Gonjang-Ganjing PPPK dan Matri Guru Soedirman, oleh Prima Mari Kristanto, penulis lepas, tinggal di Kota Lamongan.
PWMU.CO – Program pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) telah menimbulkan gonjang-ganjing bagi sekolah swasta, termasuk Muhammadiyah. Ribuan guru eksodus, dan sekolah-sekolah swasta itu kelimpungan.
Fenomena ini mengingatkan kita pada sosok Jenderal Soedirman, sang guru sejati. Dia adalah guru Muhammadiyah, guru tentara, dan guru bangsa.
Dilahirkan pada 24 Januari 1916, Raden Soedirman tahun ini genap berusia 106 tahun.Soedirman dilahirkan laksana David yang disiapkan Allah Azza wa Jalla untuk mengalahkan Goliath.
Sejak muda sudah aktif di Hizbul Wathan dan menjadi kader. Militansi Soedirman muda sudah mulai tertanam nilai-nulai cinta Tanah Air. Panglima Besar Jenderal Sodirman mulanya adalah seorang guru HIS Muhammadiyah, di Cilacap.
Bukan Cari Materi
HIS (Hollandsch Inlandsche School) adalah sekolah setingkat SD dengan masa belajar selama tujuh tahun. Gajinya sebagai guru tidak banyak, hanya sekitar 3 gulden per bulan. Gaji itu sangat “ngepas” untuk kehidupan sehari-hari.
Namun bukan materi yang dicari dengan menjadi guru, melainkan pengabdian dan keikhlasan. Soedirman sadar masa depan bangsa hanya bisa diperbaiki melalui pendidikan. Tanggung jawab serta kecintaan Soedirman pada persyarikatan Muhammadiyah membuat semuanya menjadi ringan dan mudah.
Yang lucu, sebagai guru Soedirman tidak memiliki ijazah sekolah guru yang pada waktu itu bernama HIK (Hollandsch Inlandsche Kweekschool). Belajar di situ sempat dijalani di Surakarta tetapi drop out karena kekurangan biaya sejak ayahnya wafat.
Meskipun “hanya” lulusan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Wiworotomo tanpa ijazah sekolah guru, namun banyak rekannya mengakui dan merasakan jiwa Soedirman adalah seorang pendidik. Sewaktu masih menjadi murid di MULO sudah dijuluki “Si Guru Kecil” karena biasa mengajari teman-temannya.
Soedirman selain suka mengajar, juga masih suka belajar. Sekalipun telah menjadi guru, masih suka menambah ilmu dengan belajar pada R Mokh Kholil, Ketua Pimpinan Muhammadiyah Cilacap maupun melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Profesi guru yang begitu dicintainya terpaksa harus ditinggalkan karena situasi negeri yang kacau akibat serangan Jepang yang datang tiba-tiba. Baktinya di dunia pendidikan harus terhenti karena Pemerintah Pendudukan Jepang menghentikan seluruh kegiatan berkaitan dengan Eropa, kebarat-baratan, termasuk sekolah-sekolah Belanda. Pemerintahan Jepang menganggap jika terus dibiarkan, sekolah Muhammadiyah tempat Soedirman mengajar bisa menjadi berbahaya bagi Jepang.
Baca sambungan di halaman 2: Menjadi Tentara