Utamakan Iman
Dalam al-Quran, UAH menyatakan, Allah fokus menekankan iman dulu, baru menerangkan manfaat unsur jasmani manusia. Ini sesuai an-Nur ayat 30 (untuk laki-laki) dan ayat 31 (untuk perempuan).
UAH mencontohkan mata. “Iman akan membimbing dia ke arah yang baik. Matanya akan diperintahkan untuk berpaling dari yang tidak baik, melihat yang baik-baik saja,” terangnya.
Begitu pula dengan lisan manusia yang Allah tegaskan fungsi imannya dalam al-Hujurat ayat 11-12. Dia pun mengartikan maksud ayat itu secara bebas. “Hai orang-orang yang merasa punya iman. Lisanmu tidak akan digunakan untuk berkata yang tidak baik. Kamu tidak akan pernah bikin hoax. Apalagi untuk menyogok, tidak akan mungkin!”
Kaitan Jiwa Takwa dengan Shalat
Kalau menunaikan shalat dengan benar—diukur dengan kekhusukan di dalam kalbu—kalbu akan menyentuh nafs untuk membangkitkan jiwa takwa. Karena itulah, UAH menegaskan, shalat dikerjakan untuk membangkitkan takwa.
Kalau takwa dikuatkan, lanjut dia, sifat baik muncul. Sehingga mencegah fahsya (seperti LGBTQ, pornografi, zina, dan lain-lain.) dan mungkar (seperti berbohong, merampok, membunuh, dan lain-lain).
Dalam shalat ada aturan khusus dan spesifik yang mengantarkan pada kekhusukan. “Kalau shalatnya tidak sesuai ketentuan, tidak menghadirkan kekhusukan, mustahil menghindarkan dari munkar dan fahsya,” imbuhnya.
Itulah mengapa, kata UAH, bisa ditemui orang yang shalat tapi perilakunya justru mendekati fahsya dan munkar. Bahkan, katanya, ada orang yang menjadikan shalat sebagai ibadah manipulasi untuk mengejar sifat munkarnya.
Dalam Taha ayat 14, shalat disebut dzikir. Sedangkan dalam ar-Ra’d ayat 28, dzikir menenangkan qalbu. “Orang khusuk dapat ketenangan (sukun). Latihannya disebut dzikir, praktiknya disebut shalat, dan dampaknya hati tenang,” tegasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni