PWMU.CO – Sekolah maju itu by system, bukan by sinten (siapa). Hal itu diungkapkan oleh Ketua Foskam Jatim Tingkat SMP-MTs Imam Sapari, Senin (24/1/2022).
Dia menyampaikannya saat turba Forum Silaturrahim dan Komunikasi Kepala Sekolah dan Madrasah Muhammadiyah (Foskam) Jatim ke Wilayah Kerja II.
Kegiatan ini diikuti oleh kepala SMP-MTs Muhammadiyah Wilker II meliputi Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang. Acara ini bertempat RM Kebon Pring Kota Pasuruan.
Branding Sekolah
Imam Sapari menyatakan sekolah kecil jangan berkecil hati, karena sebenarnya kita mendapatkan tugas yang sama. Hanya beda tempat dan menjadi mercusuar di tempatnya masing-masing.
Imam Sapari juga memberikan dorongan semangat kepada kepala sekolah agar sukses dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dia menceritakan pengalamannya dalam membranding sekolah yang dipimpinnya hingga berhasil memperoleh banyak siswa di tahun pertama menjabat.
Menurutnya branding sekolah sebagai diferensiasi sekolah dengan sekolah lain sangatlah penting.
“Bu Foni punya branding Sekolahnya para Juara. Pak Gatot Islamic Character School. Pak Mughir mempunyai branding Trensains. Itu tidak ada duanya di Jawa Timur untuk tingkat SMP. Sedangkan Ustadzah Yanur ada kemiripan yaitu Sekolahnya Calon Pemimpin,” ungkap Imam yang punya branding Sekolahnya Para Pemimpin.
Sinergitas dan Taawun
Dia berharap kepala sekolah di tiap daerah melakukan pertemuan rutin. Ini agar ada sinergitas dan taawun antar sekolah baik dalam bentuk materi maupun nonmateri.
“Misalnya Bu Foni sukses sebagai kepala sekolah GKB, menyampaikan di tempat saya ada bangku yang masih bagus, kita mau peremajaan. Monggo yang kerso mengajukan. Itu secara materi atau finansial,” ujarnya.
“Sedangkan bantuan nonmateri, sekolah besar bekerjasama dengan sekolah kecil dengan mengangkat sekolah tersebut sebagai sekolah binaan,” tambahnya.
Guru Jangan Maksiat
Kesuksesan seorang kepala sekolah dilihat dari jumlah siswanya yang banyak. Dan bekerja agar mendapatkan siswa yang banyak jauh lebih berat daripada menyusun kurikulum sekolah.
“Maka saya mengajak kepala sekolah untuk membuat branding sekolah dan maping (peta kerja). Jika branding sekolah sudah ditentukan, maka instrumen-instumen lain seperti kurikulum, kesiswaan, humas, sarpras, dan Ismuba harus mengikuti branding tersebut untuk mendukung dan memperkuatnya,” paparnya.
Dia mengingatkan sekolah yang di dalamnya ada kubu-kubuan tidak akan besar. Untuk mengatasinya pakai otokrasi atau tangan besi. Demikian juga para guru senantiasa diingatkan untuk tidak berbuat maksiat
“Hal itu akan berdampak negatif ke sekolah. Jangan lupa ibadah sunnah dan sedekah ditambah. SOP sekolah dibangun, job description dibangun. Jadi, sekolah itu by system bukan by sinten,” tuturnya. (*)
Penulis Rozzaqul Hasan. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.