Panggilan Sukses dan Bahagia
Karena itulah, kata UAH, panggilan shalat (adzan) diperdengarkan lima kali dalam sehari—setiap lima pergantian waktu sehari—di telinga kita. “Memanggil pada orang yang masih punya pendengaran, masih mau mendengar, dalam adzan itu kita diingatkan, ‘Hidup kamu mesti bahagia! Kamu mesti sukses!’,” ujarnya.
Dia menyimpulkan, kalau ada orang Islam mendengar panggilan adzan, seharusnya ada getaran dalam jiwanya. “Karena itu panggilan yang mengarahkan pada kesuksesan yang dijamin langsung oleh Allah,” ungkapnya.
Dalam QS al-Anfal ayat 2 disebutkan, ciri khas insan beriman sejati yaitu ketika mendengar adzan—panggilan dengan menyebut nama Allah—sinyal jiwanya menyambut: kalbunya bergetar.
“Apa manfaat khusuk dalam shalat, Allah sendiri yang menjawab, menjamin, dan menegaskannya. Allah sendiri yang memberi jawaban, maka di situlah iman kita dipertaruhkan!” imbuhnya.
Miniatur Sukses Zaman Nabi
UAH menjelaskan, tawaran sukses dan bahagia ini Allah berikan secara terbuka kepada siapapun, karena pada ayat kedua itu menggunakan istilah ‘alladhina’.
“Mau laki-laki, perempuan, tua, muda, besar-kecil status sosialnya, kalau anda menunaikan (shalat) dengan baik, maka lihat miniatur kehidupan (sukses) di masa Nabi!” imbaunya.
UAH mengisahkan jejak sukses di bidang militer pada masa Rasulullah SAW. “Dari 12 ribu sahabat, 38 menjadi panglima, satu kualitas panglimanya bisa menaklukkan Persia dan Romawi,” terangnya.
Begitu pula dengan kisah sukses sahabat di birokrat. “Bagaimana Amar bin Ash berekspedisi dari Afrika Utara di mulai dari Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair, kemudian ke Syams di Syria. Sukses keseluruhannya!”
Kalau bisa ikuti bagaimana Nabi menunjukkan, lanjut UAH, maka keteladanan itu akan menebar pada orang yang mengikutinya sehingga menjadi contoh di setiap masa kehidupannya.
Sempurnakan Nikmat, Bekal Akhirat
Apakah setiap orang yang shalat itu bisa sukses dan bahagia? Kenapa ada orang yang sudah banyak shalat—bahkan menambah sunnahnya—tapi belum merasakan kesuksesan dan kebahagiaan yang diidamkan? Menurut UAH, persoalannya bisa jadi dalam kekhusukannya itu.
Karena sukses bukan hanya tentang dunia tapi juga di akhirat nanti, maka kata Allah, bekal terbaik untuk mendapat kehidupan nyata di akhirat yang bahagia dan sukses adalah dengan shalat yang khusuk.
Pada ayat ke 10-11 disebutkan, “Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
Dia mengungkap, dengan rahman dan rahim Allah, ternyata paksaan shalat itu ditujukan supaya kita mendapat nikmat surga Firdaus itu. Dalam filsafat fikih, kenapa suatu hukum diwajibkan, ternyata bukan untuk memberatkan kita, tapi justru untuk menyempurnakan nikmat.
“Karena semua hamba tidak rukuk dan sujud pun tidak menurunkan status Allah sebagai Tuhan!” tegasnya.
Pengantar Khusuk
Begitupula dengan diturunkannya syariat wudhu yang Allah terangkan dalam al-Maidah ayat 6. “Membuka shalat dengan wudhu, pengantar pada kekhusukan. Allah tidak ingin memberikan beban kesulitan pada kalian dengan diturunkannya syariat wudhu ini!” jelas UAH.
Syariat wudhu, kata Allah, mengantar pada khusuknya shalat. “Wudhu ini untuk bisa memberikan kesucian dalam batin kalian, membersihkan terluar kalian, supaya bisa mengantarkan kalian pada kenikmatan pada kekhusukan dalam shalat,” terangnya .
Begitu merasakan khusuk dalam shalat, lanjutnya, maka taubatnya diterima, hatinya bening, keadaannya bersih. “Maka terasalah kesempurnaan nikmat itu, yang dengannya kalian menjadi lebih bersyukur kepada Allah,” tambahnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni