakan, al-Quran juga membahas bagaimana Islam menghargai waktu. Ini tertuang dalam al-Ashr. Dua ayat pertama—Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi—menunjukkan generalisasi pada dasarnya dan umumnya manusia itu merugi.
Siapa yang tidak merugi? “Orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Sebenarnya ini adalah akidah dan akhlak,” tegasnya.
Tapi, lanjutnya, tidak bisa disebut beriman dan beramal shalih kalau tidak menjalankan syariat. “Syariat itu alat untuk tazkiyatun nafs, pencucian diri. Ketika orang menyucikan diri dengan ritual shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, meningkatlah keimanannya,” ungkapnya.
Peningkatan keimanan menjadi keyakinan dan filosofi dalam diri akan mengejawantah dalam amal shalih. Jadi dia menyimpulkan, amal shalih itu produk keimanan.
Dalam Islam, iman berarti perkataan dengan lisan, keyakinan dalam hati, dan pelaksanaan dengan anggota tubuh. “Di dalam Islam, keimanan tanpa amal tidak ada artinya,” ujarnya.
Pada ayat berikutnya, menunjukkan perlu menambah dengan saling menasihati tentang kebenaran. “Kita saling tawasul, komunikasi dengan sesama orang yang beriman, tentang kebenaran (dan) keimanan, takdir yang diturunkan Allah,” jelas dia.
Sumpah Tuhan
Prof Hamid mengatakan, waktu menjadi sumpahnya Tuhan. “Kalau sumpah kita adalah ‘bersumpah demi Tuhan’, kalau Tuhan bersumpah dengan makhlukNya: demi malam, demi waktu, demi fajar, demi Shubuh,” ujarnya. Ini menunjukkan yang menjadi sumpahnya Tuhan itu penting.
Melalui ayat-ayat al-Quran yang membahas waktu, Allah mengajarkan agar manusia menghargai waktu. Sebuah hadits menjelaskan, “Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang melewati sebuah jalan. Ibnu Umar berkata: Apabila kamu berada di sore hari, janganlah kamu menunggu sesuatu hingga pagi hari.”
Maksudnya, manusia diimbau tidak membuang-buang waktu sorenya dengan menunggu sampai pagi hari. Begitupula sebaliknya. Ketika pagi hari, jangan menunggu hingga sore hari.
Begitu pentingnya waktu, lanjut Prof Hamid, sehingga kalau tidak diisi iman dan amal shalih berarti telah menyia-nyiakannya. “Kita menjadi orang yang merugi,” imbuhnya.
Dia akhirnya menukil hadits riwayat Baihaqi, “Siapkan lima sebelum datangnya lima. Masa hidupmu sebelum datangnya waktu matimu. Masa sehatmu sebelum datangnya waktu sakitmu. Masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu. Masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Dan masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni