Profil Mubalighat Aisyiyah
Bu Muya juga menyampaikan profil mubalighat ideal. Yaitu memiliki akidah dan ilmu agama yang kuat, fasih dalam bahasa Arab, dan rujukannya al-Quran dan ss-sunnah.
Selain itu mubalighat Aisyiyah juga harus terampil dalam berkomunikasi dengan memiliki enam ciri qaulan (perkataan). Yaitu qaulan karima (perkataan yang mulia, sopan, dan hormat), qaulan balighah (perkataan yang jelas, menyentuh hati, dan membekas pada pendengar); qaulan layyina (perkataan yang lembut), qaulan makrufah (perkataan yan baik), qaulan syadida (perkataan yang lugas), dan qaulan maisurah (perkataan yang mudah dipahami dan dimengerti).
Mubalighat juga harus percaya diri, tenang, sabar, peka terhadap masalah kekinian, dan paham tentang isu-isu kontemporer.
Muyasaroh yang punya moto: ‘hidup sekali harus berarti, hidup sesaat harus manfaat, hidup sebentar harus benar’, kemudian menyitir hadits yang artinya, sebaik- baik manusia adalah yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.
Di tengah suasana pelatihan yang serius Muyasaroh kemudian mengajak peserta bernyanyi dengan lagu Jagalah Hati yang syairnya diubah seperti ini:
Jaga Aisyiyah, jangan kau duakan
Jaga Aisyiyah jangan kau abaikan
Jaga edeologi, jangan kau pungkiri
Jaga komitmen, jangan kau khianati
Kompetensi Mubalighat
Menyinggung perempuan berkemajuan, Muyasaroh memberikan contoh cirinya yakni mengasah kompetensi, yang meliputi. Pertama, kompetensi dalam bidang agama, mampu menjadi teladan yang baik, menyampaikan dan mengamalkan ajaran Islam: Ibda’ binafsikdalam keluarga dan masyarakat.
Kedua, kompetensi dalam bidang akademik. Menurutnya mubalighat harus banyak menguasai ilmu komunikasi, bahasa, dan teknologi informasi.
Ketiga, kompetensi sosial dengan mengikuti kegiatan sosial. Tidak menjauh dari masyarakat, tapi sabar melayani dan membimbing saat masyarakat membutuhkan.
Keempat, memiliki kepribadian yang menarik: berkarakter, santun, dan rendah hati, sehingga menjadi figur bagi umat. Mengakhiri ceramahnya, Bu Muya berpantun: “Asale santen saking kelopo, cekap semanten atur kulo.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni